Selasa, 28 September 2010

Tri Wisnu P IPA4

Berlomba-lomba dalam Kebaikan
November 4, 2008 oleh Moderator

Di dalam Al-Qur’an, baik atau kebaikan menggunakan kata ‘ihsan’, ‘birr’, dan ‘ishlah’. Kata ‘ihsan’ (‘ahsan’ dan ‘muhsin) bisa dilihat pada firman Allah:
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (QS 4: 125)

Bila dikaitkan dengan definisi ‘ihsan’ dalam hadits kedatangan Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, maka ihsan adalah perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang karena merasakan kehadiran Allah dalam dirinya atau dia merasa diawasi oleh Allah SWT yang membuatnya tidak berani menyimpang dari segala ketentuan-Nya.
Sedangkan kata baik dalam arti ‘birr’ bisa dilihat pada firman Allah:
“Bukanlah sekedar menghadapkan wajahmu ke timur maupun ke barat yang disebut suatu kebaikan, tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab dan nabi-nabi serta memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS 2: 177).

Bila kita kaji ayat-ayat tentang kata ‘al birr’, termasuk ayat di atas, maka akan didapat kesimpulan bahwa kebaikan itu – menurut Mahmud Syaltut dalam tafsirnya – dibagi menjadi tiga, yakni ‘birr’ dalam aqidah, ‘birr dalam amal dan ‘birr’ dalam akhlak.
Adapun kata baik dengan menggunakan kata ‘ishlah’ terdapat dalam banyak ayat, misalnya pada firman Allah:
“Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: mengurus urusan mereka secara patut adalah baik.” (QS 2: 220)

Istilah ‘ishlah’ (berlaku baik) digunakan dalam kaitan hubungan antara sesama manusia. Dalam Ensiklopedia Hukum Islam, jilid 3 hal 740 dinyatakan, “Ishlah merupakan kewajiban umat Islam, baik secara personal maupun sosial. Penekanan ishlah ini lebih terfokus pada hubungan antara sesama umat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah SWT.”
Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Namun, kemuliaan manusia ternyata tidak terletak pada keindahan fisiknya. Kalau manusia dianggap mulia dengan sebab badannya yang besar, tentu akan lebih mulia binatang ternak seperti sapi, kerbau, unta, gajah dan sebagainya yang memiliki berat badan jauh lebih berat. Karenanya bila manusia hanya mengandalkan kehebatan dan keagungan dirinya pada berat badan, maka dia bisa lebih rendah kedudukannya daripada binatang ternak yang kemuliaannya terletak pada berat badannya. Allah SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS 7: 179).

Oleh karena itu, kemuliaan manusia bisa kita pahami dari iman dan amal shaleh atau kebaikannya dalam bersikap dan bertingkah laku, di manapun dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun situasi dan kondisinya. Itu sebabnya, semakin banyak perbuatan baik yang dilakukannya, maka akan semakin mulia harkat dan martabatnya di hadapan Allah SWT. Di sinilah letak pentingnya bagi kita untuk berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana firman Allah:
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS 2: 148).

Jalan Menuju Amal Baik
Meskipun kebaikan kita sadari sebagai sesuatu yang harus kita laksanakan, ternyata hanya sedikit orang yang antusias untuk melakukan kebaikan itu. Karena itu, ada beberapa hal yang bisa dijadikan resep bagi seseorang agar bersemangat melakukan kebaikan.
Niat Yang Ikhlas
Niat yang ikhlas merupakan faktor penting dalam setiap amal. Karena di dalam Islam, niat yang ikhlas merupakan rukun amal yang pertama dan terpenting. Niat yang ikhlas karena Allah dalam melakukan kebaikan akan membuat seseorang memiliki perasaan yang ringan dalam mengerjakan amal-amal yang berat sekalipun, apalagi bila amal kebaikan itu tergolong amal yang ringan. Sedangkan tanpa keikhlasan, jangankan amal yang berat, amal yang ringan pun akan terasa berat. Di samping itu, keikhlasan akan membuat seseorang berkesinambungan (‘istimrar’) dalam melakukan amal kebaikan. Orang yang ikhlas tidak akan bertambah semangat hanya karena dipuji dan tidak akan melemah karena dicela. Adanya pujian atau celaan tidak akan mempengaruhi semangatnya dalam melakukan kebaikan.
Cinta Kebaikan Dan Orang Baik.
Seseorang akan antusias melaksanakan kebaikan manakala pada dirinya terdapat rasa cinta pada kebaikan. Karena mana mungkin seseorang melakukan suatu kebaikan apabila dia sendiri tidak suka pada kebaikan itu. Oleh karena itu, rasa cinta pada kebaikan harus kita tanamkan ke dalam jiwa kita masing-masing sehingga kita menjadikan setiap bentuk kebaikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita. Sehingga kebaikan akan selalu menyertai kehidupan ini.
Di samping cinta kepada kebaikan, agar kita suka melakukan kebaikan, harus tertanam juga di dalam jiwa kita rasa cinta kepada siapa saja yang berbuat baik. Hal ini akan membuat kita ingin selalu meneladani dan mengikuti segala bentuk kebaikan, siapa pun yang melakukannya. Allah SWT telah menyebutkan kecintaan-Nya kepada siapa saja yang berbuat baik, karenanya kita pun harus mencintai mereka yang berbuat baik, Allah berfirman:
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS 2: 195).

Merasa Beruntung Bila Melakukan
Berbuat baik merupakan sesuatu yang sangat mulia dan seseorang akan bersemangat melakukan kebaikan apabila dengan kebaikan itu dia merasa yakin memperoleh keberuntungan, baik di dunia maupun di akhirat. Ada banyak keuntungan yang akan diperoleh manusia bila ia berbuat baik.
Pertama, selalu disertai oleh Allah SWT, lihat QS 16: 128.
Kedua, menambah kenikmatan untuknya, lihat QS 2: 58, 7: 161, 33: 29.
Ketiga, dicintai Allah, lihat QS 7: 161, 5: 13, 2: 236, 3: 134, 3: 148, 5: 96.
Keempat, memperoleh rahmat Allah, lihat QS 7: 56.
Kelima, memperoleh pahala yang tidak disia-siakan Allah SWT, lihat QS 9: 120, 11: 115, 12: 56.
Keenam, dimasukkan ke dalam surga, lihat QS 5: 85, 39: 34, 6: 84, 12: 22, 28: 14, 37: 80.
Merasa Rugi Bila Meninggalkan
Apabila seseorang merasa beruntung dengan kebaikan yang dilakukannya karena sejumlah keutamaan yang disebutkan dalam Al-Qur’an, maka bila seseorang tidak berbuat baik dia akan merasa sangat rugi, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Bagi seorang mukmin, bagaimana mungkin dia tidak merasa rugi bila tidak melakukan kebaikan, karena kehidupan ini memang harus dijalani untuk mengabdi kepada Allah SWT yang merupakan puncak dari segala bentuk kebaikan yang harus dijalani.
Manakala di dunia ini seseorang sudah merasa rugi, maka di akhirat pun dia akan merasa rugi, karena apa yang dilakukan seseorang dalam kehidupannya di dunia akan sangat berpengaruh pada kehidupannya di akhirat, karena kehidupan akhirat pada hakikatnya adalah hasil dari kehidupan di dunia. Bila seseorang berlaku baik di dunia, dia akan memperoleh keberuntungan di akhirat di samping keberuntungan di dunia, sedangkan bila seseorang tidak melakukan kebaikan di dunia, maka dia akan memperoleh kerugian di dunia dan penyesalan yang sangat dalam di akhirat kelak sebagai akibat dari pengabaian nilai-nilai Islam, Allah SWT berfirman yang artinya, “Barang siapa mencari selain Islam sebagai agamanya, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”
Meneladani Generasi Yang Baik
Perbuatan baik dan yang lebih baik lagi akan dilakukan oleh seorang muslim apabila dia mau meneladani orang yang berbuat baik. Hal ini menjadi penting karena dengan demikian dia menyadari bahwa meskipun ia merasa sudah banyak perbuatan baik yang dilakukannya, tetap saja dia merasa masih sedikit dibanding orang lain yang jauh lebih baik dari dirinya. Sehingga akan memicu semangatnya untuk berbuat baik yang lebih banyak lagi. Karena itu, idealnya seorang mukmin bisa menjadi seperti cermin bagi mukmin lainnya sehingga manakala seseorang mengenal dan memperhatikan dirinya secara seksama akan terasa begitu banyak kekurangan, termasuk dalam hal berbuat baik.
Memahami Ilmu Kebaikan
Bagi seorang muslim, setiap amal yang dilakukannya tentu harus didasari pada ilmu, semakin banyak ilmu yang dimiliki, dipahami dan dikuasai, maka insya Allah akan makin banyak amal yang bisa dilakukannya. Sedangkan semakin sedikit pemahaman atau ilmu seseorang, akan semakin sedikit juga amal yang bisa dilakukannya. Apalagi orang yang mempunyai ilmu belum tentu secara otomatis bisa mengamalkannya. Ini berarti, seseorang akan semakin terangsang untuk melakukan kebaikan manakala dia memahami ilmu tentang kebaikan itu.
Kebaikan Yang Diterima
Setiap kebaikan yang dilakukan seseorang tentu harus menghasilkan penilaian yang positif dari Allah SWT. Paling tidak, ada dua kriteria tentang kebaikan yang diterima oleh Allah SWT.
Pertama, ikhlas dalam beramal, yakni melakukan suatu amal dengan niat semata-mata karena Allah SWT, atau tidak riya dalam arti mengharap pujian dari selain Allah SWT. Karena itu, dalam hadits yang terkenal, Rasulullah Saw bersabda yang artinya, “Sesungguhnya amal itu sangat tergantung pada niatnya.”
Kedua, melakukan kebaikan itu secara benar, karena meskipun niat seseorang sudah baik, bila ia melakukan amal dengan cara yang tidak benar, maka hal itu tetap tidak bisa diterima oleh Allah SWT. Sebab hal itu termasuk bagian dari mencari selain Islam sebagai agama, yang jelas-jelas akan ditolak Allah SWT sebagaimana yang sudah disebutkan pada QS 3: 85 di atas.
Akhirnya, menjadi jelas bagi kita bahwa hidup ini harus kita jalani semata-mata untuk mengabdi kepada Allah SWT (QS 51: 56) yang salah satunya terwujud dalam bentuk melakukan kebaikan. Dan masing-masing orang harus berusaha melakukan kebaikan sebanyak mungkin sebagai perwujudan kehidupan yang baik di dunia dan ini pula yang akan menjadi bekal bagi manusia dalam menjalani kehidupannya di akhirat kelak.
http://pustaka.wordpress.com/2008/11/04/berlomba-lomba-dalam-kebaikan/



















Perintah Menyantuni Kaum Dhuafa

Dalam surah Al-Isra’ Ayat 26-27
Artinya :
26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
Kandungan Surah Al-Isra’ Ayat 26-27
1. Allah Swt memerintahkan seorang muslim memberikan hak kepada keluarga,
Orang miskin, dan orang yang sedang perjalanan.
2. Hak yang harus dilakukan seorang muslim terhadap keluarga dekat, orang
miskin, dan orang yang sedang dalam perjalanan adalah mempererat tali
persaudaraan dan hubungan kasih saying, serta membantu meringankan beban
penderitaan yang mereka alami.
3. Hak keluarga dekat misalnya memperoleh penghormatan, kasih sayang, mengunjungi apabila tertimpa musibah, dan ikut gembira ketika memperoleh nikmat.
4. Hak fakir miskin, misalnya memperoleh sedekah, disayangi, dikasihani, dan membantu meringankan beban penderitaannya.
5. Hak ibnu sabil/orang yang dalam perjalanan dengan tujuan baik adalah memberikan bantuan dan pertolongan agar tujuan mereka tercapai.
II. Arti Dari Menyantuni Kaum Duafa
Beserta Orang Yang Pantas Diberi Santunan
Maksud dari menyantuni kaum duafa ialah memberikan harta atau barang yang bermanfaat untuk duafa, kaum duafa sendiri ialah orang yang lemah dari bahasa Arab (duafa) atau orang yang tidak punya apa-apa, dan mereka harus disantuni bagi kewajiban muslim untuk saling memberi, itu sebagai bentuk ibadah kepada Allah Swt perlu digaris bawahi, bahwa “memberi” tidak harus uang malah kita berikan makanan bisa tapi nanti ibadahnya akan mengalir terus seperti halnya infak dan kalau sudah diberi akan jadi tanggung jawab orang miskin itu, misal saja barang yang diberikan digunakan untuk beribadah kepada Allah atau hal positif lainnya akan terkena pahala yang sama, ketika Dia gunakan tadi, sebaliknya degan digunakan mencopet atau judi kita tidak akan mendapat pahala buruk dari orang miskin itu insya Allah pahalanya tidak akan berkurang setelah memberi kepada orang miskin itu gunakan.
Dan menurut para ulama menyantuni kaum duafa akan menyelamatkan diri kita dari api neraka, tapi sekarang banyak manusia yang segan megeluarkan hartanya untuk berinfak pada kaum duafa, tapi ada juga yang selalu membantu kaum dufa itu, bukan sajayang berarti duafa pada orang miskin juga bisa pada misalnya ; panti asuahan, membangun masjid, kepada diri sendiri, anak yang putus sekolah biayai pendidikannya sampai tingkat SMA , dan keluarga dekat serta orang yang sedang perjalanan, ini sama dijelaskan pada surat Al-isra’ ayat 26-27.
Untuk anak yatim, Islam memerintahkan untuk memeliharanya (1). Memuliakannya (2). Tidak boleh berlaku sewenang-wenang (3).Menjaga hartanya ( kalau ada), sampai anak yatim tersebut dewasa, mandiri dan bisa mengurus hartanya (4).
Seperti dijelaskan dalam hadist bukhari dibawah ini bila seseorang memelihara anak yatim :
(1) Dari Sahl bin Sa’ad r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Saya dan orang yang memelihara anak yatim itu dalam syurga seperti ini." Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya dan merenggangkan antara keduanya itu." (Riwayat Bukhari)
(2) Surat Al Fajr ayat 17 “Sekali-kali tidak (demikian). Sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim”
(3) Surat Adh Dhuhaa ayat 9 “Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenag-wenang ”
(4) Al-Isra’ : 34, Al-Baqarah : 220, An-Nisa : 2, An-Nisa : 6
Untuk fakir miskin, kita harus menganjurkan orang untuk memberi makan. Kalau tidak, bahaya, cap kita adalah pendusta agama (5). Fakir miskin juga termasuk kedalam golongan yang berhak menerima zakat pun harta rampasan perang dari umat muslim (6).
Ada Dalam Al-Qur’an ayat berikut :
(5) Al Maun : 3
(6) Al Anam : 141, Al Baqarah : 177, Al Anfaal : 41, Al Hasyr : 7
Perlu ditekankan, bahwa defenisi Islam untuk orang yang miskin adalah orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya, dan tidak pernah berfikir untuk diberi sedekah dan tidak mau pergi untuk meminta-minta kepada orang lain (7) . Jadi orang seperti inilah, yang menyebabkan anda menjadi pendusta agama saat tidak menganjurkan untuk memberinya makan. Dan orang seperti inilah yang berhak terhadap zakat dan bagian dalam harta fa’i. dalam hadist buhari dan muslim dijelaskan :
(7) Dari abu hurairah ra. ia berkata rasulullah saw bersabda; "bukan dinamakan orang miskin, orang yang meminta-minta kemudian ia tidak memperoleh sesuap dan dua suap makanan atau tidak memperoleh satu dan dua buah butir kurma tapi yang dinamakan orang miskin adalah orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya dan tidak pernah berpikir untuk diberi sedekah dan ia juga tidak mau pergi untuk meminta-minta kepada orang lain (HR Bukhari dan Muslim )
Meminta-minta didalam Islam sangatlah tidak dianjurkan. Ia hanya pilihan untuk kondisi sangat genting. Kepepet kata orang kita. Karena banyaknya keburukan yang didapat dari meminta. Ketika meminta-minta, orang akan otomatis kehilangan keberkahan harta(8). Dan sesuai konteks, meminta itu untuk menyelamatkan diri dari kondisi kepepet,maka harus sedikit saja. Secukupnya untuk menutupi kekurangan yang ada, tidak boleh untuk memperkaya diri, karena sama dengan meminta bara api (9). Untuk itu, dalam kondisi yang melaratpun, umat Islam harus tetap berusaha mandiri dengan jalan halal. Keringanan dengan jalan meminta-minta ini hanya diperbolehkan karena tiga sebab, yaitu : Seperti Hadist No. (10)
- pertama seseorang yang menanggung beban yang amat berat, maka ia diperbolehkan meminta-minta sampai dapat memperingan bebannya; kemudia ia mengekang dirinya untuk tidak meminta-minta lagi;
- kedua seseorang yang tertimpa kecelakaan dan hartanya habis, maka ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan kehidupan yang layak,
- yang ketiga seorang yang sangat miskin sehingga ada tiga orang yang bijaksana diantara kaumnya mengatakan" si fulan benar-benar miskin" maka ia diperbolehkan meminta-minta, sampai dapat hidup dengan layak.
Dalam hadist riwayat bukhari & muslim Dijelaskan ialah :
(8) Dari hakim bin hizam ra. ia berkata; saya meminta kepada rasulullah saw, maka beliau memberi saya ; kemudian saya meminta lagi kepada beliau dan beliau memberi saya lagi. kemudia beliau bersabda; " Hai hakim, sesungguhnya harta itu memang manis dan mempesonakan. siapa saja mendapatkannya dengan kemurahan jiwa, maka ia mendapatkan berkah, tetapi siapa saja mendapatkannya dengan meminta-minta, maka ia tidak akan mendapatkan berkah, ia bagaikan orang yang sedang makan tetapi tidak pernah merasa kenyang. Tangan di atas (yang memberi , lebih baik daripada tangan dibawah ; hakim berkata; wahai rasulullah , demi zat yang mengutus engkau dengan kebenaran, saya tidak akan menerima sesatu pun dari seseorang seduah pemberianmu ini sampai saya meninggal dunia (HR Bukhari dan Muslim )
(9) Dari abu hurairah ra ia berkata; rasulullah saw bersabda; "siapa saja yang meminta- minta kepada sesama manusia dengan maksud untuk memperbanyak harta kekayaan, maka sesusungguhnya ia meminta bara api; sehingga terserah kepadanya apakah cukup dengan sedikit saja atau akan memperbanyaknya(HR Muslim )
Selain tiga hal diatas, Rasul menyatakan usaha meminta-minta adalah haram.
Dari pemaparan jalan yang ditawarkan Islam diatas jelas bahwa menurunkan Perda Pelarangan Memberi Uang Kepada Pengemis, tidak bijak. Apalagi dengan tujuan utama, kebersihan dan ketertiban. Si Penguasa sama dengan menzalimi pengemis-pengemis dan gelandangan. Tapi terlebih dahulu, dia menzalimi diri sendiri dengan menimbun gunugan dosa kezhaliman.
(10) Dari abu bisyr Qabishah bin al Mukhariq ra, ia berkata; saya adalah orang yang menanggung beban amat berat, maka saya mendatangi rasulullah saw untuk meminta bantuannya meringankan beban itu, kemudia beliau bersabda " tunggulah sampai ada zakat yang datang ke sini, nanti akan aku suruh si amil (pengumpul dan pembagi zakat) untuk memberi bagian kepadamu , kemudia beliau bersabda; Wahai Qabishah , meminta-minta itu tidak diperbolehkan kecuali ada salah satu dari 3 sebab;
- pertama seseorang yang menanggung beban yang amat berat, maka ia diperbolehkan meminta-minta sampai dapat memperingan bebannya; kemudian ia mengekang dirinya untuk tidak meminta-minta lagi;
- kedua seseorang yang tertimpa kecelakaan dan hartanya habis, maka ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan kehidupan yang layak,
- yang ketiga seorang yang sangat miskin sehingga ada tiga orang yang bijaksana diantara kaumnya mengatakan" si fulan benar-benar miskin" maka ia diperbolehkan meminta-minta, sampai dapat hidup dengan layak,
wahai Qabishah meminta-minta selain disebabkan tiga hal tadi adalah usaha yang haram dan orang yang memakannya berarti ia makan barang haram (HR Muslim )

3 komentar:

  1. arini kalamal haq 11 ipa 5,

    artikelnya cukup bagus.
    berlomba-lomba dalam kebaikan sebisa mungkin harus kita terapkan dalam kehidupan sehrai-hari, apalagi kita sebagai generasi penerus bangsa.

    BalasHapus
  2. M.Alfriansyah XI.IPA.5

    Artikel yang dibuat saudara Wisnu sangat bagus.Dalam artikel ini bayak dijelaskan tentang belomba-lombalah dalam hal kebaikkan,kta juga harus menyantuni kaum miskin dan juga berbuat baiklah kepada anak yatim piatu,yang merupakan kewajiban kita sebagai seorang muslim

    BalasHapus
  3. yohana yose gunawan XI IPA 5


    waah artikel yg keren mengandung arti yg luarbiasa berguna bagi para pembacanya.
    isi nya sangat menarik dan menambah pengetahuan saya tentang ilmu agama khususnya berbuat baik .

    BalasHapus