Senin, 27 September 2010

Habil Alroiyan IPA8

Tugas Pendidikan Agama Islam

Nama : Habil Alroiyan

Kelas : XI.IPA 8

No. Absen : 10

SMA Negeri 2 Cirebon

 

Bab 1 Berfokus pada Amal Kebaikan (Berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan).


Ada satu peristiwa berkesan yang mencerminkan tipikal utama dari masyarakat Madinah, yaitu selalu antusias untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.
Suatu ketika orang-orang miskin Madinah mengadu kepada Rasulullah Saw,
Ya Rasulullah, kami merasa iri dengan saudara-saudara kami yang diberi kelapangan harta. Kami sholat, mereka juga sholat. Kami berpuasa, mereka juga berpuasa. Kami bertilawah Quran, mereka juga bertilawah Quran. Tetapi begitu mereka bersedekah karena kelapangan harta mereka, kami tidak bisa seperti mereka.
Kemudian Rasulullah Saw menghibur orang-orang miskin itu dan memberikan sebuah tips kepada mereka,
Maukah aku tunjukkan amalan yang bisa menyamai mereka sebagai ganti karena engkau tidak mampu bersedekah?. Bacalah setelah sholat: subhanallah 33 kali, alhamdulillah 33 kali, Allahu Akbar 33 kali, dan tutuplah dengan laa ilaaha illa allahu wahdahu laa syarilahu lahul mulku walahulhamdu wahua ‘ala kulli syaiin qodir.
Orang-orang miskin Madinah pun menerima “tips” dari Rasulullah Saw itu dengan suka cita. Kini mereka merasa terhibur dan merasa bangga karena akan segera mampu menyamai amal orang-orang kaya Madinah. Kemudian mereka pun mempraktekkannya.
Namun “tips” dari Rasulullah Saw itu pada akhirnya sampai juga di telingga orang-orang kaya Madinah, sehingga mereka pun mempraktekkan amalan yang serupa dilakukan oleh orang-orang miskin itu. Kembali orang-orang miskin Madinah itu mengadu ke hadapan Rasulullah Saw,
Ya Rasulullah, mereka (orang-orang kaya Madinah) mempraktekkan serupa amalan-amalan yang kami lakukan itu.” Rasulullah Saw menjawab bahwa itulah kelebihan mereka yang diberikan harta sementara mereka banyak bersedekah dengan harta yang dimilikinya itu.
Saat ini, seringkali kita memiliki persepsi yang kurang proporsional tentang kaya dan miskin. Orang kaya merasa bangga dengan kekayaannya dan menilai bahwa mereka yang miskin adalah mereka yang malas dan bodoh. Sementara orang miskin kadang merasa suci dan mencurigai bahwa orang-orang kaya telah merampas hak harta-harta mereka secara culas, dengan korupsi dan cara-cara yang melanggar rambu syari'ah. Semua itu bisa jadi disebabkan karena masing-masing tidak melihat amal kebaikan satu sama lainnya, yakni kebaikan yang tulus, tanpa motif atau tendensi apapun selain mengharapkan ridha dari Allah SWT. Orang miskin tidak pernah melihat bahwa orang kaya itu bersedekah atau beramal kebaikan, sementara orang kaya juga tidak pernah melihat orang miskin itu telah bekerja keras dan menunjukkan keseriusan dalam bekerja.
Rasulullah Saw mencontohkan dan memberi pelajaran bahwa dalam hidup ini yang seharusnya menjadi motif dan fokus adalah bagaimana agar selalu bisa berbuat baik dan berlomba-lomba dalam kebaikan dan memproduksi amal sholeh. Andaipun mengejar harta, maka hasil perolehannya pun diniatkan dan diarahkan ke sana. Bukan karena prestise, status, dan motif-motif duniawi lainnya. Jika amal sholeh ini menjadi tolok ukur dari kemuliaan yang disepakati maka kaya dan miskin menjadi hal yang kurang relevan dalam kehidupan.
Alangkah indahnya jika semua elemen bangsa memiliki persepsi yang demikian. Saudara yang miskin akan mensyukuri saudaranya yang kaya karena yakin saudaranya itu akan menggunakan kekayaannya semata-semata untuk kebaikan dan menunaikan kewajiban hartanya itu dengan sempurna. Demikian juga saudara yang kaya akan selalu membantu mengentaskan saudaranya dari kemiskinan karena yakin bahwa jika ia menjadi kaya kelak, ia pun pasti akan mendayagunakan kekayaannya untuk kebaikan dan membantu saudara yang lainnya. Semua itu dibingkai oleh rasa persaudaraan (ukhuwwah) yang indah dimana masing-masing saling membantu dan bekerjasama untuk mencapai derajat yang mulia di sisi-Nya.
Kondisi real sering menampilkan hal yang sebaliknya. Yang kaya menampilkan aura bangga dan ujub, sedangkan yang miskin menampilkan aura iri dan dengki. Sebagai akibatnya, makna ukhuwwah dan persaudaraan yang hakiki makin jauh panggang dari api. Yang rugi adalah ummat ini, yang tidak pernah beranjak untuk perbaikan diri karena tidak berfokus pada inti masalah yang sejati. Yakni berlomba-lomba berbuat kebaikan demi mengangkat izzah dan harga diri.
Semoga Allah SWT mengaruniai kita dengan amal kebaikan atas dasar pemahaman yang benar dan ikhlas dalam melaksanakannya. Amin.
Wallahua’lam bishshawaab.
Bab 2 Menyantuni Kaum Dhuafa.



Judul: Zakat Memotong Rantai Kemiskinan


WAKIL Ketua I Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri) Prof Dr H Haryono suyono banyak menulis di berbagai media massa, berbagai karya itu dikumpulkan dalam bentuk buku bertajuk Memotong Rantai Kemiskinan. Buku induk yang didampingi lima seri berisi berbagai tema berkaitan dengan usaha mengatasi permasalahan akut berupa kemiskinan.

Peluncuran bertepatan dengan ulang tahun ke delapan Yayasan Damandiri tepatnya pada 15 Januari ini, dimaksudkan untuk menyemangati segenap warga bangsa khususnya kaum muda, bagaimana memajukan masyarakat dalam rangka membangun bangsa. Banyak saluran yang dapat ditempuh baik melalui bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi keluarga bahkan panggung politik.

Babon buku setebal 354 halaman yang didampingi lima seri, pertama bertajuk Visi Kependudukan Berwawasan Kemanusiaan setebal 272 halaman, kedua Pendidikan Perempuan Aset Bangsa setebal 254 halaman, ketiga Ekonomi Keluarga Pilar Keluarga Sejahtera setebal 276 halaman, keeampat Langkah Tepat Selamatkan Nyawa setebal270 halaman dan kelima Mewujudkan Kemandirian Keluarga Kurang Mampu setebal 210 halaman.

Enam buku yang terdiri satu induk dan lima seri pendukung menandai ulang hari jadi ke 65 tahun, sebuah perjalanan yang panjang dari seorang anak Pacitan, Jawa Timur dalam berperan serta membangun masyarakat dan bangsanya. Tahun 2004, tepatnya pada 6 Mei mendatang beliau genap berusia 66 tahun, banyak karya yang dapat dibukukan dalam upaya memajukan masyarakat, bangsa dan negaranya.

Haryono Suyono dalam rentang waktu yang panjang memiliki perhatian yang sangat besar terhadap pemberdayaan manusia, khususnya kaum perempuan dan keluarga. Titik sentral pembangunan pada manusia akan menjadi kunci dari keberhasilan pembangunan secara keseluruhan. Dengan peningkatan kualitas kehidupan manusia, tentunya bersama-sama dengan kualitas keimanan, akan mampu menjadikan kehidupan yang sejahtera.

Dari sekian banyak gagasan yang dilontarkan, perhatian yang cukup besar juga diberikan kepada masalah-masalah keagamaan, khususnya dari sudut pandangan ajaran Islam. Bagaimana secara konsepsional Islam mengajarkan kepada masyarakat muslim untuk menjalani kehidupan yang selamat dan sejahtera. Bukan saja dari sisi aqidah yang sudah baku, melainkan dari sudut pandang sosial kemasyarakatan yang berkembang seiring dengan dinamika masyarakat dan zamannya.

Zakat sebagai konsep kesejahteraan di masyarakat muslim, menjadi perhatian cukup bersar. Secara idiologi zakat bermakna sebagai implementasi serang terhadap ajaran Islam, namun dalam kehidupan sehari-hari dijabarkan secara faktual dalam bermasyarakat dan berbangsa. Puasa dan Zakat Pengentasan Kemiskinan demikian judul yang dipilihnya.

"Sesuai dengan ajaran Islam, amal ibadah yang dapat kita lakukan ialah menyantuni anak yatim, anak piatu dan membantu keluarga miskin, kaum dhuafa. Karena itu kita harus menumbuhkan semangat beribadah di bulan Ramadhan yang penuh berkah dan mengajak semua pihak menyambut dengan kegembiraan datangnya Hari Raya Idul Fitri. Amal ibadah itu akan mendapatkan pahala berlipat ganda bila kita lakukan melalui pembayaran zakat, infak dan sadakah yang kita berikan kepada mereka yang berhak menerimanya," demikian Haryono Suyono dalam salah satu tulisannya. (Buku Induk: halaman 86).

Zakat dan rukun Islam lainnya seperti shahadat, shalat, puasa dan haji adalah merupakan paket yang tidak terpisahkan satu sama lain. Dengan demikian semua rukun Islam harus dilakukan secara serempak sesuai dengan kemampuan masing-masing. Namun dalam pelaksanaannya tampak umat Islam lebih mendahulukan ibadah yang sifatnya vertikal, yaitu shahadat, shalat, puasa dan haji.

Ibadah yang sifatnya horizontal seperti zakat, infak dan sadakah sebagian umat Islam masih enggan melaksanakannya. Padahal yang disebut terakhir ini sebenarnya yang dituntut dari umat Islam guna membantu fakir miskin yang jumlahnya terus meningkat. Zakat infak dan sadakah, selain bersifat sosial juga bermakna vertikal.

Berkenaan dengan zakat, infak dan sadakah ini pada tahun 1998, Kantor Menko Kesra dan Taskin, Departemen Agama, Majelis Ulama Indonesia, banyak organisasi Islam serta Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta, mengembangkan kesempatan bersama untuk meningkatkan pengentasan kemiskinan. Kesepakatan itu ditindaklanjuti dengan berbagai pertemuan dan upaya-upaya konkrit lain yang bergulir dengan sangat menarik.

"Kemudian Pemerintah DKI Jakarta membentuk suatu lembaga BAZIS, Badan Amil Zakat, Infak dan Sadakah yang ditugasi untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang terkait," paparnya. Salah satu upaya yang dilakukan BAZIS menyantuni kaum dhuafa seperti anak jalanan, penjaga pintu rel kereta api, petugas kebersihan, anak yatim piatu dan sebagainya.

Bukan saja konsep zakat yang memberikan jalan keluar bagi masyarakat muslim dalam mengatasi masalah kemiskinan, melainkan melalui berbagai instrumen yang sudah disiapkan menurut ajaran Islam. Qurban misalnya secara tegas memberikan solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat, khususnya mereka yang tergolong kurang mampu. Secara substansial qurban sebagai ibadah namun makna yang dikandungnya sangat luas, sosial kemasyarakatan dan bentuk solidaritas sesama warga masyarakat.

"Setiap memperingati Hari Raya Idul Adha, Hari Raya Qurban kita menyegarkan keimanan dan keikhlasan berkurban untuk saudara-saudara yang miskin dan atau sedang dirundung cobaan," ( halaman: 101). Di kota dan desa rakyat biasa tanpa dikomando baik yang kaya atau pas-pasan dengan tulus ikhlas mengulurkan tangan membantu apa adanya. Sebaliknya dengan rasa terima kasih yang mendalam, saudara kita yang terkena musibah baik banjir, tanah longsor atau cobaan lain menerima bantuan itu dengan rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa.

1 komentar:

  1. Artikelnya bagus, penjelasannya sangat jelas terdapat di surat Al Quran dan yang lebih menarik adalah terdapat kisah-kisah teladan pada zaman Nabi Muhamad yang belum kita ketahui. Thx..

    BalasHapus