Kamis, 30 September 2010

Amalina Salsabil IPA4

Perintah Menyantuni Kaum Dhuafa

A. Al Qur’an surat Al-Isra’ ayat 26-27.
“(26) Dan Berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang ada dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghamburkan (hartamu) dengan boros. (27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudaranya setan dan sesungguhnya setan itu sangat ingkar kepada tuhannya.”
(QS Al Isra : 26-27)

Kita semua pasti telah mengetahui dan meyakini bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak akan pernah sanggup untuk hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Kaya atau miskin, sadar atau tidak manusia pasti membutuhkan orang lain untuk membantu atau melengkapi kebutuhan dirinya. Oleh karena itu, manusia perlu saling hormat menghormati, tolong menolong dan saling membantu dan tidak boleh saling menghina, menzalimi, dan merugikan orang lain.
Potongan ayat diatas menjelaskan bahwa selain berbakti, berkhidmat dan menampakkan kasih sayang, cinta, dan rahmat kepada kedua orang tua, kita pun hendaknya memberi bantuan kepada keluarga yang dekat karena mereka yang paling utama dan berhak untuk ditolong. Mereka patut mendapat bantuan hidup di tengah keluarga terdekat yang mampu karena pertalian darah. Mereka pasti ada yang hidup lebih berkecukupan dan ada yang kekurangan sehingga kita sebagai keluarga harus saling membantu. Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan manusia untuk berbakti dan berbuat baik tidak hanya kepada orang tua saja, namun masih harus berbakti kepada tiga golongan yang lainnya, yaitu kepada kaum kerabat, kepada orang miskin, dan kepada orang terlantar dalam perjalanan.
Selain itu juga Allah mengingatkan bahwa betapa buruknya sifat orang yang boros. Mereka dikatakan sebagai saudaranya setan. Orang yang boros bermakna orang yang membelanjakan hartanya dalam perkara yang tidak mengandung manfaat berarti.

B. Al Qur’an Surat Al Baqoroh ayat 177.
”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orangorang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”.
(Al-Baqoroh:177)

Orang yahudi menganggap bahwa kiblat( tempat menghadap) itu ke barat sedangkan orang Nashrani menganggap kiblat( tempat menghadap) itu ke Timur. Sesungguhnya yang baik itu bukanlah menghadap barat ataupun timur, akan tetapi yang merupakan kebaikan adalah beriman kepada Allah swt. Maka Allah memberikan bimbingan bahwa menghadap kiblat adalah kepada apa yang diperintahkan oleh Allah, Maka tatkala Allah perintah menghadap Baitul maqdis (Palestina) itulah kebajikan tetapi tatkala Allah perintahkan kiblat ke Masjidil Haram dan itu pulalah kebajikan karena kesanalah Allah perintahkan. Itulah yang dimaksud bahwa kebajikan itu berdasarkan Iman kepada Allah, Iman kepada Hari Akhir, Iman kepada kepada kitab-kitab Allah dan Iman kepada Para Nabi-nabi.
Selain itu ayat tersebut memerintahkan kita untuk menyisihkan harta yang kita cintai itu, untuk diberikan kepada kaum kerabat, dan kepada para yatim piatu, dan orang-orang yang miskin dan orang-orang yang membutuhkan lainnya. Ayat tersebut juga menjelaskan kepada kita supaya kita sabar, menepati janji, berlaku adil, berbuat baik dan sebagainya. Kebahagiaan itu adalah bila kita melaksanakan yang diridoi oleh yang maha pencipta.
Kedua potongan ayat diatas tersebut menanamkan kepekaan untuk saling tolong menolong. Caranya yaitu kita dapat mebiasakan diri dengan menginfakkan atau memberikan sebagian rezeki yang kita peroleh meskipun sedikit, seperti memberikan santunan kepada fakir miskin, orang tua dan jompo, mengangkat anak asuh, memberi bantuan kepada orang yang sedang menuntut ilmu, membangun sarana umum (jalan), serta mencari upaya mengentaskan kemiskinan yang ada di masyarakat

4 komentar:

  1. ghina hidayat XI ipa 5:
    Artikel yang bagus.
    jadi, hakikat sebenarnya dari kebaikan itu sendiri adalah kita dapat menyisihkan sebagian harta yang kita cintai untuk orang-orang terdekat yang membutuhkan pertolongan, dan selalu beriman kepada Allah,Nabi,kitab Allah, rasul Allah, dan kepada hari akhir.

    BalasHapus
  2. ARINI KALAMAL HAQ, X1.IPA.5
    artikelnya bagus, karena kita sebagai umat muslim sudah seharusnya berbagi dengan sesama. Saya setuju dengan artikel tsb.

    BalasHapus
  3. Leda Devani Putri (13)
    XI.A.5

    artikel ttg menyantini kaum dhuafa ini memfokuskan materinya pada dua ayat Al-Qur'an. pada intinya menjelaskan bahwa kita sebagai kaum muslim untuk :
    1. tidak memboros, karena pemboros ialah saudara setan.
    2. menafkahkan sebagian rizki yang diberikan oleh Allah kepada orang ataupun saudara yang membutuhkan.
    (Al-Isro 26-27)

    1. menjalankan rukun iman.
    2. bersedekah kepada yang memerlukan pertolongan.
    3. mendirikan sholat.
    4. tunaikan zakat.
    5. menepati janji.
    6. Dan bersabar.
    (Al Baqoroh ayat 177)

    BalasHapus
  4. yohana yose gunawan / 31
    xi A 5

    artikel tentang menyantuni kaum duafa ini mengambil bahan pembahasan yg sangat bagus terdapat intisari atau bahkan kutipan arti dari ayat Al Quran maupun hadis-hadis , terdapat juga kelenihan atau manfaat apabila kita menyantuni kaum duafa dengan ikhlas dan semata-mata mengharapkan ridha Allah

    BalasHapus