Selasa, 28 September 2010

M. Faiz Aghni IPA1

Muhammad Faiz Aghni (19)
XI IPA 1



BERLOMBA-LOMBA DALAM KEBAIKAN

Tentunya kita sering mendengar perintah berlomba-lombalah dalam kebaikan. Allah memerintahkan kita untuk saling berlomba dalam hal kebaikan, hal ini bertujuan untuk memotivasi dalam hal ibadah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah swt. Allah berfirman :


berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (AL HADIID : 21.

Dalam ayat lain dijelaskan:



Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (AL BAQARAH : 148)

Dijelaskan dari ayat diatas, bahwa setiap umat itu kiblatnya berbeda sesuai keyakinannya. Umat yahudi berkiblat ke Baitul Maqdis, ummat Nasrani berkiblat ke sebelah timur, dan Nabi-nabi yang lainpun tentu ada pula kiblat mereka menurut zamannya masing-masing. Tetapi arti keimanan bukan mempermasalahkan tentang kiblat atau apa kiblat yang kita sembah ? melainkan dzat Allah yang maha besar yang ada dimana-mana, oleh karena itu kabjikan lah yang mendekatkan kita kepada Allah. Maka dari itu berlombalah dalam hal kebaikan.
Banyak kendala dalam berlomba, salah satunya adalah ibadah yang dapat dilakukan oleh orang kaya tetapi tidak bisa dilakukan oleh orang miskin, yaitu sodaqoh dan haji. Oleh karena itu Allah sangatlah adil dalam menyediakan arena perlombaan kebaikan ini. Rasululullah bersabda yang berarti
Dari Abu Dzarr radhiyallahu 'anhu: bahwa segolongan shahabat Nabi SWT berkata kepada Nabi SWT, "Ya Rasulullah, orang-orang kaya telah pergi dengan membawa pahala-pahala, mereka shalat sebagaimana kami pun shalat, mereka puasa sebagaimana kami pun puasa, tetapi mereka bisa bershadaqah dengan kelebihan harta mereka." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian apa-apa yang bisa kalian shadaqahkan? Sesungguhnya setiap tasbih adalah shadaqah, setiap takbir adalah shadaqah, setiap tahmid adalah shadaqah dan setiap tahlil adalah shadaqah; amar ma'ruf (menyuruh kepada kebaikan) adalah shadaqah, nahi munkar (mencegah dari kemunkaran) adalah shadaqah dan (bahkan) pada kemaluan salah seorang dari kalian terdapat shadaqah." Mereka bertanya: "Ya Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami yang menumpahkan syahwatnya itu memperoleh pahala?" Beliau bersabda: "Apa pendapat kalian, seandainya dia meletakkannya pada yang haram, bukankah dia memperoleh dosa? Maka demikian juga, seandainya dia meletakkannya pada yang halal maka dia memperoleh pahala." (HR. Muslim no.1006)
Kita hendaknya mencari teman yang keimanannya baik, karena mereka akan memacu kita untuk saling beribadahserta saling mengingatkan, dan jangan mencari teman yang buruk iman dan kelakuannya karena kita akan terpengaruh oleh kelakuannya tersebut. Banyak masyrakat yang mengatakan boleh bergaul dengan orang yang jelek kelakuannya asal tidak ikut-ikutan. Tapi menurut saya itu adalah statmen yang jarang sekali benar. 90% orang yang bergaul dengan orang yang jelek kelakuannya pasti diapun terjerumus. Hal ini disebabkan orang tersebut tidak ada motivasi untuk saling berlomba dan membenarkan kebaikan, malah sebaliknya teman-temannya itu saling menunjukan gengsi dan kenakalan karena menurutnya itu adalah tindakan yang keren dan hebat.
Hikmah yang dapat kita ambil dalam perlombaan kebaikan ini adalah selalu meamandang mengenai kebaikan, dan jauh meninggalkan kemaksiatan. Sehingga merasa tersaingi jika ada yang berbuat baik tetapi dia tidak melakukannya. Selain itu berlomba dalam kebaikan dapat memperingati dan mengajak orang-orang yang tersesat, karena orang tersesat adalah objek seseorang yang sedang berlomba dalam kebaikan untuk mendapatkan reward dari Allah swt. Yang ketiga yaitu orang berlomba dalam kebaikan dapat berefek kepada kelangsungan bumi. Seperti merawat tumbuhan, hewan Allah sehingga timbulah ilmu baru dari hasil penelitian tentang hewan atau tumbuhan tersebut.
Maka dari itu marilah dari sekarang kita berlomba dalam kebaikan, curilah start untuk mendapatkan reward yang lebih dari Allah swt, dan peringatkan orang sebagai objek dari acara perlombaan ini sehingga dapat menyadarkan saudara-saudara kita.










Muhammad Faiz Aghni (19)
XI IPA 1

Menyantuni Kaum dhuafa

Di dunia ini kita telah hidup dalam beranekaragam jenis, ada yang hitam dan ada yang putih ada yang tinggi dan ada yang pendek ada pula yang kaya dan yang msikin. Sering kali kita menyebut orang miskin itu sebagai kaum dhuafa. Kaum dhuafa’ terdiri dari orang-orang yang terlantar, fakir miskin, anak-anak yatim dan orang cacat dan tidak mempunyai pekerjaan. Kaum dhuafa’ ialah orang-orang yang menderita hidupnya secara sistemik. Para dhuafa’ setiap hari berjuang melawan kemiskinan. Kaum dhuafa’ disebut oleh Nabi Muhammad sebagai orang-orang yang sangat dekat dengan Nabi kelak di akhirat. Hidup mereka lebih berharga dan tehormat dari pada mereka yang makan uang rakyat. Doa orang-orang mustadh'afin (orang yang terlemahkan) akan cepat dikabulkan oleh Allah SWT. Bahkan Nabi Muhammmad bersabda, bahwa kelak Nabi akan bersama kaum dhuafa’ di akhirat. Maka sudah selayaknya, sebagai ummat Muhammad SAW untuk membela kepentingan para dhuafa’, berjuang memperoleh hak hidup yang layak. Hak hidup yang adil dalam memperoleh makan dan minum serta lapangan pekerjaan. Hampir semua agama mengajarkan kemanusiaan untuk memperhatikan kaum ini. Misalnya, Yesus dalam Kristen hadir untuk membela golongan tertindas. Demikian juga Nabi Muhammad sebagai bapak anak-anak yatim. Nabi sangat menolong kaum fakir miskin. Nabi menyebutkan, bahwa antara dirinya dengan anak-anak yatim seperti jari telunjuk dengan jari tengah. Keduanya sangat dekat. Bagaimana jika kaum duafa’ tidak diperhatikan, dan malah dizalimi? Sesungguhnya do’a kaum dhuafa’ sangat mustajab (dikabulkan oleh Allah SWT). Apabila kaum dhuafa’ dibiarkan menderita, maka bangsa ini akan mendapatkan generasi-generasi lemah dan tidak berdaya.
Walaupun kita sebagai kaum muslim yang baik sangat dianjurkan untuk menyantuni kaum dhuafa, tetapi seharusnya kaum dhuafa pun tidak diperbolehkan untuk meminta-minta. Meminta-minta didalam Islam sangatlah tidak dianjurkan. Ia hanya pilihan untuk kondisi sangat genting. Kepepet kata orang kita. Karena banyaknya keburukan yang didapat dari meminta. Ketika meminta-minta, orang akan otomatis kehilangan keberkahan harta (8). Dan sesuai konteks, meminta itu untuk menyelamatkan diri dari kondisi kepepet,maka harus sedikit saja. Secukupnya untuk menutupi kekurangan yang ada, tidak boleh untuk memperkaya diri, karena sama dengan meminta bara api (9). Untuk itu, dalam kondisi yang melaratpun, umat Islam harus tetap berusaha mandiri dengan jalan halal. Keringanan dengan jalan meminta-minta ini hanya diperbolehkan karena tiga sebab, yaitu :

- pertama seseorang yang menanggung beban yang amat berat, maka ia diperbolehkan meminta-minta sampai dapat memperingan bebannya; kemudia ia mengekang dirinya untuk tidak meminta-minta lagi;
- kedua seseorang yang tertimpa kecelakaan dan hartanya habis, maka ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan kehidupan yang layak,
- yang ketiga seorang yang sangat miskin sehingga ada tiga orang yang bijaksana diantara kaumnya mengatakan" si fulan benar-benar miskin" maka ia diperbolehkan meminta-minta, sampai dapat hidup dengan layak.
Allah swt berfirman dalam surat al-isra ayat 26-27



Artinya : Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. ( AL ISRAA' (Memperjalankan di malam hari ) ayat 26-27).

Dalam surat al – isra di atas sudah jelas dijelaskan bahwa kita sebagai ummat muslim hendaknya menyisihkan sebahagiaan harta kepada teman dekat yang kurang mampu. Jika ada tetannga kita yang membutuhkan lalu kita memberi sodaqoh maka kita mendapatkan pahala yang lebih besar daripada memberi sodaqoh kepada pengemis yang tidak tahu menahu asalnya.

Perlu di ingat bahwa kaum dhuafa adalah ladang amal kita. Allah telah memberi sarana kaum dhuafa untuk kita santuni yang akan menghasilkan pahala besar bagi kita. Hiikmah kita meneladani kaum dhuafa adalah menjadikan kita orang yang jauh dari kesombongan. Mempererat tali silaturahmi. Jauh dari permusuhan dan perbedaan. Saling bertukar balik kebaikan. Kita mendapat pahala sedangkan kaum dhuafa mendapatkan materi yang membantui hidupnya. Konsep keadilan Islam dalam kelayakan hidup bukan dengan menyamaratakan semua manusia. Seperti yang ditawarkan salah satu isme. Karena justru tidak adil, ketika menyamaratakan bagian untuk usaha dan cara kerja yang berbeda. Konsep keadilan Islam juga bukan menganggap kaum dhuafa sebagai sampah masyarakat. Sebagai lalat pembawa beban dan penyakit, yang pantas bahkan (bisa jadi wajib) untuk disingkirkan.



Adil adalah mendapatkan bagian sesuai usaha dan cara kerja kita, dengan menyadari kekuasaan mutlak Allah untuk menentukan bagian itu. Yang ini tidak bisa diganggu ganggu. Dengan adanya perbedaan bagian (rezeki) ini, dalam Islam diatur cara untuk merapatkan kesenjangan. Dengan zakat (yang sekaligus pensuci harta), dengan memelihara anak yatim, dan memberi makan orang miskin. Islam menganggap “menyelamatkan” kaum dhuafa adalah cara untuk beribadah kepada Allah. Kita sebenarnya, menyelamatkan kaum dhuafa untuk menyelamatkan diri kita.

1 komentar:

  1. radenadutya 11 ipa 5
    artikelnya udah lumayan ko faizz.
    kita sebagai umat muslim emang harus selalu berbagi.

    BalasHapus