Kamis, 30 September 2010

Novita Rosiyana IPA2

MENYANTUNI DUAFA



Dalam Islam dikenal istilah fakir,miskin,duafa,dan mustadh’afin yang semakna dengan beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang sering kita dengar seperti, kaum marhaen,wong cilik,ataupun kaum proletar yang dapat diartikan sebagai orang-orang yang kurang mampu.Dan hendaknya orang-orang kaya ataupun orang-orang yang lebih mampu dari mereka dapat menyantuni kaum-kaum duafa seperti mereka,jangan kikir dan rakus terhadap harta.Membela nasib kaum yang menderita dan tidak mampu seperti mereka sendiri adalah sesuai dengan ajaran Islam,agama yang mulia.
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”
(Al Hadits).
Menyantuni kaum duafa merupakan salah satu perwujudan dari hadits tersebut,karena dengan menyantuni kaum duafa berarti kita telah membantu orang lain,dan dengan kita membantu orang lain maka kita telah bermanfaat bagi orang lain.Ada banyak lagi ayat Al Qur’an maupun Hadits nabi yang membahas tentang menyantuni duafa,selain Hadits diatas.Itu berarti hal tersebut termasuk kedalam ibadah yang disenangi oleh Allah swt.
Dalam beramal menyantuni duafa kita diharuskan ikhlas,melakukan semuanya hanya demi mengharap ridha Allah swt.Jangan sampai dalam beramal ada tujuan lain dalam hati maupun pikiran kita,selain daripada mengharap ridha Allah swt tersebut. Ingin mendapat pujian,dinaikan jabatan misalnya,ataupun tujuan lain yang lebih bersifat keduniawian.Karena sesungguhnya manusia oleh Allah swt diperintahkan untuk beramal,mengenai hasil atau imbalan yang akan didapat nantinya,itu semua urusan Allah swt yang Maha Adil dan Bijaksana kepada para hamba-Nya.
Dalam Islam terdapat pula perintah berzakat baik zakat mall untuk mensucikan harta benda kita,maupun zakat fitrah yang kita keluarka pada saat bulan Ramadhan untuk mensucikan diri kita,seperti arti dari kata fitrah itu sendiri yang berarti suci.Perintah zakat itu sendiri termasuk salah satu cara kita dalam menyantuni kaum duafa,saling berbagi dengan saudara-saudara seiman kita,saudara-saudara dalam satu ikatan agama yang mulia dan diridhai oleh Allah swt yaitu Islam.
Maka,bagi kita yang oleh Allah swt diberikan rezeki lebih sepatutnya dapat menyantuni kaum duafa,berbagi dengan mereka yang tidak mampu.Karena sebagian dari harta maupun rezeki yang kita dapatkan dari Allah swt merupakan hak mereka para duafa,mustadh’afin,wong cilik dan para kaum proletar.





2.
BERLOMBA-LOMBA DALAM KEBAIKAN



“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya(sendiri)yang ia menghadap kepadanya.Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan.Di mana saja kamu berada Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat.Sesunguhnya Allah Maha Kuassa atas segala sesuatu.”(Al Baqarah;148).
Dalam ayat tersebut selain menjelaskan bahwa setiap umat punya kiblatnya sendiri,Allah swt juga menyuruh untuk berlomba-lomba dalam kebaikan kepada umatnya.
Manusia pada hakikatnya cendurung ingin unggul atas orang lain dan menjadi yang lebih baik daripada orang lain dalam kehidupannya.Jika kecenderungan ini tidak dilandasi dengan ilmu,iman dan taqwa maka bukan hal yang mustahil bahwa semua tujuannya hanya untuk urusan dunia dan sama sekali auh dengan urusan akhirat.Padahal pada ayat yang telah disebutkan diatas merupakan perintah Allah swt untuk berlomba,bersaing dan menjadi yang paling baik dalam urusan akhirat bukan dunia.
Pada salah satu ayat Al Qur’an lain yakni pada surat Al Muthaffifin ayat 1-3 yang menggambarkan semangat orang-orang yang berlomba dalam urusan duniawi yang ditunjukkan oleh orang-orang yang culas dan membahayakan orang lain demi terpenuhinya keinginan dunia mereka sendiri.Allah swt mengancam mereka yang melakukannya dengan kecelakaan di akhirat kelak dan mendapat gelar buruk Al Muthaffifin.
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain,mereka mengurangi.”(Al Muthaffifin;1-3)
Menurut Ath-Thabari,sifat berlomba-lomba dalam urusan akhirat atau kabaikan merupakan sifat puncak dan tertinggi dari orang-orang yang berbakti(Al Abrar).Ia menjelaskan dalam tafsirnya,”Dan untuk meraih kenikmatan yang dicapai orang-orang Abrar seperti yang digambarkan ayat ini(mendapat surga),hendaklah manusia berlomba-lomba...”Muhammad Abduh menarik kesimpulan bahwa untuk kenikmatan yang tidak terhingga tersebut manusia sepatutnya tidak boleh mengalah dan harus berusaha lebih baik dan lebih dahulu dari orang lain.
Secara hukum berdasarkan objeknya menurut Ibnu Hajar dalam Fathul Bari,berlomba dapat dibagi menjadi 3:

1. Berlomba yang terpuji yaitu dalam urusan amal ketaatan(akhirat).
2. Berlomba yang tercela yaitu dalam urusan kemaksiatan.
3. Berlomba dalam hal yang dibolehkan yaitu hal-hal yang bersifat mubah.Seperti,berlomba untuk mendapatkan ranking 1 di kelas tetapi dengan cara yang sportif misalnya.

Dan memang perintah untuk berlomba-lomba dalam kebaikan merupakan benteng dari berlomba-lomba dalam kemaksiatan atau urusan dunia,karena kecenderungan manusia untuk berlomba dalam kemaksiatan memang sangat menggiurkan dan susah ditolak oleh orang-orang yang tidak beriman dan bertaqwa.
”Dan orang-orang yang beriman lebih dahulu,mereka itulah yang di dekatkan kepada Allah.Berada dalam jannah kenikmatan.Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,dan segolongan kecil dari orang-orang kemudian”(Al Waqi’ah;10-

2 komentar:

  1. Fernita IPA5 : Artikel diatas cukup meringkas materi kaum duafa dan berlomba dalam kebaikan. Tata bahasa yang digunakan dapat dengan mudah dipahami sehingga tidak jenuh dalm membacanya setiap kalimat yang disajikan. Artikel tersebut juga dapat kita manfaatkan sebagai ilmu dan perwujudan sifat yang mesti disikapi dalam sehari-hari.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus