Kamis, 30 September 2010

Karina N. S. (21) – XI IPA 9

Berkompetisi Dalam Kebaikan

Hidup adalah kompetisi. Bukan hanya untuk menjadi yang terbaik tapi juga kompetisi untuk meraih cita-cita yang diinginkan. Namun sayang banyak orang terjebak pada kompetisi semu yang hanya memperturutkan hawa nafsu duniawi dan jauh dari suasana rohani. Kompetisi harta-kekayaan, kompetisi usaha-pekerjaan, kompetisi jabatan-kedudukan dan kompetisi lainnya yang semuanya bak fatamorgana. Indah menggoda tapi sesungguhnya tiada. Itulah kompetisi yang menipu. Bahkan yang sangat memilukan tak jarang dalam kompetisi selalu diiringi “suudzhon” buruk sangka bukan hanya kepada manusia tapi juga kepada Allah swt. Yang lebih merugi lagi jika rasa iri dan riya ikut bermain.
Lalu bagaimanakah selayaknya kompetisi bagi orang-orang yang beriman? Allah swt telah memberikan pengarahan bahkan penekanan kepada orang-orang beriman untuk berkompetisi dalam kebaikan sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Maidah ayat 48:








“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu” (QS. 5:48).
Pembaca yang dimuliakan Allah SWT, untuk berkompetisi dalam kebaikan, Allah swt telah menyediakan lintasan dengan berbagai sarananya baik sarana habluminallah maupun sarana habluminannas. Dan sebaik-baik lintasan adalah lintasan ramadhan karena memang ramadhan itu adalah bulan kompetisi yang di dalamnya terkumpul sarana habluminallah seperti puasa, shalat, tilawah, i’tikaf dan lainnya dengan segala keistimewaannya dan sarana habluminannas seperti zakat, infak, bersilaturrahim, memberi makan berbuka, saling memaafkan dan lainnya pula dengan segala keutamaanya. Semua sarana tersebut merupakan kesempatan yang Allah berikan kepada orang-orang mukmin untuk berkompetisi siapa yang terbaik. Berkompetisi yang sesungguhya. Siapa yang sholeh kepada Allah dan siapa yang sholeh kepada manusia. Semua orang mukmin punya peluang yang sama karena siapapun yang terbaik Allah swt akan memakaikan kepadanya mahkota kemuliaan, mahkota kemenangan, mahkota kefitrahan dan mahkota ketaqwaan.
Sebagai contoh, Abu bakar As Siddiq dan Umar bin Khatab telah mengajarkan kepada kita bagaimana berkompetisi dalam kebaikan. Ketika rasulullah mengumumkan kepada kaum muslimin untuk berinfak, Abu Bakar As Shiddiq bersegera menginfakkan seluruh harta kekayaan yang dimilikinya dan Umar bin Khattab menginfakkan setengah dari harta yang dimilikinya. Maka dari itu, selagi Allah SWT masih memberikan kesempatan kepada kita, marilah kita terus berkompetisi dalam kebaikan atas dasar iman dan cinta kepadaNya. Karena kompetisi seperti itulah yang mengundang ampunan Allah atas segala dosa dan khilaf yang kita lakukan.

source : DPU Kaltim
reviewer : Karina N.S. (21) – XI IPA 9 SMANDA
Menyantuni Kaum Dhuafa
Menyantuni kaum dhuafa bisa membuka pintu rezeki kita yang terhalang. Salah satu sebab ialah doa kaum dhuafa sangatlah manjur. Dan menurut para ulama menyantuni kaum dhuafa akan menyelamatkan diri kita dari api neraka. Tindakan baik yang kita tujukan kepada mereka akan berbalas doa yang terijabahi.
Diriwayatkan dari Abu Darda’ ra. Ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Carilah aku melalui orang-orang lemah kalian, karena sesunguhnya kalian akan diberi rezeki dan ditolong sebab (berkat) orang-orang dhuafa.” (HR. Turmudzi, Nasai dan Abu Daud).
Manusia diciptakan dalam dunia ini dengan kondisi social yang berbeda-beda, ada yang kaya, sedang, dan ada yang kekurangan. Keadaan ini merupakan sunnatullah yang tidak dapat dihindari. Oleh karena itu kita sebagai makhluk sosial diharapkan saling membantu. Maksud dari menyantuni kaum dhuafa ialah memberikan harta atau barang yang bermanfaat untuk dhuafa, kaum dhuafa sendiri ialah orang yang lemah dari bahasa Arab (dhuafa) atau orang yang tidak punya apa-apa, dan perlu ditekankan kembali bahwa mereka adalah orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya, dan tidak pernah berfikir untuk diberi sedekah dan tidak mau pergi untuk meminta-minta kepada orang lain dan mereka harus disantuni bagi kewajiban muslim untuk saling memberi sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT.
Al – An’am ayat 141 :









“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”

Al – ‘Anfal ayat 41 :






“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

source : komputermuslim.blogspot.com
http://jafar2001.blogdetik.com/category/religius/
reviewer : Karina N. S. (21) – XI IPA 9 SMANDA

1 komentar:

  1. chandra aji XI IPA V
    PERTAMAX!!!
    mantaf gan, singkat padat dan jelas.
    cuma pengen komentar poas bagian "Manusia diciptakan dalam dunia ini dengan kondisi social yang berbeda-beda, ada yang kaya, sedang, dan ada yang kekurangan. Keadaan ini merupakan sunnatullah yang tidak dapat dihindari". menurut saya keadaan itu bukan sunatullah, tapi sekaligus anugrah dari Allah supaya hidup kita lebih berwarna.
    maap kalo ane sok tau.

    BalasHapus