Senin, 27 September 2010

Nadiah Mumtazah IPA 1

Nama               : Nadiah Mumtazah
Kelas               : XI.IPA.1
No. absen        : 21

·         Berlomba-Lomba dalam Kebaikan (Q.S Al-Baqarah ayat 148)
http://kongaji.tripod.com/myfile/al-baqoroh_ayat_148-152_files/image002.jpg
 وَ لِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيْهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يَأْتِ بِكُمُ اللهُ جَمِيْعًا إِنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
(148) Dan bagi tiap-tiapnya itu satu tujuan yang dia hadapi. Sebab itu berlomba-lombalah kamu pada serba kebaikan. Di mana saja kamu berada niscaya akan di­kumpulkan Allah kamu sekalian.Sesungguhnya Allah atas tiap-tiap sesuatu Maha Kuasa.
Dari Hal Kiblat III
وَ لِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيْهَا
"Dan bagi tiap-tiapnya itu ada satu tujuan yang dia hadapi. " (pangkal ayat 148).
Ayat ini adalah lanjutan dari keterangan tentang masing-masing golongan yang mempertahankan kiblatnya: tadi.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai tafsir ayat ini, ialah bahwa bagi tiap-tiap pemeluk suatu agama ada kiblatnya sendiri. Bahkan tiap-tiap kabilahpun mempunyai tujuan dan arah sendiri, mana yang dia sukai. Namun orang yang beriman tujuan atau kiblatnya hanya satu, yaitu mendapat ridha Allah.
Abul `Aliyah menjelaskan pula tafsir ayat ini demikian: "Orang Yahudi mempunyai arah yang ditujuinya, orang Nasranipun mempunyai arah yang ditujuinya. Tetapi kamu, wahai ummat Muslimin, telah ditunjukkan Allah kepadamu kiblatmu yang sebenarnya."

Nabi lbrahim di zaman dahulu berkiblat ke Masjidil Haram, ummat Yahudi berkiblat ke Baitul Maqdis, ummat Nasrani berkiblat ke sebelah timur, dan Nabi-nabi yang lainpun tentu ada pula kiblat mereka menurut zamannya masing-masing, dan engkau wahai utusanKu dan kamu wahai pengikut utusan­Ku; kamu mempunyai kiblat. Tetapi kiblat bukanlah pokok, sebagai di ayat-ayat di atas telah diterangkan, bagi Allah timur dan barat adalah sama, sebab itu kiblat berobah karena perobahan Nabi. Yang pokok ialah menghadapkan hati langsung kepada Allah, Tuhan sarwa sekalian alam. itulah dia wijhah atau tujuan yang sebenarnya.

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
"Sebab itu berlomba-lombalah kamu pada serba kebaikan."

Jangan kamu berlarut-larut berpanjang-panjang bertengkar per­kara peralihan kiblat. Kalau orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak mau me­ngikuti kiblat kamu; biarkanlah. Sama-sama setialah pada kiblat masing­-masing. Dalam agama tidak ada paksaan. Cuma berlombalah berbuat serba kebajikan, sama-sama beramal dan membuat jasa di dalam peri-kehidupan ini.

أَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يَأْتِ بِكُمُ اللهُ جَمِيْعًا
"Di mana saja kamu berada, niscaya akan dikumpulkan Allah kamu se­kalian."

Baikpun kamu dalam Yahudi, dalam Nasrani, dalam Shabi'in dan dalam iman kepada Muhammad s.a.w., berlombalah kamu berbuat berbagai kebajikan dalam dunia ini, meskipun kiblat tempat kamu menghadap shalat berlain-lain. Kalau kamu akan dipanggil menghadap kepada Aliah; tidak perduli apakah dia dalam kalangan Yahudi Nasrani, Islam dan lain-lain; berkiblat ke Ka bah atau ke Baitul Maqdis. Di sana pertanggung jawabkanlah amalan yang telah dikerjakan dalam dunia ini. Moga-moga dalam perlombaan berbuat kebajikan itu, terbukalah hidayat Tuhan kepada kamu, dan terhenti sedikit demi sedikit pengaruh hawanafsu dan kepentingan golongan; mana tahu, akhirnya kamu kembali juga kepada kebenaran;

إِنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
"Sesungguhnya Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Kuasa."(ujung ayat 148).

Perlombaan manusia berbuat baik di dunia ini beiumlah berhcnti. Segala sesuatu bisa kejadian. Kebenaran Tuhan makin lama makin nampak. Allah Maha Kuasa berbuat sekehendakNya:
Ayat ini adalah seruan merata; seruan damai dari lembah wahyu ke dalam masyarakat manusia berbagai agama. Bukan khusus kepada ummat Mu­hammad saja.
·         Q.S Fatir ayat 32

Qs. Fâthir/35:31
Qs. Fâthir/35:32

Artinya : 'Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar."(Surat Al Fathir : 32)
Isi Kandungan :

Berdasarkan surat dan ayat di atas Ibnu Taimiyyah membagi manusia kedalam tiga derajat kedudukan manusia :

  1. Golongan Dholimun Linafsih, ialah golongan yang selalu mendholimi dan menganiaya diri sendiri. Mereka merupakan golongan yang durhaka kepada Allah SWT, dengan meninggalkan perintaNya dan mengerjakan Larangan laranganNya.
  2. Golongan Mukhtasid, ialah golongan dari kelompok manusia yang derajatnya berada pada pertengahan, bersifat cermat dan senantiasa berhati hati dengan melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan laranganNya.
  3. Golongan Sabiqun Bil Khairat, ialah golongan dari manusia yang senantiasa aktif dalam melakukan kebaikan. Golongan ini memiliki ruhiyyah yangtinggi dengan senantiasa melaksanakan yang wajib dan mengerjakan amalan amalan yang sunat. Hidupnya istiqomah dan menjauhi dari perkara perkara yang syubhat dan ragu ragu dalam kehidupan sehari hari.

Allah swt mewariskan kitab ( Al Quran ) kepada hamba hambanya yang terpilih untuk diamalkan dan dikerjakan apa yang diperintahkan dan dilarang dalam kitab tersebut. Dalam kenyataanya manusia memiliki berbagai ragam bentuk aktifitas untuk menerima dan mewarisi kitab yang telah Allah wariskan. Ada diantara mereka menanggapi kitab Allah dengan sungguh sungguh dan mengerjakanya dengan amal amal perbuatan baik karena mendapatkan ridho dan izin Allah, adapula yang menerima dengan seenaknya tanpa mau mengerjakan apalagi mentaati isi dan ajaran kitab Allah tersebut sehingga apa yang dilakukanya sesungguhnya seperti menganiaya diri sendiri. Karena manusia yang tidak mau beramal baik sesuai dengan kitab Allah sesungguhnya amal perbuatan itu akan kembali pada dirinya sendiri. Dan yang lebih banyak manusia itu ada di pertengahan yang terkadang taat namun dilain waktu manusia itu melanggar.

Kitab Allah ( Al-Quran ) merupakan satu pedoman hidup manusia baik untuk kebahagiaan di dunia maupun kebahagiaan hidup di akhirat. Agar manusia mampu meraih kedua hal tersebut maka manusia dituntut untuk mampu memahami, membaca, dan mengamalkan apa yang terkandung dalam kitab Allah tersebut. Orang Islam mempunyai kewajiban untuk mampu dan dapat membaca Al-quran dengan baik dan benar, memahami arti dan maknanya, serta mengamalkan apa yang ada didalamnya.

Sayid Sabiq dalam kitabnya telah membagi akhlak manusia kedalam tiga tingkatan :

  1. Nafsu Amarah, ialah nafsu manusia yang tingkatanya paling rendah dan sangat hina karena senantiasa mengutamakan desakan dan bisikan hawa nafsu yang merupakan godaan syaitan.
  2. Nafsu Lawwammah, ialah nafsu yang senantiasa menjaga amal manusia untuk berbuat salih dan berhati hati serta instropeksi terhadap kesalahan kesalahan apabila terperosok kedalam kemungkaran.
  3. Nafsu Muthmainah, ialah akhlak manusia yang paling tinggi derajatnya karena memiliki ruhani dan jiwa yang tenang, suci, dalam keadaan selalu melakukan kebaikan kebaikan dan beramal shalih.

·         Menyantuni Dhuafa (Q.S Al-Isra’ ayat 26-27)
http://www.dudung.net/images/quran/17/17_26.png
http://www.dudung.net/images/quran/17/17_27.png
Artinya : “(26) Dan Berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang ada dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghamburkan (hartamu) dengan boros. (27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudaranya setan dan sesungguhnya setan itu sangat ingkar kepada tuhannya.” (QS Al Isra : 26-27)


Asbabun Nuzul
Khusus pada ayat 26-27 pada surah Al Isra ini memiliki asbabun nuzul yang diriwayatkan
oleh At Tabrani yang bersumber dari Abu Sa’id Al Khudri dan dalam riwayat ini oleh Ibnu
Marduwin yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa ketika turun ayat ini, Rasululah SAW
memberikan tanah di Fadak (tanah yang diperoleh Rasulullah dari pembagian ganimah atau
rampasan perang) kepada Fatimah

2. Isi Kandungan
Pada ayat 26, dijelaskan bahwa selain berbakti, berkhidmat dan menampakkan kasih sayang, cinta, dan rahmat kepada kedua orang tua, kita pun hendaknya memberi bantuan kepada keluarga yang dekat karena mereka yang paling utama dan berhak untuk ditolong. Mereka patut mendapat bantuan hidup di tengah keluarga terdekat yang mampu karena pertalian darah. Mereka pasti ada yang hidup lebih berkecukupan dan ada yang kekurangan sehingga kita sebagai keluarga harus saling membantu.
Allah memerintahkan manusia untuk berbakti dan berbuat baik tidak hanya kepada orang tua saja, namun masih harus berbakti kepada tiga golongan yang lain, yaitu:
  1. kepada kaum kerabat
  2. kepada orang miskin
  3. kepada orang terlantar dalam perjalanan.
Pada ayat 27, Allah mengingatkan bahwa betapa buruknya sifat orang yang boros. Mereka dikatakan sebagai saudaranya setan. Orang yang boros bermakna orang yang membelanjakan hartanya dalam perkara yang tidak mengandung manfaat berarti. Ada sebuah hadis yang terkait dengan perbuatan mubazir (boros) ini, yakni yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar. Dia berkata bahwa rasulullah telah melintas di tempat Saad sedang mengambil wudu, kemudian rasulullah menegur Saad karena begitu boros. Lalu Saad menanyakan apakah di dlam wudu juga terdapat boros (mubazir)
Dalam upaya menanamkan kepekaan untuk saling tolong-menolong tersebut, kita dapat
membiasakan diri dengan menginfakkan atau memberikan sebagian rezeki yang kita peroleh
meskipun sedikit.

·         Surat Al-Baqarah ayat 177

http://balikpapankota.depag.go.id/AlQuranDigital/img/s002/a177.png
177. Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

·         anz
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Qatadah menerangkan tentang kaum Yahudi yang menganggap bahwa yang baik itu shalat menghadap ke barat, sedang kaum Nashara mengarah ke timur, sehingga turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 177).
(Diriwayatkan oleh Abdur-razzaq dari Ma'mar, yang bersumber dari Qatadah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abil 'Aliyah.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (S. 2: 177) sehubungan dengan pertanyaan seorang laki-laki yang ditujukan kepada Rasulullah SAW tentang "al-Bir" (kebaikan). Setelah turun ayat tersebut di atas (S. 2. 177) Rasulullah SAW memanggil kembali orang itu, dan dibacakannya ayat tersebut kepada orang tadi. Peristiwa itu terjadi sebelum diwajibkan shalat fardhu. Pada waktu itu apabila seseorang telah mengucapkan "Asyhadu alla ilaha illalah, wa asyhadu anna Muhammadan 'Abduhu wa rasuluh", kemudian meninggal di saat ia tetap iman, harapan besar ia mendapat kebaikan. Akan tetapi kaum Yahudi menganggap yang baik itu ialah apabila shalat mengarah ke barat, sedang kaum Nashara mengarah ke timur.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir yang bersumber dari Qatadah.)





KANDUNGAN SURAT AL BAQARAH AYAT 177
·         Firman-Nya: Bukanlah menghadapkan wajah kamu dalam shalat ke arah timur dan
·         barat itu suatu kebajikan. Maksudnya, kebajikan atau ketaatan yang mengantar kepada kedekatan
·         kepada Allah bukanlah dalam menghadapkan wajah dalam shalat ke arah timur dan barat tanpa makna, tetapi kebajikan yang seharusnya mendapat perhatian semua pihak adalah yang mengantar kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, yaitu keimanan kepada Allah, dan lain-lain yang disebut oleh ayat ini.
·         Redaksi ayat di atas dapat juga bermakna: Bukannya menghadapkan wajah kea rah timur dan barat yang merupakan semua kebajikan, atau bukannya semua kebajikan merupaka sikap menghadapkan wajah ke timur dan barat. Menghadap ke timur atau ke barat, bukan sesuatu yang sulit, atau membutuhkan perjuangan, tetepi ada tuntutan lain yang membutuhkan perjuangan dan di sanalah kebajikan sejati ditemukan.
·         Kepada siapakah ayat ini ditujukan? Kalau melihat konteks ayat-ayat sebelumnya. Tidak keliru jika dikatakan bahwa ia ditujukan kepada Ahl al-Kitab. Mereka bukan saja berkeras untuk tetap menghadap keal- quds Yerussalem di aman tempat Dinding Ratap dan haikal Sulaiman, tetapi juga tidak henti-hentinya mengecam dan mencemoohkan kaum muslimin yang beralih kiblat ke Mekah. Ayat ini seakan-akan berkata kepada mereka “Bukan demikian yang dinamai kebajikan.” Hubungan ayat yang dikemukakan di atas mengisyaratkan pandangan ini. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa aya ini ditujukan kepada kaum muslimin, ketika mereka menduga bahwa mereka telah meraih harapan mereka dengan dengan beralihnya kiblat ke Mekah. Nah, mereka itu diperingatkan oleh ayat ini. Pandangan ini baik, apalagi hingga dewasa ini, masih ada yang menduga bahwa kebahagiaan telah diperoleh hanya dengan sekadar shalat menghadapkan wajah ke arah yang ditetapkan Allah yakni Ka’bah, apakah posisinya ketika itu menjadikan Ka’bah berada di sebelah barat atau timurnya tergantung posisi masing-masing. Bukan hanya itu maknanya. Bias jadi ayat ini bahkan bermakna: Kebajikan bukan itu, jika shalat yang dilaksanakan hanya terbatas pada menghadapkan wajah tanpa makna dan kehadiran kalbu. Bukankah Allah mengancam mereka yang tidak menghayati makna shalatnya? “Maka celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-
·         orang yang lalai dari shalatnya, yaitu orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong
·         dengan) barang berguna” (QS. Al-Ma’un [107]: 4-7)


2 komentar:

  1. seperti yang telah kita ketahui bahwa setiap umat beragama memiliki arah kiblatnya masing-masing, hal itu merupakan anjuran kepada kita untuk melakukan ibadah (shalat) dengan mengguanakan arah kiblat yang telah ditentukan sesuai dengan syariat Islam, yaitu menghadap ke Ka'bah...

    BalasHapus
  2. artikel ini bagus.
    setiap ayat nya juga sudah dijelaskan permaknaan dan kandungan dr ayat itu sendiri jadi kita bisa lebeh memahami ayat tersebut

    BalasHapus