Jumat, 24 September 2010

GALIS AULIA

GALIS AULIA
Maksud dari menyantuni kaum duafa ialah memberikan harta atau barang yang bermanfaat untuk duafa, kaum duafa sendiri ialah orang yang lemah dari bahasa Arab (duafa) atau orang yang tidak punya apa-apa, dan mereka harus disantuni bagi kewajiban muslim untuk saling memberi, itu sebagai bentuk ibadah kepada Allah Swt perlu digaris bawahi, bahwa “memberi” tidak harus uang malah kita berikan makanan bisa tapi nanti ibadahnya akan mengalir terus seperti halnya infak dan kalau sudah diberi akan jadi tanggung jawab orang miskin itu, misal saja barang yang diberikan digunakan untuk beribadah kepada Allah atau hal positif lainnya akan terkena pahala yang sama, ketika Dia gunakan tadi, sebaliknya degan digunakan mencopet atau judi kita tidak akan mendapat pahala buruk dari orang miskin itu insya Allah pahalanya tidak akan berkurang setelah memberi kepada orang miskin itu gunakan.
Dan menurut para ulama menyantuni kaum duafa akan menyelamatkan diri kita dari api neraka, tapi sekarang banyak manusia yang segan megeluarkan hartanya untuk berinfak pada kaum duafa, tapi ada juga yang selalu membantu kaum dufa itu, bukan saja yang berarti duafa pada orang miskin juga bisa pada misalnya ; panti asuahan, membangun masjid, kepada diri sendiri, anak yang putus sekolah biayai pendidikannya sampai tingkat SMA , dan keluarga dekat serta orang yang sedang perjalanan, ini sama dijelaskan pada surat Al-isra’ ayat 26-27.
Untuk anak yatim, Islam memerintahkan untuk memeliharanya (1). Memuliakannya (2). Tidak boleh berlaku sewenang-wenang (3). Menjaga hartanya ( kalau ada), sampai anak yatim tersebut dewasa, mandiri dan bisa mengurus hartanya (4).
Seperti dijelaskan dalam hadist bukhari dibawah ini bila seseorang memelihara anak yatim :
(1) Dari Sahl bin Sa’ad r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Saya dan orang yang memelihara anak yatim itu dalam syurga seperti ini." Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya dan merenggangkan antara keduanya itu." (Riwayat Bukhari)
(2) Surat Al Fajr ayat 17 “Sekali-kali tidak (demikian). Sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim”
(3) Surat Adh Dhuhaa ayat 9 “Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenag-wenang ”
(4) Al-Isra’ : 34, Al-Baqarah : 220, An-Nisa : 2, An-Nisa : 6
Untuk fakir miskin, kita harus menganjurkan orang untuk memberi makan. Kalau tidak, bahaya, cap kita adalah pendusta agama (5). Fakir miskin juga termasuk kedalam golongan yang berhak menerima zakat pun harta rampasan perang dari umat muslim (6).
Ada Dalam Al-Qur’an ayat berikut :
(5) Al Maun : 3
(6) Al Anam : 141, Al Baqarah : 177, Al Anfaal : 41, Al Hasyr : 7
Perlu ditekankan, bahwa defenisi Islam untuk orang yang miskin adalah orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya, dan tidak pernah berfikir untuk diberi sedekah dan tidak mau pergi untuk meminta-minta kepada orang lain (7) . Jadi orang seperti inilah, yang menyebabkan anda menjadi pendusta agama saat tidak menganjurkan untuk memberinya makan. Dan orang seperti inilah yang berhak terhadap zakat dan bagian dalam harta fa’i. dalam hadist buhari dan muslim dijelaskan :
(7) Dari abu hurairah ra. ia berkata rasulullah saw bersabda; "bukan dinamakan orang miskin, orang yang meminta-minta kemudian ia tidak memperoleh sesuap dan dua suap makanan atau tidak memperoleh satu dan dua buah butir kurma tapi yang dinamakan orang miskin adalah orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya dan tidak pernah berpikir untuk diberi sedekah dan ia juga tidak mau pergi untuk meminta-minta kepada orang lain (HR Bukhari dan Muslim )
Meminta-minta didalam Islam sangatlah tidak dianjurkan. Ia hanya pilihan untuk kondisi sangat genting. Kepepet kata orang kita. Karena banyaknya keburukan yang didapat dari meminta. Ketika meminta-minta, orang akan otomatis kehilangan keberkahan harta (8). Dan sesuai konteks, meminta itu untuk menyelamatkan diri dari kondisi kepepet,maka harus sedikit saja. Secukupnya untuk menutupi kekurangan yang ada, tidak boleh untuk memperkaya diri, karena sama dengan meminta bara api (9). Untuk itu, dalam kondisi yang melaratpun, umat Islam harus tetap berusaha mandiri dengan jalan halal. Keringanan dengan jalan meminta-minta ini hanya diperbolehkan karena tiga sebab, yaitu : Seperti Hadist No. (10)
- pertama seseorang yang menanggung beban yang amat berat, maka ia diperbolehkan meminta-minta sampai dapat memperingan bebannya; kemudia ia mengekang dirinya untuk tidak meminta-minta lagi;
- kedua seseorang yang tertimpa kecelakaan dan hartanya habis, maka ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan kehidupan yang layak,
- yang ketiga seorang yang sangat miskin sehingga ada tiga orang yang bijaksana diantara kaumnya mengatakan" si fulan benar-benar miskin" maka ia diperbolehkan meminta-minta, sampai dapat hidup dengan layak.
Dalam hadist riwayat bukhari & muslim Dijelaskan ialah :
(8) Dari hakim bin hizam ra. ia berkata; saya meminta kepada rasulullah saw, maka beliau memberi saya ; kemudian saya meminta lagi kepada beliau dan beliau memberi saya lagi. kemudia beliau bersabda; " Hai hakim, sesungguhnya harta itu memang manis dan mempesonakan. siapa saja mendapatkannya dengan kemurahan jiwa, maka ia mendapatkan berkah, tetapi siapa saja mendapatkannya dengan meminta-minta, maka ia tidak akan mendapatkan berkah, ia bagaikan orang yang sedang makan tetapi tidak pernah merasa kenyang. Tangan di atas (yang memberi , lebih baik daripada tangan dibawah ; hakim berkata; wahai rasulullah , demi zat yang mengutus engkau dengan kebenaran, saya tidak akan menerima sesatu pun dari seseorang seduah pemberianmu ini sampai saya meninggal dunia (HR Bukhari dan Muslim )
(9) Dari abu hurairah ra ia berkata; rasulullah saw bersabda; "siapa saja yang meminta- minta kepada sesama manusia dengan maksud untuk memperbanyak harta kekayaan, maka sesusungguhnya ia meminta bara api; sehingga terserah kepadanya apakah cukup dengan sedikit saja atau akan memperbanyaknya (HR Muslim )
Selain tiga hal diatas, Rasul menyatakan usaha meminta-minta adalah haram.
Dari pemaparan jalan yang ditawarkan Islam diatas jelas bahwa menurunkan Perda Pelarangan Memberi Uang Kepada Pengemis, tidak bijak. Apalagi dengan tujuan utama, kebersihan dan ketertiban. Si Penguasa sama dengan menzalimi pengemis-pengemis dan gelandangan. Tapi terlebih dahulu, dia menzalimi diri sendiri dengan menimbun gunugan dosa kezhaliman.
(10) Dari abu bisyr Qabishah bin al Mukhariq ra, ia berkata; saya adalah orang yang menanggung beban amat berat, maka saya mendatangi rasulullah saw untuk meminta bantuannya meringankan beban itu, kemudia beliau bersabda " tunggulah sampai ada zakat yang datang ke sini, nanti akan aku suruh si amil (pengumpul dan pembagi zakat) untuk memberi bagian kepadamu , kemudia beliau bersabda; Wahai Qabishah , meminta-minta itu tidak diperbolehkan kecuali ada salah satu dari 3 sebab;
- pertama seseorang yang menanggung beban yang amat berat, maka ia diperbolehkan meminta-minta sampai dapat memperingan bebannya; kemudian ia mengekang dirinya untuk tidak meminta-minta lagi;
- kedua seseorang yang tertimpa kecelakaan dan hartanya habis, maka ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan kehidupan yang layak,
- yang ketiga seorang yang sangat miskin sehingga ada tiga orang yang bijaksana diantara kaumnya mengatakan" si fulan benar-benar miskin" maka ia diperbolehkan meminta-minta, sampai dapat hidup dengan layak,
wahai Qabishah meminta-minta selain disebabkan tiga hal tadi adalah usaha yang haram dan orang yang memakannya berarti ia makan barang haram (HR Muslim )
Di dalam Alquran baik atau kebaikan menggunakan kata ihsan birr dan ishlah. Kata ihsan bisa dilihat pada firman Allah yg artinya “Dan siapakah yg lbh baik agamanya daripada orang yg ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah sedang dia pun mengerjakan kebaikan dan ia mengikuti agama Ibrahim yg lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” . Bila dikaitkan dgn hadis tentang kedatangan Jibril kepada Nabi Muhammad saw ihsan adl perbuatan baik yg dilakukan oleh seseorang krn merasakan kehadiran Allah dalam dirinya atau dia merasa diawasi oleh Allah SWT yg membuatnya tidak berani menyimpang dari segala ketentuan-Nya. Adapun kata baik dalam arti birr bisa dilihat pada firman Allah yg artinya “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke timur maupun ke barat itu suatu kebaikan tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah hari akhir malaikat kitab dan nabi-nabi serta memberikan harta yg dicintainya kepada kerabatnya anak-anak yatim orang miskin musafir dan orang-orang yg meminta-minta; dan hamba sahaya mendirikan salat menunaikan zakat; dan orang-orang yg menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yg sabar dalam kesempitan penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yg benar ; dan mereka itulah orang-orang yg bertaqwa.” . Bila kita kaji ayat-ayat tentang kata al-birr termasuk ayat di atas maka akan didapat kesimpulan bahwa kebaikan itu menurut Mahmud Syaltut dalam tafsirnya membaginya menjadi tiga yakni birr dalam aqidah birr dalam amal dan birr dalam akhlak. Adapun kata baik dgn menggunakan kata ishlah terdapat dalam banyak ayat misalnya pada firman Allah yg artinya “Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim katakanlah ‘Mengurus urusan mereka secara patut adl baik’.” . Islah digunakan penggunaannya dalam kaitan hubungan yg baik antara sesama manusia di dalam Ensiklopedi Hukum Islam jilid 3 hal 740 dinyatakan “Islah merupakan kewajiban umat Islam baik secara personal maupun sosial. Penekanan islah ini lbh terfokus pada hubungan antara sesama umat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah SWT.” Di dalam Alquran Allah SWT menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yg sebaik-baiknya. Namun kemuliaan manusia ternyata tidak terletak pada keindahan fisiknya. Kalau manusia dianggap mulia dgn sebab badannya yg besar tentu akan lbh mulia binatang ternak seperti sapi kerbau unta gajah dan sebagainya yg memiliki berat badan yg jauh lbh berat. Karenanya bila manusia hanya mengandalkan kehebatan dan keagungan dirinya pada berat badan dia bisa lbh rendah kedudukannya daripada binatang ternak yg kemuliaannya terletak pada berat badannya. Allah SWT berfirman yg artinya “Dan sesungguhnya Kami jadikan utk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya utk memahami dan mereka mempunyai mata tidak dipergunakannya utk melihat dan mereka mempunyai telinga tidak dipergunakannya utk mendengar . Mereka itu seperti binatang ternak bahkan mereka lbh sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yg lalai.”. Oleh krn itu kemuliaan manusia bisa kita pahami dari iman dan amal saleh atau kebaikannya dalam bersikap dan bertingkah laku di mana pun dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun situasi dan kondisinya. Itu sebabnya semakin banyak perbuatan baik yg dilakukannya maka akan semakin mulia harkat dan martabatnya di hadapan Allah SWT. Di sinilah letak pentingnya bagi kita utk berloma-lomba dalam kebaikan sebagaimana firman Allah yg artinya “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya yg ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian . Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” . Jalan Menuju Amal Baik Meskipun kebaikan kita sadari sebagai sesuatu yg harus kita laksanakan ternyata tidak sedikit orang yg tidak antusias utk melakukan kebaikan itu. Karena itu ada beberapa hal yg bisa dijadikan resep bagi seseorang agar bersemangat melakukan kebaikan.
Niat yg Ikhlas Niat yg ikhlas merupakan faktor penting dalam tiap amal. Karena dalam banyak amal di dalam Islam niat yg ikhlas merupakan rukun terpenting dan pertama. Niat yg ikhlas krn Allah dalam melakukan kebaikan akan membuat seseorang memiliki perasaan yg ringan dalam mengerjakan amal-amal yg berat sekalipun apalagi bila amal kebaikan itu tergolong amal yg ringan. Sedangkan tanpa keikhlasan jangankan amal yg berat amal yg ringan pun akan terasa menjadi berat. Disamping itu keikhlasan akan membuat seseorang berkesinambungan dalam amal kebaikan. Orang yg ikhlas tidak akan bersemangat krn dipuji dan tidak akan lemah krn dicela. Ada pujian atau celaan tidak akan membuatnya terpengaruh dalam melakukan kebaikan.
Cinta Kebaikan dan Orang Baik Seseorang akan antusias melaksanakan kebaikan manakala pada dirinya terdapat rasa cinta pada kebaikan hal ini krn mana mungkin seseorang melakukan suatu kebaikan apabila dia sendiri tidak suka pada kebaikan itu. Oleh krn itu rasa cinta pada kebaikan harus kita tanamkan ke dalam jiwa kita masing-masing sehingga kita akan menjadikan tiap bentuk kebaikan sebagai bagian yg tidak akan terpisahkan dalam kehidupan kita ini akan membuat kebaikan selalu menyertai kehidupan ini. Disamping cinta kepada kebaikan akan kita suka melakukan kebaikan harus tertanam juga di dalam jiwa kita rasa cinta kepada siapa saja yg berbuat baik hal ini akan membuat kita ingin selalu meneladani dan mengikuti segala bentuk kebaikan siapa pun yg melakukannya. Allah SWT telah menyebutkan kecintaan-Nya kepada siapa saja yg berbuat baik karenanya kita pun harus mencintai mereka yg berbuat baik. Allah berfirman yg artinya “Dan belanjakanlah di jalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dan berbuat baiklah krn sesungguhnya Alllah mencintai orang-orang yg berbuat baik.” .
Merasa Beruntung bila Melakukan Kebakan Berbuat baik merupakan sesuatu yg sangat mulia krn itu seseorang akan melakukan kebaikan apabila dgn kebaikan itu dia merasa memperoleh keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat. Ada banyak keuntungan yg akan diperoleh manusia bila ia berbuat baik. Pertama selalu disertai oleh Allah SWT lihat QS 16 128. Kedua menambah keni’matan untuknya lihat QS 2 58; 7 161; 33 29. Ketiga dicintai Allah lihat QS 7 161; 5 13; 2 236; 3 134; 3 148; 5 96. Keempat memperoleh rahmat Allah lihat QS 7 56. Kelima memperoleh pahala yg tidak disia-siakan Allah SWT lihat QS 9 120; 11 115; 12 56. Keenam dimasukkan ke dalam surga lihat QS 5 85; 39 34; 6 84; 12 22; 28 14; 37 80.
Merasa Rugi ila Meninggalkan Kebaikan Apabila seseorang merasa beruntung dgn kebaikan yg dilakukannya dgn sejumlah keutamaan yg disebutkan dalam Alquran maka bila seseorang tidak berbuat baik dia akan merasa sangat rugi baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Bagi seorang mukmin bagaimana mungkin dia tidak merasa rugi bila tidak melakukan kebaikan krn kehidupan ini memang harus dijalani utk mengabdi kepada Allah SWT yg merupakan puncak dari segala bentuk kebaikan yg harus dijalani. Manakala di dunia ini seseorang sudah merasa rugi maka di akhirat pun dia akan merasa rugi krn apa yg dilakukan seseorang dalam kehidupannya di dunia akan sangat berpengaruh di akhirat krn kehidupan akhirat pada hakikatnya adl hasil dari kehidupan di dunia bila seseorang berlaku baik di dunia dia akan memperoleh keberuntungan di akhirat disamping keberuntungan di dunia sedangkan bila seseorang tidak melakukan kebaikan di dunia maka dia akan memperoleh kerugian di dunia dan penyesalan yg sangat dalam di akhirat kelak sebagai bentuk dari mengabaikan nilai-nilai Islam. Allah SWT berfirman yg artinya “Barangsiapa mencari selain Islam sebagai agamanya maka sekali-kali tidaklah akan diterima daripadanya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yg rugi.” .

Resty Oktavyane <restyoktavyane@ymail.com> 
kepada saya
perlihatkan selengkapnya
 19 Sep (5 hari yang lalu) 
Nama : RESTY OCKTAVIYANE
KELAS : XI IPA 9
NO ABSEN : 25
12 08 2010
Ayat Al-Qur’an:
Surah Al-Baqarah,2: 148 dan Surah Fatir, 35: 32
A. Surat Al Baqarah ayat 148
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُواْ يَأْتِ بِكُمُ اللّهُ جَمِيعاً إِنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿١٤٨﴾
Artinya :
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.( Q.S Al-Baqarah : 148 )
Arti kata kata :
وَلِكُلٍّ dan bagi tiap tiap umat بِكُمُ اللّهُ dengan/padamu Allah
وِجْهَةٌ :Kiblat جَمِيعاً :Sekalian /semua
هُوَ :Ia إِنَّ اللّهَ :Sesungguhnya Allah
مُوَلِّيهَا :Menghadap kepadanya عَلَى كُلِّ :Atas segala
فَاسْتَبِقُوا :Maka berlomba lombalah kamu شَيْءٍ :Sesuatu
الْخَيْرَاتِ :Kebaikan قَدِيرٌ :Mahakuasa
أَيْنَ مَا dimana saja
تَكُونُوا :Kamu berada
يَأْتِ :Mengumpulkan
Identifikasi Tajwid:
1. Idgam bigunnah, yaitu huruf tanwin bertemu wau dalam bacaan وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ
2. Izhar halqi, yaitu huruf tanwin bertemu ha dalam bacaan
وِجْهَةٌ هُوَ
3. Mad Tabi`i, yaitu sebelum huruf ya bersukun hurufnya berharakat kasrah dalam bacaan
مُوَلِّيهَا
4. Ikfa, yaitu huruf bertanwin bertemu huruf qaf dalam bacaan
جَمِيعاً إِنَّ اللّهَ
5. Mad arid lisukun, yaitu mad yang ada sebelum tanda berhenti/waqaf pada bacaan
قَدِيرٌ
ISI KANDUNGAN
Tiap tiap umat ada kiblatnya masing masing yang dijadikan arah untuk ibadah pada zamanya. Umat Islam menhadapkan wajahnya dalam beribadah menuju ke arah Masjidil Haram yang di dalamnya ada bangunan Kakbah. Umat nabi Ibrahim dan Ismail juga menghadap ke arah Kakbah sedangkan umat Bani Izrail dan umat Nasrani menghadap ke arah Baitul Maqdis. Allah swt memberikan ketentuan bagi setiap umat manusia dalam beribadah kepadaNya dengan menunjukkan rah kiblat yang sudah di tentukan. Manusia yang taat dan patuh terhadap apa yang diperintahkan Allah tentu akan melaksanakan dengan penuh taqwa, sedangkan orang yang ingkar akan mencari dan membuat arah kiblat sendiri sesuai dengan keinginanya.
Allah swt akan dapat menilai dan melihat hamba hambanya yang patuh dan taat, dapat pula melihat hambanya yang melanggar serta meninggalkan perintahnya. Manusia yang senantiasa berbuat baik dan taat pastilah Allah akan membalasanya dengan pahala berupa Syurga, Sedangkan manusia yang lalai dan meninggalkan perintah Allah maka tempatnya adalah di Neraka yang apinya senantiasa menyala nyala.
Hari kiamat sebagi hari pembalasan akan menjadi suatu masa bahwa setiap perbuatan manusia akan diminta pertanggungjawabanya. Perbuatan baik sekecil appun pasti akan mendapat balasanya demikian juga perbuatan buruk atau jahat sekecil apapun juga akan mendapat balasan yang sangat adil dan setimpal. Tak ada satupun manusia di hari kiamat yang akan dapat meloloskan diri dari pengadilan Allah swt. Kehidupan di akhirat hakekatnya adalah kehidupan hakiki dan merupakan kehidupan yang sebenarnya,oleh karena itu kehidupan yang sebentar di dunia ini hendaklah benar benar digunakan dengan sebaik baiknya untuk di isi dengan amal perbuatan yang baik. Kebahagiaan manusia di akhirat sesungguhnya ditentukan oleh kebahagiaan di dunia ini dengan satu syarat senantiasa melakukan dan melaksanakan syariat Allah dengan sebaik baiknya.
Allah swt sudah memberikan gambaran dan peringatan agar manusia berhati hati dalam hidup ini sebagaimana banyak tertuang dalam firman Allah yang berisi agar manusia berbuat baik, karena setiap perbuatan akan kembali kepada manusia itu sendiri. Seperti disebutkan dalam Al quran surat, Al-baqarah ayat; 25,58,83,195, Al-Maidah : 13, Al-An`am : 84, Al-A`raf : 56, Yunus: 26, dan Surat Yunus : 7
Selain firman Allah tersbut masih banyak surat dalam Al quran yang memerintahkan untuk berbuat baik. Maka dengan niat penuh keikhlasan hendaklah kita awali dan perbaharui hidup ini dengan niat untuk senantiasa melakukan amal amal perbuatan yang baik.
Surat Al Fathir : 32
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ ﴿٣٢﴾
Artinya :
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.
Arti kata kata
ثُمَّ :Kemudian مُّقْتَصِدٌ :Ada yang pertengahan
أَوْرَثْنَا :Kami wariskan سَابِقٌ :Yang lebih dulu
الْكِتَابَ :Kitab itu بِالْخَيْرَاتِ :Berbuat kebaikan
الَّذِينَ :Yang بِإِذْنِ اللَّهِ dengan izin Allah
اصْطَفَيْنَا :Kami pilih ذَلِكَ هُوَ :Yang demikian itu adalah
مِنْ عِبَادِنَا diantara hamba hamba kami الْفَضْلُ :Karunia
فَمِنْهُمْ :Lalu diantara mereka الْكَبِيرُ :Yang amat besar
ظَالِمٌ :Menganiaya
لِّنَفْسِهِ diri mereka sendiri
وَمِنْهُم dan diantara mereka
Identifikasi Tajwid :
1. Mim musyadah atau mim bertasydid pada bacaan ثُمَّ
2. Izhar yaitu huruf nun bersukun bertemu huruf `ain pada bacaan
مِنْ عِبَادِنَا
3. idgam bilagunnah yaitu huruf tanwin bertemu huruf lam pada bacaan
ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ
4. idgam mimi yaitu huruf mim bersukun bertemu huruf mim pada bacaan
وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ
5. izhar syafawi yaitu huru mim bersukun bertemu huruf sin pada bacaan
وَمِنْهُمْ سَابِقٌ
6. iqlab yaitu tanwin bertemu huruf ba pada bacaan
سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ
Isi Kandungan :
Berdasarkan surat dan ayat di atas Ibnu Taimiyyah membagi manusia kedalam tiga derajat kedudukan manusia :
1. Golongan Dholimun Linafsih, ialah golongan yang selalu mendholimi dan menganiaya diri sendiri. Mereka merupakan golongan yang durhaka kepada Allah SWT, dengan meninggalkan perintaNya dan mengerjakan Larangan laranganNya.
2. Golongan Mukhtasid, ialah golongan dari kelompok manusia yang derajatnya berada pada pertengahan, bersifat cermat dan senantiasa berhati hati dengan melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan laranganNya.
3. Golongan Sabiqun Bil Khairat, ialah golongan dari manusia yang senantiasa aktif dalam melakukan kebaikan. Golongan ini memiliki ruhiyyah yangtinggi dengan senantiasa melaksanakan yang wajib dan mengerjakan amalan amalan yang sunat. Hidupnya istiqomah dan menjauhi dari perkara perkara yang syubhat dan ragu ragu dalam kehidupan sehari hari.
Allah swt mewariskan kitab ( Al Quran ) kepada hamba hambanya yang terpilih untuk diamalkan dan dikerjakan apa yang diperintahkan dan dilarang dalam kitab tersebut. Dalam kenyataanya manusia memiliki berbagai ragam bentuk aktifitas untuk menerima dan mewarisi kitab yang telah Allah wariskan. Ada diantara mereka menanggapi kitab Allah dengan sungguh sungguh dan mengerjakanya dengan amal amal perbuatan baik karena mendapatkan ridho dan izin Allah, adapula yang menerima dengan seenaknya tanpa mau mengerjakan apalagi mentaati isi dan ajaran kitab Allah tersebut sehingga apa yang dilakukanya sesungguhnya seperti menganiaya diri sendiri. Karena manusia yang tidak mau beramal baik sesuai dengan kitab Allah sesungguhnya amal perbuatan itu akan kembali pada dirinya sendiri. Dan yang lebih banyak manusia itu ada di pertengahan yang terkadang taat namun dilain waktu manusia itu melanggar.
Kitab Allah ( Al-Quran ) merupakan satu pedoman hidup manusia baik untuk kebahagiaan di dunia maupun kebahagiaan hidup di akhirat. Agar manusia mampu meraih kedua hal tersebut maka manusia dituntut untuk mampu memahami, membaca, dan mengamalkan apa yang terkandung dalam kitab Allah tersebut. Orang Islam mempunyai kewajiban untuk mampu dan dapat membaca Al-quran dengan baik dan benar, memahami arti dan maknanya, serta mengamalkan apa yang ada didalamnya.
Sayid Sabiq dalam kitabnya telah membagi akhlak manusia kedalam tiga tingkatan :
1. Nafsu Amarah, ialah nafsu manusia yang tingkatanya paling rendah dan sangat hina karena senantiasa mengutamakan desakan dan bisikan hawa nafsu yang merupakan godaan syaitan.
2. Nafsu Lawwammah, ialah nafsu yang senantiasa menjaga amal manusia untuk berbuat salih dan berhati hati serta instropeksi terhadap kesalahan kesalahan apabila terperosok kedalam kemungkaran.
3. Nafsu Muthmainah, ialah akhlak manusia yang paling tinggi derajatnya karena memiliki ruhani dan jiwa yang tenang, suci, dalam keadaan selalu melakukan kebaikan kebaikan dan beramal shalih

edi hartono <edi.hartono78@yahoo.co.id> 
kepada saya
perlihatkan selengkapnya
 19 Sep (5 hari yang lalu) 
Dan oleh kasih Tuhanmu kamu pun (Muhammad) bersikap lemah-lembut kepada mereka
(QS 3:159)

Demikian Tuhan sendiri menggambarkan sifat-utama pesuruhnya. Bukan hanya itu, di dalam kitab-suci-Nya Dia kabarkan:


Telah datang padamu seorang Pesuruh dari (kalangan) dirimu sendiri. Dia merasa berat atas apa-apa yang menimpamu, sangat menginginkan (kesejahteraan)-mu, dan kepada orang-orang beriman dia amatlah penyantun dan penyayang. (QS 9:128)

Kiranya, semua sifat penuh kasih dan kelembutan itu adalah suatu kenyataan logis mengingat Tuannya Muhammad s.a.w. itu telah berfirman bahwa, ia (Muhammad) tak disuruh kecuali untuk menebarkan kasih bagi alam dan segenap penghuninya (QS 21:107). Ia adalah utusan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, ia adalah suruhan Penopang dan Pemelihara alam keseluruhan.Suatu kali sahabatnya mendengar ia berkata: ”Orang-orang yang saling mencinta karena mengakui Kebesaran-Nya, hidupnya akan penuh cahaya, sehingga bahkan para nabi dan syuhada iri kepadanya.” Memang, ”tak akan masuk surga … kecuali kalian saling mencinta,” begitu dinasihatkannya.

Biografinya penuh dengan kisah-kisah fantastis yang mendemonstrasikan sifat penuh cinta-kasih seperti itu. Juga kepada anak-anak. Dia dikenal tak tahan mendengar tangis anak-anak; sebaliknya, orang melihatnya senang menggendong dan memboncengkan mereka di atas untanya. Dia senang menciumi anak-anak sehingga, ketika seorang badui mengecamnya karena mempertunjukkan sikap yang katanya kurang ”laki-laki”, dengan agak kesal dia menukas: ”Siapa yang tidak mengasihi tak akan dikasihi.”Keprihatinannya terhadap nasib para janda juga sudah merupakan bahan standar dalam uraian-biografisnya. Dia jadikan upaya mengurusi kaum yang lemah ini sebagai insentif untuk meraih surga, sebagaimana menyantuni anak yatim adalah bukti integritas keagamaan seseorang. Yang tak pernah dia lupakan, kapan saja ia bertemu anak-anak tanpa ibu-bapa ini, adalah mengusap-usap kepala mereka. Katanya: ”Orang yang menyantuni anak yatim akan bersamaku di surga, seperti jari telunjuk dan jari tengah.”


Berkiprah di tengah-tengah kaum dhu’afa, belajar dari Nabi ini, adalah tak kurang daripada perjalanan spiritual untuk menemui-Nya. Katanya: ”Temui (Dia) di tengah-tengah mereka.”
Meski perbudakan adalah sesuatu yang lazim di masanya, perlakuan Muhammad s.a.w. kepada mereka tak beda dengan terhadap manusia merdeka. Seorang budak perempuan yang bersedih karena menghilangkan uang belanja majikannya membuatnya mau menunda aktivitasnya. Digantinya uang yang hilang, diantarnya si budak ke pasar untuk membeli barang suruhan majikannya, dan ditemaninya pulang ke rumah demi menghindarkan kemarahan sang tuan akibat keterlambatan yang lama. Begitu baiknya ia kepada budaknya sendiri, Zaid ibn Haritsah, sehingga sang budak tetap memilih tinggal bersamanya bahkan ketika ia hendak diserahkan kembali kepada orangtuanya sebagai manusia merdeka. Kata sang budak, sepanjang hidupnya Muhammad tak pernah menunjukkan kekesalan kepadanya.

Rasa pemaafnya nyaris tanpa batas. Dia menjenguk musuh yang terus menghina dan menyiraminya dengan kotoran ketika si musuh didapatinya terbaring sakit. Dia menyuapi Yahudi tunanetra yang setiap hari mencacinya. Dan dia memberikan amnesti tanpa syarat kepada kaum penindas Makkah yang telah berupaya menyengsarakan hidupnya, justru ketika dia bisa melakukan apa saja setelah menaklukkan mereka. Ketika Jibril bertanya, apakah Nabi mau agar ia (Jibril) jatuhkan gunung kepada orang-orang yang menganiayanya di Tha’if, dia malah memintakan ampun atas merka. ”Karena mereka tidak mengerti,” katanya.

Tak hanya ketika di dunia saja Muhammad mempersembahkan hidupnya untuk manusia. Di ranjang-kematiannya, kata-kata yang terus terucap adalah: ”Umatku … umatku ….” Bahkan, dikabarkan bahwa, kelak di padang mahsyar sana, ketika semua orang bukan alang-kepalang kebingungan dan ketakutan, ketika ibu-ibu pun melupakan anak-anaknya karena dahsyat dan mencekamnya suasana, yang dia lakukan adalah memanggil semua orang – termasuk para pendosa: ”Halumma … halumma … (Kemarilah … kemarilah …). Biar aku berikan syafa’atku kepadamu, agar Tuhan mengampuni dosa-dosamu.”

Begitu kasihnya Muhammad pada manusia sehingga dia katakan bahwa Tuhannya ada bersama orang-orang lemah, orang-orang yang hancur hatinya, orang-orang lapar, orang-orang yang terasing dan kesepian, dan orang-orang sakit. Bahkan, tak ada Islam yang lebih utama ketimbang menyantuni mereka.

”Apakah Islam yang paling baik itu?” ia ditanya.

”Islam yang paling baik adalah memberi makan orang yang lapar dan menebarkan kedamaian di tengah orang-orang yang kau kenal maupun yang asing,” jawabnya.
Suatu kali ia pun mengajar kita: ”Barangsiapa menyayangi apa-apa yang ada di bumi, dia akan disayangi Yang di Langit.”

Kedermawanan-hatinya tak mengecualikan manusia, bahkan makhluk lain yang bukan manusia. Sudah terkenal perintahnya agar manusia tak merusak tetumbuhan, meskipun dalam kecamuk perang. Pernah dia kabarkan pula ihwal seorang pelacur yang diampuni dosa-dosa-kejinya hanya karena memberi minum seekor anjing yang kehausan. Hingga sabdanya: ”Dalam setiapyang di dalamnya melata kehidupan, ada ganjaran.”Kepada orang kafir pun tak kurang-kurang ia luapkan kedermawanan hatinya. Setidaknya ini kisah Jalaluddin Rumi dalam Matsnawi-nya : (makhluk)

Seorang kafir mengunjungi Nabi, dan Nabi pun menjamunya. Sebagaimana kebiasaan orang-orang yang hanya percaya dunia, dia makan dengan ”tujuh perut”-nya. Tapi bukan itu saja. Setelah mengenyangkan dirinya, dia berbaring di ruang tamu, dan mengotori kain linen, milik Nabi, tempatnya berbaring. Malah akhirnya dia menyelinap keluar rumah begitu saja sebelum fajar menjelang. Ketika ia terpaksa kembali untuk mengambil barangnya yang tak sengaja tertinggal di rumah Nabi, didapatinya manusia mulia ini sedang mencuci kain linen itu dengan tangannya sendiri, tanpa sedikit pun menunjukkan kekesalan kepada si kafir.

Memang, tak ada yang bisa ragu, Muhammad s.a.w. menjadikan jalan terpendek untuk bertemu Tuhan kita, tidak pada sekadar ibadah ritual belaka, bahkan tidak pada latihan-latihan mistik individual saja, melainkan pada besarnya cinta kita. Cinta kepada Tuhan Sang Maha Cinta, dan cinta pada sesama manusia.

Inilah spiritualitas yang sesungguhnya. Inilah tasawuf, sejatinya.

Doa dan keselamatan atasmu, wahai al-Musthafa!

Disunting dari:
www.haddad-alwi.com

Berlomba-lomba dalam Kebaikan.


Di dalam Al-Qur’an, baik atau kebaikan menggunakan kata ihsan, birr, dan ishlah. Kata ihsan (ahsan dan muhsin) bisa dilihat pada firman Allah:

"Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. " (QS 4: 125)

Bila dikaitkan dengan definisi ihsan dalam hadits kedatangan Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, maka ihsan adalah perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang karena merasakan kehadiran Allah dalam dirinya atau dia merasa diawasi oleh Allah SWT yang membuatnya tidak berani menyimpang dari segala ketentuan-Nya.

Sedangkan kata baik dalam arti birr bisa dilihat pada firman Allah:

"Bukanlah sekedar menghadapkan wajahmu ke timur maupun ke barat yang disebut suatu kebaikan, tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab dan nabi-nabi serta memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (QS 2: 177).

Bila kita kaji ayat-ayat tentang kata al birr, termasuk ayat di atas, maka akan didapat kesimpulan bahwa kebaikan itu - menurut Mahmud Syaltut dalam tafsirnya - dibagi menjadi tiga, yakni birr dalam aqidah, birr dalam amal dan birr dalam akhlak.

Adapun kata baik dengan menggunakan kata ishlah terdapat dalam banyak ayat, misalnya pada firman Allah:

"Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: mengurus urusan mereka secara patut adalah baik." (QS 2: 220)

Istilah ishlah (berlaku baik) digunakan dalam kaitan hubungan antara sesama manusia. Dalam Ensiklopedia Hukum Islam, jilid 3 hal 740 dinyatakan, "Ishlah merupakan kewajiban umat Islam, baik secara personal maupun sosial. Penekanan ishlah ini lebih terfokus pada hubungan antara sesama umat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah SWT."

Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Namun, kemuliaan manusia ternyata tidak terletak pada keindahan fisiknya. Kalau manusia dianggap mulia dengan sebab badannya yang besar, tentu akan lebih mulia binatang ternak seperti sapi, kerbau, unta, gajah dan sebagainya yang memiliki berat badan jauh lebih berat. Karenanya bila manusia hanya mengandalkan kehebatan dan keagungan dirinya pada berat badan, maka dia bisa lebih rendah kedudukannya daripada binatang ternak yang kemuliaannya terletak pada berat badannya. Allah SWT berfirman:

"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS 7: 179).

Oleh karena itu, kemuliaan manusia bisa kita pahami dari iman dan amal shaleh atau kebaikannya dalam bersikap dan bertingkah laku, di manapun dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun situasi dan kondisinya. Itu sebabnya, semakin banyak perbuatan baik yang dilakukannya, maka akan semakin mulia harkat dan martabatnya di hadapan Allah SWT. Di sinilah letak pentingnya bagi kita untuk berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana firman Allah:

"Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS 2: 148).

Jalan Menuju Amal Baik

Meskipun kebaikan kita sadari sebagai sesuatu yang harus kita laksanakan, ternyata hanya sedikit orang yang antusias untuk melakukan kebaikan itu. Karena itu, ada beberapa hal yang bisa dijadikan resep bagi seseorang agar bersemangat melakukan kebaikan.

Niat Yang Ikhlas

Niat yang ikhlas merupakan faktor penting dalam setiap amal. Karena di dalam Islam, niat yang ikhlas merupakan rukun amal yang pertama dan terpenting. Niat yang ikhlas karena Allah dalam melakukan kebaikan akan membuat seseorang memiliki perasaan yang ringan dalam mengerjakan amal-amal yang berat sekalipun, apalagi bila amal kebaikan itu tergolong amal yang ringan. Sedangkan tanpa keikhlasan, jangankan amal yang berat, amal yang ringan pun akan terasa berat. Di samping itu, keikhlasan akan membuat seseorang berkesinambungan (istimrar) dalam melakukan amal kebaikan. Orang yang ikhlas tidak akan bertambah semangat hanya karena dipuji dan tidak akan melemah karena dicela. Adanya pujian atau celaan tidak akan mempengaruhi semangatnya dalam melakukan kebaikan.

Cinta Kebaikan Dan Orang Baik.

Seseorang akan antusias melaksanakan kebaikan manakala pada dirinya terdapat rasa cinta pada kebaikan. Karena mana mungkin seseorang melakukan suatu kebaikan apabila dia sendiri tidak suka pada kebaikan itu. Oleh karena itu, rasa cinta pada kebaikan harus kita tanamkan ke dalam jiwa kita masing-masing sehingga kita menjadikan setiap bentuk kebaikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita. Sehingga kebaikan akan selalu menyertai kehidupan ini.

Di samping cinta kepada kebaikan, agar kita suka melakukan kebaikan, harus tertanam juga di dalam jiwa kita rasa cinta kepada siapa saja yang berbuat baik. Hal ini akan membuat kita ingin selalu meneladani dan mengikuti segala bentuk kebaikan, siapa pun yang melakukannya. Allah SWT telah menyebutkan kecintaan-Nya kepada siapa saja yang berbuat baik, karenanya kita pun harus mencintai mereka yang berbuat baik, Allah berfirman:

"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik." (QS 2: 195).

Merasa Beruntung Bila Melakukan

Berbuat baik merupakan sesuatu yang sangat mulia dan seseorang akan bersemangat melakukan kebaikan apabila dengan kebaikan itu dia merasa yakin memperoleh keberuntungan, baik di dunia maupun di akhirat. Ada banyak keuntungan yang akan diperoleh manusia bila ia berbuat baik.



Pertama, selalu disertai oleh Allah SWT, lihat QS 16: 128.


Kedua, menambah kenikmatan untuknya, lihat QS 2: 58, 7: 161, 33: 29.


Ketiga, dicintai Allah, lihat QS 7: 161, 5: 13, 2: 236, 3: 134, 3: 148, 5: 96.


Keempat, memperoleh rahmat Allah, lihat QS 7: 56.


Kelima, memperoleh pahala yang tidak disia-siakan Allah SWT, lihat QS 9: 120, 11: 115, 12: 56.


Keenam, dimasukkan ke dalam surga, lihat QS 5: 85, 39: 34, 6: 84, 12: 22, 28: 14, 37: 80.




Merasa Rugi Bila Meninggalkan

Apabila seseorang merasa beruntung dengan kebaikan yang dilakukannya karena sejumlah keutamaan yang disebutkan dalam Al-Qur’an, maka bila seseorang tidak berbuat baik dia akan merasa sangat rugi, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Bagi seorang mukmin, bagaimana mungkin dia tidak merasa rugi bila tidak melakukan kebaikan, karena kehidupan ini memang harus dijalani untuk mengabdi kepada Allah SWT yang merupakan puncak dari segala bentuk kebaikan yang harus dijalani.

Manakala di dunia ini seseorang sudah merasa rugi, maka di akhirat pun dia akan merasa rugi, karena apa yang dilakukan seseorang dalam kehidupannya di dunia akan sangat berpengaruh pada kehidupannya di akhirat, karena kehidupan akhirat pada hakikatnya adalah hasil dari kehidupan di dunia. Bila seseorang berlaku baik di dunia, dia akan memperoleh keberuntungan di akhirat di samping keberuntungan di dunia, sedangkan bila seseorang tidak melakukan kebaikan di dunia, maka dia akan memperoleh kerugian di dunia dan penyesalan yang sangat dalam di akhirat kelak sebagai akibat dari pengabaian nilai-nilai Islam, Allah SWT berfirman yang artinya, "Barang siapa mencari selain Islam sebagai agamanya, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi."

Meneladani Generasi Yang Baik

Perbuatan baik dan yang lebih baik lagi akan dilakukan oleh seorang muslim apabila dia mau meneladani orang yang berbuat baik. Hal ini menjadi penting karena dengan demikian dia menyadari bahwa meskipun ia merasa sudah banyak perbuatan baik yang dilakukannya, tetap saja dia merasa masih sedikit dibanding orang lain yang jauh lebih baik dari dirinya. Sehingga akan memicu semangatnya untuk berbuat baik yang lebih banyak lagi. Karena itu, idealnya seorang mukmin bisa menjadi seperti cermin bagi mukmin lainnya sehingga manakala seseorang mengenal dan memperhatikan dirinya secara seksama akan terasa begitu banyak kekurangan, termasuk dalam hal berbuat baik.

Memahami Ilmu Kebaikan

Bagi seorang muslim, setiap amal yang dilakukannya tentu harus didasari pada ilmu, semakin banyak ilmu yang dimiliki, dipahami dan dikuasai, maka insya Allah akan makin banyak amal yang bisa dilakukannya. Sedangkan semakin sedikit pemahaman atau ilmu seseorang, akan semakin sedikit juga amal yang bisa dilakukannya. Apalagi orang yang mempunyai ilmu belum tentu secara otomatis bisa mengamalkannya. Ini berarti, seseorang akan semakin terangsang untuk melakukan kebaikan manakala dia memahami ilmu tentang kebaikan itu.

Kebaikan Yang Diterima

Setiap kebaikan yang dilakukan seseorang tentu harus menghasilkan penilaian yang positif dari Allah SWT. Paling tidak, ada dua kriteria tentang kebaikan yang diterima oleh Allah SWT.

Pertama, ikhlas dalam beramal, yakni melakukan suatu amal dengan niat semata-mata karena Allah SWT, atau tidak riya dalam arti mengharap pujian dari selain Allah SWT. Karena itu, dalam hadits yang terkenal, Rasulullah Saw bersabda yang artinya, "Sesungguhnya amal itu sangat tergantung pada niatnya."

Kedua, melakukan kebaikan itu secara benar, karena meskipun niat seseorang sudah baik, bila ia melakukan amal dengan cara yang tidak benar, maka hal itu tetap tidak bisa diterima oleh Allah SWT. Sebab hal itu termasuk bagian dari mencari selain Islam sebagai agama, yang jelas-jelas akan ditolak Allah SWT sebagaimana yang sudah disebutkan pada QS 3: 85 di atas.

Akhirnya, menjadi jelas bagi kita bahwa hidup ini harus kita jalani semata-mata untuk mengabdi kepada Allah SWT (QS 51: 56) yang salah satunya terwujud dalam bentuk melakukan kebaikan. Dan masing-masing orang harus berusaha melakukan kebaikan sebanyak mungkin sebagai perwujudan kehidupan yang baik di dunia dan ini pula yang akan menjadi bekal bagi manusia dalam menjalani kehidupannya di akhirat kelak. Wallahu a’lam


Tags: nasehat
Prev: Kesombongan Manusia
Next: KESABARAN
Gumi Wardani <gunietz@yahoo.com> 
kepada saya
perlihatkan selengkapnya
 19 Sep (5 hari yang lalu) https://mail.google.com/mail/images/paperclip.gif
Bagaimana nasib anak yatim setelah kegiatan PEDULI kita pada bulan Ramadhan ini..?
Gumiwang Wardani
Bulan Ramadhan adalah bulan suci bagi umat Islam, semua muslim beriman wajib menjalankan ibadah puasa. Semua muslim berlomba-lomba sedekah, berlomba-lomba berbuat kebaikan.  Sesuai dengan janji Allah SAW bahwa pada bulan ini semua amal kebaikan akan dilipatgandakan bahkan bisa sampai 700x. Bayangkan kalau kita sedekah Rp. 1.000 maka akan digantikan menjadi Rp. 700.000. Coba cari di seluruh dunia ini, ada tidak bisnis yang seperti ini.
Memang tidak selamanya “barang” pengganti dari Allah itu adalah berupa uang, Allah bisa saja menggantinya dalam bentuk lain misal dengan kenikmatan hidup, kebahagiaan keluarga, terhindar dari kecelakaan dan lain sebagainya. Yang terpenting adalah hidup kita akan bisa hidup lebih tenang, tentram dan kita akan selalu merasa Allah di samping kita.
Santunan ke anak yatim juga ditingkatkan pada bulan ini. Buka bersama dengan anak yatim menjadi hal wajib bagi kita. Menyantuni orang miskin, janda miskin sudah menjadi hal yang wajib juga untuk dilaksanakan pada bulan suci ini.
Sekarang yang menjadi permasalahan adalah… apakah setelah selesainya bulan Ramadhan ini kita akan meninggalkan mereka semua (anak yatim, janda miskin, kaum dhuafa, dll)…?? Apakah kita tinggalkan semua kebiasaan baik ini dan kita akan mengulanginya lagi pada bulan Ramadhan tahun depan..??
Apakah kita memperhatikan mereka hanya pada saat bulan Ramadhan saja..??
Apakah kita anggap kehidupan mereka pada 11 bulan kedepan adalah kehidupan yang lain dari sekarang yang seolah-olah kita anggap mereka itu sangat membutuhkan bantuan kita pada bulan Ramadhan ini..??
Idealnya pada 11 bulan kedepan perhatian kita terhadap anak yatim, fakir miskin, janda miskin masih tetap sama. Apakah hanya demi kepuasan nafsu kita saja yang mengejar pahala 700x sehingga kita berbuat seolah-olah kita adalah malaikat penolong. Apakah hanya demi sebuah kegiatan yang dibungkus dengan nama PEDULI lalu kita harus menyantuni mereka..??
Semoga Kita semua bukan termasuk golongan seperti itu… semoga kita semua dimasukkan ke dalam golongan yang selalu ingat kepada kaum dhuafa, anak yatim diluar bulan Ramadhan ini dan semoga kita juga masih tetap peduli terhadap mereka semua di luar bulan suci ini.

Semoga semua amal ibadah kita dibalas dengan yang lebih baik oleh ALLAH SAW
ANEU XI IPA 8

MENYANTUNI KAUM DHUAFA

Maksud dari menyantuni kaum duafa ialah memberikan harta atau barang yang bermanfaat untuk duafa, kaum duafa sendiri ialah orang yang lemah dari bahasa Arab (duafa) atau orang yang tidak punya apa-apa, dan mereka harus disantuni bagi kewajiban muslim untuk saling memberi, itu sebagai bentuk ibadah kepada Allah Swt perlu digaris bawahi, bahwa “memberi” tidak harus uang malah kita berikan makanan bisa tapi nanti ibadahnya akan mengalir terus seperti halnya infak dan kalau sudah diberi akan jadi tanggung jawab orang miskin itu, misal saja barang yang diberikan digunakan untuk beribadah kepada Allah atau hal positif lainnya akan terkena pahala yang sama, ketika Dia gunakan tadi, sebaliknya degan digunakan mencopet atau judi kita tidak akan mendapat pahala buruk dari orang miskin itu insya Allah pahalanya tidak akan berkurang setelah memberi kepada orang miskin itu gunakan.
Dan menurut para ulama menyantuni kaum duafa akan menyelamatkan diri kita dari api neraka, tapi sekarang banyak manusia yang segan megeluarkan hartanya untuk berinfak pada kaum duafa, tapi ada juga yang selalu membantu kaum dufa itu, bukan saja yang berarti duafa pada orang miskin juga bisa pada misalnya ; panti asuahan, membangun masjid, kepada diri sendiri, anak yang putus sekolah biayai pendidikannya sampai tingkat SMA , dan keluarga dekat serta orang yang sedang perjalanan, ini sama dijelaskan pada surat Al-isra’ ayat 26-27.
Untuk anak yatim, Islam memerintahkan untuk memeliharanya (1). Memuliakannya (2). Tidak boleh berlaku sewenang-wenang (3). Menjaga hartanya ( kalau ada), sampai anak yatim tersebut dewasa, mandiri dan bisa mengurus hartanya (4).
Seperti dijelaskan dalam hadist bukhari dibawah ini bila seseorang memelihara anak yatim :
(1) Dari Sahl bin Sa’ad r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Saya dan orang yang memelihara anak yatim itu dalam syurga seperti ini." Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya dan merenggangkan antara keduanya itu." (Riwayat Bukhari)
(2) Surat Al Fajr ayat 17 “Sekali-kali tidak (demikian). Sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim”
(3) Surat Adh Dhuhaa ayat 9 “Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenag-wenang ”
(4) Al-Isra’ : 34, Al-Baqarah : 220, An-Nisa : 2, An-Nisa : 6
Untuk fakir miskin, kita harus menganjurkan orang untuk memberi makan. Kalau tidak, bahaya, cap kita adalah pendusta agama (5). Fakir miskin juga termasuk kedalam golongan yang berhak menerima zakat pun harta rampasan perang dari umat muslim (6).
Ada Dalam Al-Qur’an ayat berikut :
(5) Al Maun : 3
(6) Al Anam : 141, Al Baqarah : 177, Al Anfaal : 41, Al Hasyr : 7
Perlu ditekankan, bahwa defenisi Islam untuk orang yang miskin adalah orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya, dan tidak pernah berfikir untuk diberi sedekah dan tidak mau pergi untuk meminta-minta kepada orang lain (7) . Jadi orang seperti inilah, yang menyebabkan anda menjadi pendusta agama saat tidak menganjurkan untuk memberinya makan. Dan orang seperti inilah yang berhak terhadap zakat dan bagian dalam harta fa’i. dalam hadist buhari dan muslim dijelaskan :
(7) Dari abu hurairah ra. ia berkata rasulullah saw bersabda; "bukan dinamakan orang miskin, orang yang meminta-minta kemudian ia tidak memperoleh sesuap dan dua suap makanan atau tidak memperoleh satu dan dua buah butir kurma tapi yang dinamakan orang miskin adalah orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya dan tidak pernah berpikir untuk diberi sedekah dan ia juga tidak mau pergi untuk meminta-minta kepada orang lain (HR Bukhari dan Muslim )
Meminta-minta didalam Islam sangatlah tidak dianjurkan. Ia hanya pilihan untuk kondisi sangat genting. Kepepet kata orang kita. Karena banyaknya keburukan yang didapat dari meminta. Ketika meminta-minta, orang akan otomatis kehilangan keberkahan harta (8). Dan sesuai konteks, meminta itu untuk menyelamatkan diri dari kondisi kepepet,maka harus sedikit saja. Secukupnya untuk menutupi kekurangan yang ada, tidak boleh untuk memperkaya diri, karena sama dengan meminta bara api (9). Untuk itu, dalam kondisi yang melaratpun, umat Islam harus tetap berusaha mandiri dengan jalan halal. Keringanan dengan jalan meminta-minta ini hanya diperbolehkan karena tiga sebab, yaitu : Seperti Hadist No. (10)
- pertama seseorang yang menanggung beban yang amat berat, maka ia diperbolehkan meminta-minta sampai dapat memperingan bebannya; kemudia ia mengekang dirinya untuk tidak meminta-minta lagi;
- kedua seseorang yang tertimpa kecelakaan dan hartanya habis, maka ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan kehidupan yang layak,
- yang ketiga seorang yang sangat miskin sehingga ada tiga orang yang bijaksana diantara kaumnya mengatakan" si fulan benar-benar miskin" maka ia diperbolehkan meminta-minta, sampai dapat hidup dengan layak.
Dalam hadist riwayat bukhari & muslim Dijelaskan ialah :
(8) Dari hakim bin hizam ra. ia berkata; saya meminta kepada rasulullah saw, maka beliau memberi saya ; kemudian saya meminta lagi kepada beliau dan beliau memberi saya lagi. kemudia beliau bersabda; " Hai hakim, sesungguhnya harta itu memang manis dan mempesonakan. siapa saja mendapatkannya dengan kemurahan jiwa, maka ia mendapatkan berkah, tetapi siapa saja mendapatkannya dengan meminta-minta, maka ia tidak akan mendapatkan berkah, ia bagaikan orang yang sedang makan tetapi tidak pernah merasa kenyang. Tangan di atas (yang memberi , lebih baik daripada tangan dibawah ; hakim berkata; wahai rasulullah , demi zat yang mengutus engkau dengan kebenaran, saya tidak akan menerima sesatu pun dari seseorang seduah pemberianmu ini sampai saya meninggal dunia (HR Bukhari dan Muslim )
(9) Dari abu hurairah ra ia berkata; rasulullah saw bersabda; "siapa saja yang meminta- minta kepada sesama manusia dengan maksud untuk memperbanyak harta kekayaan, maka sesusungguhnya ia meminta bara api; sehingga terserah kepadanya apakah cukup dengan sedikit saja atau akan memperbanyaknya (HR Muslim )
Selain tiga hal diatas, Rasul menyatakan usaha meminta-minta adalah haram.
Dari pemaparan jalan yang ditawarkan Islam diatas jelas bahwa menurunkan Perda Pelarangan Memberi Uang Kepada Pengemis, tidak bijak. Apalagi dengan tujuan utama, kebersihan dan ketertiban. Si Penguasa sama dengan menzalimi pengemis-pengemis dan gelandangan. Tapi terlebih dahulu, dia menzalimi diri sendiri dengan menimbun gunugan dosa kezhaliman.
(10) Dari abu bisyr Qabishah bin al Mukhariq ra, ia berkata; saya adalah orang yang menanggung beban amat berat, maka saya mendatangi rasulullah saw untuk meminta bantuannya meringankan beban itu, kemudia beliau bersabda " tunggulah sampai ada zakat yang datang ke sini, nanti akan aku suruh si amil (pengumpul dan pembagi zakat) untuk memberi bagian kepadamu , kemudia beliau bersabda; Wahai Qabishah , meminta-minta itu tidak diperbolehkan kecuali ada salah satu dari 3 sebab;
- pertama seseorang yang menanggung beban yang amat berat, maka ia diperbolehkan meminta-minta sampai dapat memperingan bebannya; kemudian ia mengekang dirinya untuk tidak meminta-minta lagi;
- kedua seseorang yang tertimpa kecelakaan dan hartanya habis, maka ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan kehidupan yang layak,
- yang ketiga seorang yang sangat miskin sehingga ada tiga orang yang bijaksana diantara kaumnya mengatakan" si fulan benar-benar miskin" maka ia diperbolehkan meminta-minta, sampai dapat hidup dengan layak,
wahai Qabishah meminta-minta selain disebabkan tiga hal tadi adalah usaha yang haram dan orang yang memakannya berarti ia makan barang haram (HR Muslim )
Berlomba-lomba Dalam Kebajikan
Shella Nursucihta (25)
                        XI IPA 7
                        SMAN 2 Cirebon


Setiap manusia pasti ingin menjadi penghuni surga .Untuk menjadi penghuni surga , manusia harus banyak beramal saleh dan berbuat kebajikan. Berbuat kebajikan artinya mengerjakan sesuatu yang telah diperintahkan agama , baik perintah yang berhubungan dengan Allah seperti shalat, zakat, puasa dan haji, maupun perintah yang berhubungan dengan manusia seperti bersedekah dan perbuatan yang bermanfaat bagi manusia yang lainnya.
Perintah Allah yang menyuruh manusia berbuat kebajikan termaktub dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 148 yang artinya :
“ Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan .Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”      
Manusia  harus berlomba-lomba berbuat kebaikan sebab Allah SWT akan membalas setiap amal kebaikan dan keburukan manusia meskipun amal tersebut seberat biji zarrah seperti yang terkandung dalam Surat Al-Zalzalah ayat 76 :
“ Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun , niscaya Dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun , niscaya ia akan melihat (balasan) nya pula.”
Dalam Surat Al-Fatir ayat 32 , ada sikap 3 kelompok umat islam terhadap Al-Qur’an yaitu :
1.      Kelompok yang menganiaya diri mereka sendiri ( zalimun linafsih ). Kelompok ini adalah kelompok yang mengaku beragama islam tetapi perbuatan jahatnya lebih besar dari perbuatan baiknya.
2.      Kelompok yang berada di pertengahan ( muqtasidun ). Kelompok ini adalah kelompok umat islam yang perbuatan-perbuatan baiknya sebanding dengan perbuatan jahatnya.
3.      Kelompok yang lebih dahulu berbuat kebaikan ( sabiqulkhairat ). Kelompok ini adalah kelompok umat islam yang perbuatan-perbuatan baiknya lebih besar daripada perbuatan buruknya. Kelompok ini kelak akan dimasukkan ke dalam Surga And yang penuh dengan kenikmatan dan abadi.
Oleh karena itu , marilah kita berlomba-lomba dalam kebajikan dengan mengharap ridho Allah  agar bisa menjadi penghuni surga dan bisa menikmati kenikmatan yang ada di dalamnya.

Menyantuni Kaum Duafa

Kita sebagai seorang muslim harus memiliki iman yang benar . Menurut Surat Al-Baqarah ayat 177 diantara ciri-ciri beriman yang benar yaitu :
1.      Beriman kepada Allah , hari akhir , para malaikat, kitab-kitab dan para nabi.
2.       Menolong manusia yang kesusahan dengan jalan mendermakan sebagian harta yang dicintainya kepada kaum kerabat , anak-anak yatim , orang miskin , musyafir , orang yang meminta-minta , dan memerdekakan budak.
3.      Mendirikan shalat tepat waktu dan menunaikan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya .
4.      Menepati janji bila telah berjanji dan selalu bersabar dalam kesempitan , penderitaan dan dalam peperangan.
Pada point kedua , dijelaskan dalam Surat Al-Isra ayat 26-27 bahwa kita harus menunaikan hak saudara  muslim lainnya. Diantara hak yang harus dipenuhi oleh umat islam adalah hak kaum kerabat , fakir miskin ( duafa ) dan ibnu sabil. Hak kaum kerabat meliputi kasih sayang , rasa hormat , dikunjungi bila sakit dan mendapatkan pertolongan lainnya.
Kaum duafa adalah kaum yang lemah secara ekonomi sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya. Hak kaum fakir miskin (duafa) selain mendapatkan kasih sayang dan penghormatan sebagai sesama hamba Allah adalah hak untuk mendpatkan bantuan materi ( sedekah atau zakat ). Hak kaum fakir miskin harus diberikan , sebab di dalam harta yang kita miliki terdapat rezeki mereka yang dititipkan kepada kita. Mengingkari hak fakir miskin menyebabkan harta menjadi tidak berkah .Sedangkan hak kaum ibnu sabil adalah hak untuk mendapatkan  petunjuk yang benar jika tersesat atau hak mendapatkan bantuan lain agar dapat sampai tujuan .
Oleh karena itu agar harta kita menjadi berkah kita harus banyak bersedekah salah satunya kepada fakir miskin karena didalam harta kita ada hak mereka. Dengan bersedekah pun harta kita tidak akan berkurang melainkan Allah akan menambahkan harta yang ada pada kita.

Penulis :           Shella Nursucihta (25)
                        XI IPA 7
                        SMAN 2 Cirebon

Tugas agama
Bab 1 dan bab 2
Dhandy dwi yustica
Xi ipa 2
Sman 2 cirebon

Bab 1
Ayat  Al quran tentang perintah berkompetisi dalam kebaikan dan menyantuni kaum duafa
I. Memahami QS. Al-Baqoroh : 148
PETUNJUK AL QUR’AN TENTANG KOMPETISI DALAM KEBAIKAN

Allah SWT tidak pernah memerintahkan manusia untuk saling bermusuhan, saling membunuh, atau saling merusak, baik terhadap milik sesama muslim maupun milik orang lain yang bukan muslim. Allah SWT memerintahkan manusia untuk menyembahnya, tidak menyekutukannya dengan sesuatu dengan berlomba-lomba berbuat baik kepada sesama makhluk khususnya manusia, tanap membendakan jenis kelamin, agama, suku bangsa, dan golongan. Menolong atau meringankan penderitaan orang lain adlah salah satu bentuk perbuatanbaikdantermasukkebajikan.

Surat Al Baqarah Ayat 148
  وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ:  148
  Artinya: “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al Baqarah : 148)

II. ISI_KANDUNGAN

Setiap umat mempunyai kiblat. Umat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menghadap ke ka’bah, Bani Israil dan orang-orang Yahudi emnghadap ke Baitul Maqdis, dan Allah telah memerintahkan supaya kaum muslimin menghadap ka’bah dalam shalat. Oleh karena itu, hendaknya kaum muslimin bersatu, bekerja dengan giat, beramal, bertobat dan berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan dan tidak menjadi fitnah atau cemooh dari orang-orang yang ingkar sebagai penghambat.. Allah akan menghimpun seluruh manusia untuk dihitung dan diberi balasan atas segala mala perbuatannya. Allah maha kuasa atas segala sesuatu dan tidak ada yang dapat melemahkannya untuk mengumpulkan seluruh manusia pada hari pembalasan.

Berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan berarti menaati dan patuh untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya dengan semangat yang tinggi. Allah akan membalas orang yang beriman, berbuat baik dan suka menolong dengan surga dan berada didalamnya kekal selama-lamanya.
Memahami QS. fathir : 32

ظَالِمٌ فَمِنْهُمْ عِبَادِنَا مِنْ اصْطَفَيْنَا الَّذِينَ الْكِتَابَ أَوْرَثْنَا ثُمَّ

اللَّهِ بِإِذْنِ بِالْخَيْرَاتِ سَابِقٌ وَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُم لِّنَفْسِهِ

لْكَبِيرُ الْفَضْلُ اهُوَ ذَلِكَ
Artinya : “kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami,lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan diantara mereka ada yang pertengahan dan dia antara mereka ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah.yang demikian itulah adalah karunia yang amat besar.”(Q.S Fathir :32)

Isi Kandungan : Berdasarkan surat dan ayat di atas Ibnu Taimiyyah membagi manusia kedalam tiga derajat kedudukan manusia : 1. Golongan Dholimun Linafsih, ialah golongan yang selalu mendholimi dan menganiaya diri sendiri.
Memahami Al-Isra’ ayat 26-27.
1. Bacaan Lihat Al-Qur.an 
Artinya : “(26) Dan Berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang ada dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghamburkan (hartamu) dengan boros. (27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudaranya setan dan sesungguhnya setan itu sangat ingkar kepada tuhannya.”(QS Al Isra : 26-27)
2. Isi Kandungan
Pada ayat 26, dijelaskan bahwa selain berbakti, berkhidmat dan menampakkan kasih sayang, cinta, dan rahmat kepada kedua orang tua, kita pun hendaknya memberi bantuan kepada keluarga yang dekat karena mereka yang paling utama dan berhak untuk ditolong. Mereka patut mendapat bantuan hidup di tengah keluarga terdekat yang mampu karena pertalian darah. Mereka pasti ada yang hidup lebih berkecukupan dan ada yang kekurangan sehingga kita sebagai keluarga harus saling membantu.
Allah memerintahkan manusia untuk berbakti dan berbuat baik tidak hanya kepada orang tua saja, namun masih harus berbakti kepada tiga golongan yang lain, yaitu:
1.     kepada kaum kerabat
2.    kepada orang miskin
3.    kepada orang terlantar dalam perjalanan.
Pada ayat 27, Allah mengingatkan bahwa betapa buruknya sifat orang yang boros. Mereka dikatakan sebagai saudaranya setan. Orang yang boros bermakna orang yang membelanjakan hartanya dalam perkara yang tidak mengandung manfaat berarti. Ada sebuah hadis yang terkait dengan perbuatan mubazir (boros) ini, yakni yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar. Dia berkata bahwa rasulullah telah melintas di tempat Saad sedang mengambil wudu, kemudian rasulullah menegur Saad karena begitu boros. Lalu Saad menanyakan apakah di dlam wudu juga terdapat boros (mubazir)

Memahami Q.S al baqarah : 177
Bacaan lihat di alquran
Artinya:
177. Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.
Isi Kandungan

Yang dimaksud denagn kebaikan pada surah Al Baqarah Ayat 177 ini adalah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan senantiasa mewujudkan keimanannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh-contoh dari perbuatan baik tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Memberi harta yang dicintainya kepada karib kerabat yang membutuhkannya.
b. Memberikan bantuan kepada anak yatim.
c. Memberikan harta kepada musafir yang membutuhkan.
d. Memberi harta kepada orang-orang yang terpaksa meminta-minta.
e. Memberikan harta untuk memerdekakan hamba sahaya.
f. Memjalankan ibadah yang telah diperintahkan Allah denagn penuh keikhlasan.
g. Menunaikan zakat kepada orang yang berhak menerimanya sebagaimana yang tersebut dalam surah At Taubah Ayat 60.
h. Menepati janji bagi mereka yang mengadakan perjanjian.
Akan tetapi, terhadap janji yang bertentangan dengan hokum Allah (syariat islam) seperti janji dalam perbuatan maksiat, maka janji itu tidak boleh (haram) dilakukan.
Nilai amal shaleh sangat erat kaitannya denagn iman. Sebaliknya, amal saleh bila tidak didasari dengan iman (bukan karena Allah), maka dosa itu tidak bias ditebus dengan amal saleh sebesar apapun sehingga perbuatan-perbuatan baik yang telah dilakukan tidaka akan bernilai (pahala) dan sia-sia. Al Quran dalam hal ini menyatakan sebagai berikut :
a. Orang yang mati dalam kekafiran akan dihapus amalannya.
b. Orang-orang yang musyrik akan dihapus amalannya.
c. Amal perbuatan orang0orang kafir akan sia-sia.
d. Orang kafir akan ditimpakan siksa di dunia dan di akhirat.
e. Orang kafir dan musyrik akan dimasukkan ke dalam neraka.
f. Orang yang tidak beriman kepada akhirat hanya mendapatkan kehidupan dunia saja.

dhandy dwi yustica <dandydwiy@gmail.com> 
kepada saya
perlihatkan selengkapnya
 19 Sep (6 hari yang lalu) 
(lanjutan)
BAB 2
A.Pengertian Iman Kepada Rasul-rasul Allah

Ø Nabi adalah Orang yang dipilih oleh Allah SWT untuk menerima wahyu, tetapi tidak wajib mengerjakan dan menyampaikan kepada umatnya.
Ø Rasul adalah Orang yang menyampaikan terpilih dan diangkat oleh Allah SWT untuk menerima wahyu dan berkewajiban dan mengajarkan kepada umatnya. Dan khusus Rasul Muhammad SAW diwajibkan menyampaikan kepada seluruh umat manusia dan syari’atnya berlaku sepanjang masa sampai hari kiamat.
Iman kepada Rasul Allah termasuk rukun iman yang keempat dari enam rukun yang wajib diimani oleh setiap umat Islam. Yang dimaksud iman kepada para rasul ialah meyakini dengan sepenuh hati bahwa para rasul adalah orang-orang yang telah dipilih oleh Allah swt. untuk menerima wahyu dariNya untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia agar dijadikan pedoman hidup demi memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. 
B. jumlah nabi dan rasul ada 124.000 orang, diantaranya ada 315 orang yang diangkat Allah swt. menjadi rasul. Diantara 315 orang nabi dan rasul itu, ada 25 orang yang nama dan sejarahnya tercantum dalam Al Quran dan mereka inilah yang wajib kita ketahui, yaitu:
1. Adam AS. bergelar Abu al-Basyar     2. Idris AS. 3. Nuh AS.     4. Hud AS..
5. Shaleh AS..        6. Ibrahim AS.          7. Luth AS.    8. Ismail AS  9. Nabi Ishak AS.    10. Ya’qub AS.  11. Yusuf AS 12. Ayyub AS.           13. Dzulkifli AS         14. Syu’aib                 15. Yunus AS 16. Musa AS.    17. Harun AS.           18. Dawud AS.           19. Sulaiman AS
20. Ilyas AS.         21. Ilyasa AS.           22. Zakaria AS          23. Yahya AS.           24. Isa AS     . 25. Muhammad saw.
C. Tugas Para Rasul

Tugas pokok para rasul Allah ialah menyampaikan wahyu yang mereka terima dari Allah swt. kepada umatnya. Tugas ini sungguh sangat berat, tidak jarang mereka mendapatkan tantangan, penghinaan, bahkan siksaan dari umat manusia. Karena begitu berat tugas mereka, maka Allah swt. memberikan keistimewaan yang luar biasa yaitu berupa mukjizat.
Mukjizat ialah suatu keadaan atau kejadian luar biasa yang dimiliki para nabi atau rasul atas izin Allah swt. untuk membuktikan kebenaran kenabian dan kerasulannya, dan sebagai senjata untuk menghadapi musuh-musuh yang menentang atau tidak mau menerima ajaran yang dibawakannya.
Adapun tugas para nabi dan rasul adalah sebagai berikut:
1. Mengajarkan aqidah tauhid, yaitu menanamkan keyakinan kepada umat manusia bahwa:
a. Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa dan satu-satunya dzat yang harus disembah (tauhid ubudiyah).
b. Allah adalah maha pencipta, pencipta alam semesta dan segala isinya serta mengurusi, mengawasi dan mengaturnya dengan sendirinya (tauhid rububiyah)
c. Allah adalah dzat yang pantas dijadikan Tuhan, sembahan manusia (tauhid uluhiyah)
d. Allah mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan makhluqNya (tauhid sifatiyah)
2. Mengajarkan kepada umat manusia bagaimana cara menyembah atau beribadah kepada Allah swt. Ibadah kepada Allah swt. sudah dicontohkan dengan pasti oleh para rasul, tidak boleh dibikin-bikin atau direkayasa. Ibadah dalam hal ini adalah ibadah mahdhah seperti salat, puasa dan sebagainya. Menambah-nambah, merekayasa atau menyimpang dari apa yang telah dicontohkan oleh rasul termasuk kategori “bid’ah,” dan bid’ah adalah kesesatan.
3. Menjelaskan hukum-hukum dan batasan-batasan bagi umatnya, mana hal-hal yang dilarang dan mana yang harus dikerjakan menurut perintah Allah swt.
4. Memberikan contoh kepada umatnya bagaimana cara menghiasi diri dengan sifat-sifat yang utama seperti berkata benar, dapat dipercaya, menepati janji, sopan kepada sesama, santun kepada yang lemah, dan sebagainya.
5. Menyampaikan kepada umatnya tentang berita-berita gaib sesuai dengan ketentuan yang digariskan Allah swt.
6. Memberikan kabar gembira bagi siapa saja di antara umatnya yang patuh dan taat kepada perintah Allah swt. dan rasulNya bahwa mereka akan mendapatkan balasan surga, sebagai puncak kenikmatan yang luar biasa. Sebaliknya mereka membawa kabar derita bagi umat manusia yang berbuat zalim (aniaya) baik terhadap Allah swt, terhadap manusia atau terhadap makhluq lain, bahwa mereka akan dibalas dengan neraka, suatu puncak penderitaan yang tak terhingga.(Q.S. al Bayyinah: 6-8)
D.Tanda-Tanda Beriman Kepada Rasul-rasul Allah

Di antara tanda-tanda orang yang beriman kepada rasul-rasul Allah adalah sebagai berikut:
1. Teguh keimanannya kepada Allah swt
2. Meyakini kebenaran yang dibawa para rasul
3. Tidak membeda-bedakan antara rasul yang satu dengan yang lain
4. Menjadikan para rasul sebagai uswah hasanah
5. Meyakini rasul-rasul Allah sebagai rahmat bagi alam semesta
6. Meyakini Nabi Muhammad saw. sebagai Nabi dan Rasul terakhir
7. Mencintai Nabi Muhammad saw.
E.Sifat-sifat Rasul Allah SWT
Para Rasul memiliki beberapa sifat utama melebihi manusia umumnya yaitu :
1.     Benar ( shiddiq ) yaitu para Rasul selalu benar dalam perkataan dan perbuatan.
2.     Terpercaya ( amanah ) yaitu Rasul tidak pernah menghianati amanah Tuhan yang dipikulnya.
3.     Menyampaikan ( tabliqh ) yaitu Rasul selalu menyampaikan segala pengajaran Allah kepada umatnya.
4.     Cerdik ( fathanah ) yaitu para Rasul memiliki kemampuan berfikir yang tinggi


Meynar
1.   Ayat Al-Quran Mengenai Anjuran Berkompetensi Dalam Kebaikan Dan Menyantuni Kaum Dhuafa

            Seperti yang telah kita ketahui bahwa Allah telah memerintahkan umat manusia untuk berlomba-lomba atau dalam kata lain berkompetensi dalam hal kebaikan . Seperti yang dituliskan dalam Surah Al-Baqarah ayat 148 . Untuk lebih jelasnya berikut adalah penjelasan mengenai ayat  tersebut yang menyatakan bahwa Allah memerintahkan umatnya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan .  
    Dalam Surah Al-Baqarah  ayat 148 : “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya sendiri tempat ia menghadap kepadanya . Maka berlomba-lombalah kamu dalam berbuat kebaikan. Di manapun kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu semua (pada hari akhir) . Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu .”
         Dalam surat ini dijelaskan mengenai perintah untuk berlomba-lomba dalam kebaikan . Kebaikan itu tentu harus sesuai dengan yang diperbolehkan oleh agama , baik yang berhubungan dengan ibadah kita dengan Allah SWT ataupun dengan yang berhubungan antara sesama manusia . Allah menganjurkan agar manusia berlomba-lomba dalam kebaikan bukannya tanpa ‘pembalikan’ yang setimpal . Allah sudah mengatakan dalam firman nya yang terkandung dalam surat Az-Zalzalah ayat 7 dan 8 , dikatakan bahwa “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarrah pun niscaya akan melihat (balasannya) pula”.
          Sedangkan dalam surat Surah Fāir ayat 32: “ Kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih diantara hamba-hamba kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan atas izin Allah . Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar
          Dalam ayat tersebut dengan jelas digambarkan bahwa Allah memberikan Al-Quran (yang merupakan kitab penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya) kepada umat manusia dengan lebih spesifik yaitu orang-orang yang terpilih yaitu umat islam dengan tujuan agar manusia mempunyai tujuan dan tidak tersesat . Dengan kata lain kita harus mematuhi peraturan yang ada didalam Al-Quran termasuk menyantuni kaum Dhuafa yang terdalam dalam Surah 
          Pada intinya kita harus berlomba-lomba dalam kebaikan tanpa takut kita akan kehilangan sesuatu karena niscaya Allah akan mengganti kebaikan yang kita beri atau lakukan dengan balasan yang setimpal atau bahkan jauh lebih baik . Sedangkan bila kita berbuat kejahatan pun Allah akan membalasnya dengan setimpal atau bahkan jauh lebih buruk . Untuk petunjuk dalam berbuat kebaikan (sekaligus dalam hidup) Allah memberikan Al-Quran kepada umat islam yang merupakan manusia-manusia pilihan Allah . Karena itu kita haruslah terus beribadah dan menuruti segala perintah Allah serta menjauhi larangan nya karena Allah telah menjanjikan bahwa semua perbuatan itu ada balasannya entah itu baik ataupun buruk.
          Sebenarnya untuk berlomba dalam kebaikan sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Quran itu tidak sulit, sebagai contoh : kita membersihkan kayu yang berserakan di jalan agar orang lain tidak terganggu perjalannya , ataupun kita memberi sedekah kepada fakir miskin dan kaum dhuafa , itu sudah termasuk kebaikan . Jadi apa susahnya bila kita mulai berlomba-lomba dalam kebaikan dengan semua umat islam di bumi ini ? Sebelum akhirnya kiamat tiba ataupun hari kematian kita tiba dimana semuanya sudah terlambat . 
          Berlomba-lomba dalam kebaikan dapat dilakukan dengan menyantuni kaum dhuafa sesuai firman Allah yang terkandung dalam surah Al-Isra ayat 26-27 :  “ Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat dengan haknya , kepada orang miskin dan orang yan sedang dalam perjalanan , Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros . Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada tuhannya .
     Dalam ayat ini dijelaskan bahwa dalam setiap harta yang kita dapatkan terdapat hak kaum dhuafa dan ibnu sabil . Hak tersebut sekitar 2,5%  dari harta yang kita dapatkan . Betapa sedikit hak mereka yang harus kita penuhi , namun kenapa kita masih susah atau bahkan tidak mau untuk memenuhi hak mereka itu ? . Dalam ayat tersebut juga dikatakan apabila kita meboroskan harta maka kita termasuk saudara dari setan yang ingkar kepada tuhannya (Allah) . Justru dalam Al-Quran Allah menganjurkan manusia untuk  berhemat  karena boros selain membuat rugi kita sendiri namun boros juga merupakan salah satu sifat setan .
          Karena itu apabila kita memboroskan harta berarti kita ingkar kepada Allah karena perintah Allah untuk berhemat sudah ada dalam Al-Quran yang notabene merupakan petunjuk bagi umat manusia . Jika kita sudah tahu akan hal ini , maka hendaknya kita melakukan ibadah yang dianjurkan oleh-Nya dalam Al-Quran , karena kalau bukan sekarang kapan kita memulainya?

ARIES PRIANA IPS1
Aries Priana <prianaaries@rocketmail.com> 
kepada saya
perlihatkan selengkapnya
 18 Sep (6 hari yang lalu) 
Dalam surah Al-Isra’ Ayat 26-27
Artinya :
26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
Kandungan Surah Al-Isra’ Ayat 26-27
1. Allah Swt memerintahkan seorang muslim memberikan hak kepada keluarga,
Orang miskin, dan orang yang sedang perjalanan.
2. Hak yang harus dilakukan seorang muslim terhadap keluarga dekat, orang
miskin, dan orang yang sedang dalam perjalanan adalah mempererat tali
persaudaraan dan hubungan kasih saying, serta membantu meringankan beban
penderitaan yang mereka alami.
3. Hak keluarga dekat misalnya memperoleh penghormatan, kasih sayang, mengunjungi apabila tertimpa musibah, dan ikut gembira ketika memperoleh nikmat.
4. Hak fakir miskin, misalnya memperoleh sedekah, disayangi, dikasihani, dan membantu meringankan beban penderitaannya.
5. Hak ibnu sabil/orang yang dalam perjalanan dengan tujuan baik adalah memberikan bantuan dan pertolongan agar tujuan mereka tercapai.
II. Arti Dari Menyantuni Kaum Duafa
Beserta Orang Yang Pantas Diberi Santunan
Maksud dari menyantuni kaum duafa ialah memberikan harta atau barang yang bermanfaat untuk duafa, kaum duafa sendiri ialah orang yang lemah dari bahasa Arab (duafa) atau orang yang tidak punya apa-apa, dan mereka harus disantuni bagi kewajiban muslim untuk saling memberi, itu sebagai bentuk ibadah kepada Allah Swt perlu digaris bawahi, bahwa “memberi” tidak harus uang malah kita berikan makanan bisa tapi nanti ibadahnya akan mengalir terus seperti halnya infak dan kalau sudah diberi akan jadi tanggung jawab orang miskin itu, misal saja barang yang diberikan digunakan untuk beribadah kepada Allah atau hal positif lainnya akan terkena pahala yang sama, ketika Dia gunakan tadi, sebaliknya degan digunakan mencopet atau judi kita tidak akan mendapat pahala buruk dari orang miskin itu insya Allah pahalanya tidak akan berkurang setelah memberi kepada orang miskin itu gunakan.
Dan menurut para ulama menyantuni kaum duafa akan menyelamatkan diri kita dari api neraka, tapi sekarang banyak manusia yang segan megeluarkan hartanya untuk berinfak pada kaum duafa, tapi ada juga yang selalu membantu kaum dufa itu, bukan saja yang berarti duafa pada orang miskin juga bisa pada misalnya ; panti asuahan, membangun masjid, kepada diri sendiri, anak yang putus sekolah biayai pendidikannya sampai tingkat SMA , dan keluarga dekat serta orang yang sedang perjalanan, ini sama dijelaskan pada surat Al-isra’ ayat 26-27.
Untuk anak yatim, Islam memerintahkan untuk memeliharanya (1). Memuliakannya (2). Tidak boleh berlaku sewenang-wenang (3). Menjaga hartanya ( kalau ada), sampai anak yatim tersebut dewasa, mandiri dan bisa mengurus hartanya (4).
Seperti dijelaskan dalam hadist bukhari dibawah ini bila seseorang memelihara anak yatim :
(1) Dari Sahl bin Sa’ad r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Saya dan orang yang memelihara anak yatim itu dalam syurga seperti ini." Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya dan merenggangkan antara keduanya itu."(Riwayat Bukhari)
(2) Surat Al Fajr ayat 17 “Sekali-kali tidak (demikian). Sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim”
(3) Surat Adh Dhuhaa ayat 9 “Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenag-wenang ”
(4) Al-Isra’ : 34, Al-Baqarah : 220, An-Nisa : 2, An-Nisa : 6
Untuk fakir miskin, kita harus menganjurkan orang untuk memberi makan. Kalau tidak, bahaya, cap kita adalah pendusta agama (5). Fakir miskin juga termasuk kedalam golongan yang berhak menerima zakat pun harta rampasan perang dari umat muslim (6).
Ada Dalam Al-Qur’an ayat berikut :
(5) Al Maun : 3
(6) Al Anam : 141, Al Baqarah : 177, Al Anfaal : 41, Al Hasyr : 7
Perlu ditekankan, bahwa defenisi Islam untuk orang yang miskin adalah orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya, dan tidak pernah berfikir untuk diberi sedekah dan tidak mau pergi untuk meminta-minta kepada orang lain (7) . Jadi orang seperti inilah, yang menyebabkan anda menjadi pendusta agama saat tidak menganjurkan untuk memberinya makan. Dan orang seperti inilah yang berhak terhadap zakat dan bagian dalam harta fa’i. dalam hadist buhari dan muslim dijelaskan :
(7) Dari abu hurairah ra. ia berkata rasulullah saw bersabda; "bukan dinamakan orang miskin, orang yang meminta-minta kemudian ia tidak memperoleh sesuap dan dua suap makanan atau tidak memperoleh satu dan dua buah butir kurma tapi yang dinamakan orang miskin adalah orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya dan tidak pernah berpikir untuk diberi sedekah dan ia juga tidak mau pergi untuk meminta-minta kepada orang lain (HR Bukhari dan Muslim )
Meminta-minta didalam Islam sangatlah tidak dianjurkan. Ia hanya pilihan untuk kondisi sangat genting. Kepepet kata orang kita. Karena banyaknya keburukan yang didapat dari meminta. Ketika meminta-minta, orang akan otomatis kehilangan keberkahan harta (8). Dan sesuai konteks, meminta itu untuk menyelamatkan diri dari kondisi kepepet,maka harus sedikit saja. Secukupnya untuk menutupi kekurangan yang ada, tidak boleh untuk memperkaya diri, karena sama dengan meminta bara api (9). Untuk itu, dalam kondisi yang melaratpun, umat Islam harus tetap berusaha mandiri dengan jalan halal. Keringanan dengan jalan meminta-minta ini hanya diperbolehkan karena tiga sebab, yaitu : Seperti Hadist No. (10)
- pertama seseorang yang menanggung beban yang amat berat, maka ia diperbolehkan meminta-minta sampai dapat memperingan bebannya; kemudia ia mengekang dirinya untuk tidak meminta-minta lagi;
- kedua seseorang yang tertimpa kecelakaan dan hartanya habis, maka ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan kehidupan yang layak,
- yang ketiga seorang yang sangat miskin sehingga ada tiga orang yang bijaksana diantara kaumnya mengatakan" si fulan benar-benar miskin" maka ia diperbolehkan meminta-minta, sampai dapat hidup dengan layak.
Dalam hadist riwayat bukhari & muslim Dijelaskan ialah :
(8) Dari hakim bin hizam ra. ia berkata; saya meminta kepada rasulullah saw, maka beliau memberi saya ; kemudian saya meminta lagi kepada beliau dan beliau memberi saya lagi. kemudia beliau bersabda; " Hai hakim, sesungguhnya harta itu memang manis dan mempesonakan. siapa saja mendapatkannya dengan kemurahan jiwa, maka ia mendapatkan berkah, tetapi siapa saja mendapatkannya dengan meminta-minta, maka ia tidak akan mendapatkan berkah, ia bagaikan orang yang sedang makan tetapi tidak pernah merasa kenyang. Tangan di atas (yang memberi , lebih baik daripada tangan dibawah ; hakim berkata; wahai rasulullah , demi zat yang mengutus engkau dengan kebenaran, saya tidak akan menerima sesatu pun dari seseorang seduah pemberianmu ini sampai saya meninggal dunia (HR Bukhari dan Muslim )
(9) Dari abu hurairah ra ia berkata; rasulullah saw bersabda; "siapa saja yang meminta- minta kepada sesama manusia dengan maksud untuk memperbanyak harta kekayaan, maka sesusungguhnya ia meminta bara api; sehingga terserah kepadanya apakah cukup dengan sedikit saja atau akan memperbanyaknya (HR Muslim )
Selain tiga hal diatas, Rasul menyatakan usaha meminta-minta adalah haram.
Dari pemaparan jalan yang ditawarkan Islam diatas jelas bahwa menurunkan Perda Pelarangan Memberi Uang Kepada Pengemis, tidak bijak. Apalagi dengan tujuan utama, kebersihan dan ketertiban. Si Penguasa sama dengan menzalimi pengemis-pengemis dan gelandangan. Tapi terlebih dahulu, dia menzalimi diri sendiri dengan menimbun gunugan dosa kezhaliman.
(10) Dari abu bisyr Qabishah bin al Mukhariq ra, ia berkata; saya adalah orang yang menanggung beban amat berat, maka saya mendatangi rasulullah saw untuk meminta bantuannya meringankan beban itu, kemudia beliau bersabda " tunggulah sampai ada zakat yang datang ke sini, nanti akan aku suruh si amil (pengumpul dan pembagi zakat) untuk memberi bagian kepadamu , kemudia beliau bersabda; Wahai Qabishah , meminta-minta itu tidak diperbolehkan kecuali ada salah satu dari 3 sebab;
- pertama seseorang yang menanggung beban yang amat berat, maka ia diperbolehkanmeminta-minta sampai dapat memperingan bebannya; kemudian ia mengekang dirinya untuk tidak meminta-minta lagi;
- kedua seseorang yang tertimpa kecelakaan dan hartanya habis, maka ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan kehidupan yang layak,
- yang ketiga seorang yang sangat miskin sehingga ada tiga orang yang bijaksana diantara kaumnya mengatakan" si fulan benar-benar miskin" maka ia diperbolehkan meminta-minta, sampai dapat hidup dengan layak,
wahai Qabishah meminta-minta selain disebabkan tiga hal tadi adalah usaha yang haram dan orang yang memakannya berarti ia makan barang haram (HR Muslim 

Aries Priana <prianaaries@rocketmail.com> 
kepada saya
perlihatkan selengkapnya
 18 Sep (6 hari yang lalu) 
Dikisahkan, bahwa orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin (sebagian kecil dari Anshar) merasa tidak bisa memperbanyak amal kebaikan, karena mereka tidak memiliki harta untuk diinfakkan. Padahal mereka selalu mendengar berbagai ayat dan hadits yang mendorong untuk berinfak, memuji orang-orang yang berinfak dan menjanjikannya surga yang luanya seluas langit dan bumi.
Di satu sisi, mereka melihat saudara-saudara mereka yang kaya berlomba-lomba untuk berinfak. Ada yang menginfakkan seluruh hartanya dan ada yang menginfakkan separuhnya. Ada yang memberikan beribu-ribu dinar dan ada juga yang membawa tumpukan hartanya kepada Rasulullah lalu beliau mendoakannya, memintakan ampunan dan keridlaan dari Allah untuk mereka.
Fenomena tersebut menggugah jiwa para sahabat yang miskin. Mereka berharap bisa mendapatkan kelebihan dan keutamaan sebagaimana yang diperoleh saudara-saudara mereka. Bukan karena dengki dengan kekayaan yang dimiliki saudaranya, dan bukan semata-mata menginginkan kekayaan. Tetapi didorong oleh rasa ingin berlomba-lomba dalam kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah.
Mereka lalu berkumpul dan datang menemui Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Dengan air mata berlinang, mereka mengadukan kondisi yang dialami lantaran tidak ada sesuatu yang bisa diinfakkan. Mereka berkata, “Ya Rasulullah, orang kaya telah mendapatkan pahala yang banyak, sedangkan kami tidak. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami puasa. Tidak ada kelebihan sama sekali dalam hal ini. Akan tetapi, mereka lebih dari kami karena mereka bisa berinfak dengan kelebihan hartanya, sedangkan kami tidak memiliki apapun untuk kami infakkan untuk menyusul mereka. Padahal, kami benar-benar ingin bisa mencapai kedudukan mereka. Apa yang perlu kami perbuat?”
Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang memahami keinginan mereka yang begitu kuat untuk mencapai derajat yang tertinggi di sisi Rabb-nya, dengan sangat bijak memberikan jawaban yang menenangkan. Yaitu dengan memberitahukan bahwa pintu kebaikan sangat luas. Ada beberapa amalan yang menyamai pahala orang yang berinfak, bahkan bisa melebihnya. Beliau bersabda,
“Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian apa-apa yang bisa kalian sedekahkan?;
Sesungguhnya setiap tasbih (subhanallah) adalah sedekah, setiap takbir (Allahu akbar) adalah sedekah, setiap tahmid (Alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (Laa Ilaaha Illallah) adalah sedekah, menyeru kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah dari yang munkar adalah sedekah, dan bersetubuh dengan istri juga sedekah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah jika di antara kami menyalurkan hasrat biologisnya (kepada istrinya) juga mendapat pahala?” Beliau menjawab, “Bukankah jika ia menyalurkannya pada yang haram akan mendapat dosa? Maka demikian pula jika ia menyalurkannya pada tempat yang halal, ia akan mendapat pahala.” (HR. Muslim)
Ketika orang-orang kaya dari sahabat Nabi mendengar keutamaan dzikir di atas lantas mereka ikut pula mengamalkannya. Karenanya, orang-orang fakir di atas datang kembali menemui Rasulullah untuk kedua kalinya. Mereka berkata, “Ya Rasulullah, teman-teman kami yang kaya mendengar nasihatmu. Lalu mereka melakukan seperti yang kami lakukan.” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab,
“Itulah karunia Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya . . “ (QS. Al-Maidah: 54)
Subhanallah, begitu luar biasa keadaan para sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, maka pantaslah jika Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya dan memberikan jaminan keridlaan dan kedudukan mulia di sisi-Nya. Mereka adalah orang sangat kuat semangatnya dan sangat besar keinginannya untuk beramal shalih dan mengerjakan kebaikan. Karenanya, jika ada kebaikan yang tidak bisa mereka kerjakan maka mereka bersedih. Terlebih bila saudara mereka yang lain mampu mengerjakannya. Sebagaimana kesedihan para fakir mereka yang tidak bisa bersedekah dengan harta dan tertinggal dari ikut jihad karena kemiskinan mereka.
“Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu”, lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” (QS. Al-Taubah: 92)
Sesungguhnya bersaing dan berlomba-lomba untuk mendapatkan kebaikan dan melakukan amal shalih adalah diperintahkan. Karena itu, hendaknya setiap muslim di zaman ini meniru para pendahulu mereka untuk selalu berlomba-lomba guna mendapatkan kebaikan dan untuk beramal shalih. Allah Ta’ala berfirman,
“Tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS. Al-Maidah: 48)
Ayat serupa yang memerintahkan agar bersegera dan berlomba-lomba dalam kebaikan dan beramal shalih sangat banyak. Dan siapa, di dunianya, lebih dahulu dalam kebaikan maka di akhriatpun akan menjadi orang yang lebih dahulu masuk surga. Dan orang-orang yang lebih dahulu dalam amal ketaatan akan memiliki kedudukan yang lebih tinggi.
Pada ringkasnya bahwa dalam amal ketaatan, kebaikan dan ibadah harus saling berlomba untuk menjadi terbaik dan mendapatkan pahala terbesar. Tidak ada itsar (mendahulukan yang lain) dalam hal itu. Itsar hanya berlaku dalam urusan duniawi. Wallahu a’lam bil-shawab . .


Auliya Prasetyagiarti <auliyaprasetya@yahoo.com> 
kepada saya
perlihatkan selengkapnya
 18 Sep (6 hari yang lalu) 
nama : auliya prasetyagiarti
kelas : XI IPA 6
absen : 03

Menyantuni Kaum Dhuafa
Surah Al Isra Ayat 26-27
Artinya : “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros (Q.S. Al Isra 26).
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.(Q.S. Al-Isra 27)
Surah Al Isra dikenal juga dengan nama Surah Bani Israil yang termasuk golongan surat Makiyah. Pada ayat 26-27 ini mempunyai asbanun nuzul yang diriwayatkan oleh At Thabrani yang bersumber dari Abu Sa`id Al Khudri dan dalam riwayat lain oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa ketika turun ayat ini, Rasulullah saw, memberikan tanah di Fadak ( tanah yang diperoleh Rasulullah dari pembagian ganimah atau rampasan perang ) kepada Fatimah.
Kandungan Ayat
  • Secara umum ayat tersebut berhubungan dengan hubungan antara manusia dalam hal memanfaatkan dan menggunakan harta yang dimiliki
  • Orang yang diberi nafkah atau harta hendaklah memperhatikan dari oarng yang paling dekat seperti; keluarga atau kaum kerabat, orang-orang miskin, orang yang dalam perjalanan.
  • Larangan untuk tidak berlaku boros dalam membelanjakan hartanya atau menghambur-hamburkan harta
  • Perbuatan boros adalah sifat syaitaniyah yang harus ditinggalkan, dan syaitan itu adalah makhluk yang selalu ingkar kepada Allah.
Penjelasan
Pada ayat 26 menjelaskan kepada manusia bahwa orang yang mempunyai kelebihan harta punya kewajiban untu menyantuni atau menolong. Ditegaskan dalam ayat tersebut bahwa orang yang paling berhak untuk segera mendapat santunan adalah dari oang yang paling dekat dalam sebuah keluarga, yaitu;
  • Keluarga dekat atau kaum kerabatnya
  • Orang-orang miskin
  • Orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan
Dalam ayat 26 tersebut dengan tegas melarang manusia untuk bersifat boros dan menghambur hamburkan harta untuk keperluan yang kurang bermanfaat. Sedangkan dalam ayat 27 Allah mengingatkan kepada manusia dengan memberikan tekanan bahwa perilaku boros adalah termasuk saudara syaitan. Dan syaitan itu selalu ingkar kepada Allah swt. Daripada untuk menghaburkan harta masih banyak saudara kita yang memerlukan bantuan kita semua yang memiliki harta lebih.
Pemberian infak dari harta yang diperoleh haruslah dengan cara yang baik dan sesuai dengan kadar ketentuan yang layak. Allah swt berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 267 sebagai berikut :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.( Q.S. 2:267)
Allah SWT memerintahkan umat Islam yang beriman agar memberikan infak atau nafkah sebagai hak bagi keluarga-keluarga yang dekat. Kemudian diberikan kepada orang-orang yang kekurangan atau orang-orang miskin, perlu juga diberikan kepada orang-orang yang dalam perjalanan atau ibnu sabil,
Harta yang diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima hendaklah harta yang baik-baik dan masih disukai, dan jangan memberikan harta atau sesuatu yang kita sendiri sudah tidak menyukainya. Dalam memberikan bantuan kepada fakir mikin sesungguhnya yang dibutuhkan tidak sekedar materi saja, tetapi juga perhatian dan hubungan persaudaraan sesama muslim.
Dalam membelanjakan harta seorang muslim harus sesuai dengan kemampuan dan tidak boleh bersifat boros. Boros dalam pandangan islam sangat dilarang yang dianjurkan adalah pada posisi yang pas yaitu ditengah-tengah antara tidak boros juga tidak bakhil. Allah berfirman dalam surat Al Furqan ayat 67 :
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”.( Q.S Al Furqan :67)
Ayat di atas memberikan suatu pemahaman bahwa Allah menyukai orang-orang yang tepat dalam mengelola harta kekayaan dan sesuai dengan peruntukannya. Allah SWT memberikan penghargaan dan balasan pahala yang jauh lebih banyak dengan apa yang kita berikan untuk menyantuni kaum duafa. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 261 :
Artinya : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Q.S Al Baqarah:261)
Dalam surat Al Baqarah ayat 261 dengan jelas Allah akan membalas kepada siapapun yang menafkahkan hartanya di jalan Allah termasuk menyantuni kaum duafa, dengan balasan yang berlipat ganda.
Surah Al Baqarah Ayat 177
Dalam sebuah riwayat oleh Abdurrazaq dari Ma`mar dan dari Qatadah serta riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abul Aliyah menerangkan tentang kaum Yahudi yang menganggap bahwa yang baik itu salat menghada ke barat, sedangkan kaum Nasrani mengarah ke timur sehingga turunlah Al Baqarah ayat 177.
Dalam sebuah riwayat lain Ibnu Jarir dan Ibnu Munzir yang bersumber dari Qatadah bahwa turunya ayat tersebut sehubungan dengan pertanyaan seorang laki-laki yang ditujukan kepada Rasulullah SAW, tentang al birr atau kebajikan. Setelah ayat tersebut, Rasulullah memanggil kembali orang tersebut dan dibacakanya ayat itu kepada orang tadi. Peristiwa itu terjadi sebelum diwajibkan salat fardhu. Pada waktu itu, apabila seseorang telah mengucapkan syahadat, kemudian meninggal di saat beriman, maka harapan besar ia mendapatkan kebaikan. Akan tetapi kaum Yahudi menganggap yang baik itu apabila salat menghadap ke barat, sedangkan kaum Nasrani mengarah ke timur.
Artinya : “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.( Q.S Al Baqarah; 177
Kandungan Ayat
Kebaikan yang dimaksud dalam surat Al Baqarah ayat 177 adalah beriman kepada Allah SWT, hari akhir, beriman kepada malaikat-malaikta, kitab-kitab, para nabi dan selalu melaksanakan keimananya itu dalam hidupnya. Diantara kebaikan yang perlu dilakukan dalam keseharian misalnya :
  • Memberikan harta yang kita sukai atau yang masih bagus kepada kerabat atau saudara kita, dan hendaknya kerabat itu yang paling dekat hubungan keluarganya.
  • Menyantuni kepada orang yang tidak mampu atau orang miskin, anak yatim piatu, karena mereka masih sangat membutuhkan pertolongan dan bantua.
  • Menolong kepada musafir yang berniat baik dalam perjalanan dan pengembaraanya.
  • Membantu kepada orang yang terpaksa harus meminta-minta, seperti gelandangan dan pengemis.
  • Memberikan sebagian harta kepada orang yang lemah, sakit, kekurangan
  • Melaksanakan ibadah yang menjadi kewajiban manusia kepada Allah SWT
  • Melaksanakan kewajiban untuk membayar zakat
  • Menepati janji bagi orang yang mengadakan perjanjian.
  • Sabar dalam penderitaan
Penjelasan
Pada waktu kiblat umat Islam berpindah ke arah Ka`bah atau baitullah di Masjidil Haram Makah, terjadilah perselisihan antara orang Islam dengan orang-orang ahli kitab. Para ahli Kitab berpendapat orang yang melakukan ibadah ( salat ) tidak menghadap kearah baitul maqdis atau Masjidil Aqsha, tidak sah. Mereka dianggap bukan pengikut nabi-nabi. Umat islam sebaliknya berpendapat bahwa ibadah yang di terima itu kalau menghadap ke arah Ka`bah yang ada di Masjidil Haram Makah.
Sebenarnya ayat ini diperuntukkan kepada seluruh umat manusia yang menganut agama yang berasal dari langit atau dikenal dengan istilah agama samawi, bahwa yang namanya ibadah itu bukan hanya persoalan menghadap kearah barat, atau kearah timur, tetapi ibadah dan kebajikan itu ialah beriman kepada Allah SWT, beriman kepada malaikat, dan beriman kepada nabi, kitab-kitab, hari akhir dan beramal saleh.
Nilai amal saleh sangat erat kaitanya dengan iman. Sebaliknya, amal saleh bila tidak didasari oleh iman, maka dosa itu tidak dapat ditebus dengan amal saleh sebesar apapun sehingga perbuatan-perbutan baik yang dilakukan itu didasari dengan iman. Dalam Al Quran didapati hubungan iman dan amal sebagaimana berikut ini;
  1. Orang yang mati dalam keadaan kafir dan belum bertobat tidak akan diterima amalanya.
  2. Orang-orang yang musyrik akan dihapus amalanya
  3. Amal pebuatan orang-orang kafir sia-sia
  4. Orang kafir akan ditimpakan siksa di dunia dan di akhirat
  5. Orang yang tidak beriman kepada akhirat hanya mendapatkan kehidupan dunia saja.
Sebagai bentuk perwujudan dan pengamalan surat Al-Baqarah ayat 177 diantaranya dapat dilakukan dengan cara :
  1. Beriman kepada Allah SWT
  2. Beriman kepada malaikat, kitab-kitab,dan para nabi
  3. Mendirikan salat
  4. Menirikan Zakat
  5. Berakhlak mulia
  6. Menepati Janji
  7. Menyantuni anak yatim , ibnu sabil
  8. Sabar dalam penderitaan.
  9. Bekerja dengan tekun untuk menafkahi keluarga
  10. Suka menabung dan tidak berlaku boros
  11. Menjauhi segala hal yang sia-sia
  12. Mempelajari ilmu agama dan mengamalkanya
  13. Bersedekah dengan harta yang paling baik
  14. Bersikap amanah
  15. Berpikir kritis
  16. Selalu melatih untuk beribadah kepada Allah SWT,
  17. Dll.
18.  Ada beberapa perkara yang sisi lahiriahnya adalah keutamaan, sedangkan sisi ‘batiniah’-nya adalah kewajiban: (1) membaca Alquran adalah keutamaan, mengamalkan isinya adalah kewajiban; (2) bergaul dengan orang-orang shalih adalah keutamaan, sementara meneladani keshalihan mereka adalah kewajiban; (3) ziarah kubur adalah keutamaan, sementara mempersiapkan bekal (dengan memperbanyak amal-amal shalih) sebelum masuk ke alam kubur adalah kewajiban. Demikian menurut Sayidina Utsman bin Affan ra dalam suatu riwayat, sebagaimana dikutip Imam an-Nawawi dalam sebuah kitabnya.
19.  Melalui pesan Utsman di atas setidaknya kita memahami: Pertama, penting membaca Alquran, tetapi lebih penting lagi mengamalkan isinya; penting untuk selalu bergaul dengan orang-orang shalih, namun lebih penting lagi mene-ladani keshalihan mereka; penting untuk melakukan ziarah kubur, tetapi lebih penting lagi adalah mempersiapkan amal shalih untuk bekal di alam kubur.
20.  Alasannya jelas. Bagaimanapun kewajiban harus lebih didahulukan dari-pada keutamaan. Sebab, tentu tak ada keutamaan jika yang wajib ditinggalkan, meski yang sunnah dikerjakan. Bagi seorang Muslim, membaca Alquran, misal-nya, adalah sunnah dan keutamaan. Namun, jika isi Alquran yang ia baca tak diamalkan, tentu membacanya tidak lagi menjadi keutamaan bagi dirinya; sekadar menjadi ‘hiasan’, tetapi tak mendatangkan manfaat atau keberkahan. Sebab, bukan-kah Alquran Allah turunkan agar dijadikan pedoman, bukan sekadar dijadikan bacaan? Allah SWT bahkan telah mencela orang-orang yang mengabaikan isi Alquran (Lihat: QS al-Furqan [25]: 30). Banyak sikap dan perilaku yang oleh para mufassir dikategorikan sebagai tindakan mengabaikan Alquran. Di antaranya adalah tidak mengamalkan serta mematuhi perintah dan larangannya (Ibn Katsir, I/1335); tidak mau berhukum dengannya (Wahbah Zuhaili, IXX/61).
21.  Saat ini banyak Muslim yang sering mengutamakan hal-hal yang sunnah, seraya mengabaikan perkara-perkara yang wajib. Mereka lebih menomorsatukan hal-hal yang sesungguhnya hanya merupakan keutamaan, sementara mereka menomor-duakan hal-hal yang sesungguhnya meru-pakan kewajiban.
22.  Mungkin kita pernah atau malah sering menyaksikan pemandangan beri-kut: seseorang rajin menghadiri majelis-majelis dzikir, tetapi dalam bekerja kepada orang lain ia sering mangkir; seseorang banyak melafalkan kalimat-kalimat thayyibah, namun banyak pula ia melaku-kan ghibah; seseorang rajin menunaikan shalat-shalat sunnah, tetapi rajin pula melakukan perkara-perkara bid’ah; sese-orang biasa berpuasa senin-kamis, tetapi biasa pula bersikap pragmatis (tak peduli halal-haram); seseorang rajin bersedekah, namun tak peduli nafkahnya ia peroleh dari jalan yang salah; seseorang berkali-kali melakukan ibadah umrah, tetapi tak sekalipun ia mau saat diajak berdakwah; seseorang rajin membaca Alquran, namun perintah dan larangan yang ada di dalamnya sering ia abaikan; seseorang mengklaim cinta dan banyak bershalawat kepada Nabi SAW namun terhadap nasib Islam yang beliau bawa dan masa depan umatnya ia tak peduli; seseorang biasa menyantuni fakir-miskin dan kaum dhuafa, namun biasa pula ia makan dari uang hasil riba; seseorang bergelar haji bahkan ke Makkah lebih dari sekali tetapi terhadap tetangganya yang miskin sering tak peduli; seseorang selalu berusaha menjaga citra dan kehormatan diri, namun auratnya ia pamerkan ke sana-kemari dan perilakunya tak terpuji; seseorang menjadi donatur kegiatan keagamaan/sosial di sana-sini, namun hartanya ternyata hasil korupsi. Demikian seterusnya hingga kita sering menyaksikan hal-hal yang saling berkontradiksi.
23.  Padahal Allah SWT pun jelas telah mengutamakan kewajiban daripada perkara-perkara yang sunnah. Dalam sebuah hadits qudsi dinyatakan bahwa Allah SWT telah berfirman, “Tidak ada bentuk taqarrub seorang hamba kepada-Ku yang lebih Aku cintai daripada (mengerjakan) apa yang Aku wajibkan kepadanya. Seorang hamba terus-menerus bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintai-nya…” (HR al-Bukhari).
24.  Melalui hadits qudsi ini, jelas Allah SWT menghendaki setiap Mukmin ber-taqarrub kepada-Nya: pertama-tama dengan melaksanakan semua kewajiban, baik berupa fardlu ‘ain maupun fardlu kifayah; kemudian melengkapinya de-ngan menunaikan amalan-amalan sun-nah. Dengan itu, keutamaan bisa kita raih, dan kewajiban pun bisa kita tunaikan. Dengan itu pula, akan sempurnalah taqarrub kita kepada-Nya

Berlomba-lomba dalam Kebaikan

Di dalam Al-Qur’an, baik atau kebaikan menggunakan kata ‘ihsan’, ‘birr’, dan ‘ishlah’. Kata ‘ihsan’ (‘ahsan’ dan ‘muhsin) bisa dilihat pada firman Allah:
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (QS 4: 125)

Bila dikaitkan dengan definisi ‘ihsan’ dalam hadits kedatangan Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, maka ihsan adalah perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang karena merasakan kehadiran Allah dalam dirinya atau dia merasa diawasi oleh Allah SWT yang membuatnya tidak berani menyimpang dari segala ketentuan-Nya.
Sedangkan kata baik dalam arti ‘birr’ bisa dilihat pada firman Allah:
“Bukanlah sekedar menghadapkan wajahmu ke timur maupun ke barat yang disebut suatu kebaikan, tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab dan nabi-nabi serta memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS 2: 177).

Bila kita kaji ayat-ayat tentang kata ‘al birr’, termasuk ayat di atas, maka akan didapat kesimpulan bahwa kebaikan itu – menurut Mahmud Syaltut dalam tafsirnya – dibagi menjadi tiga, yakni ‘birr’ dalam aqidah, ‘birr dalam amal dan ‘birr’ dalam akhlak.
Adapun kata baik dengan menggunakan kata ‘ishlah’ terdapat dalam banyak ayat, misalnya pada firman Allah:
“Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: mengurus urusan mereka secara patut adalah baik.” (QS 2: 220)

Istilah ‘ishlah’ (berlaku baik) digunakan dalam kaitan hubungan antara sesama manusia. Dalam Ensiklopedia Hukum Islam, jilid 3 hal 740 dinyatakan, “Ishlah merupakan kewajiban umat Islam, baik secara personal maupun sosial. Penekanan ishlah ini lebih terfokus pada hubungan antara sesama umat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah SWT.”
Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Namun, kemuliaan manusia ternyata tidak terletak pada keindahan fisiknya. Kalau manusia dianggap mulia dengan sebab badannya yang besar, tentu akan lebih mulia binatang ternak seperti sapi, kerbau, unta, gajah dan sebagainya yang memiliki berat badan jauh lebih berat. Karenanya bila manusia hanya mengandalkan kehebatan dan keagungan dirinya pada berat badan, maka dia bisa lebih rendah kedudukannya daripada binatang ternak yang kemuliaannya terletak pada berat badannya. Allah SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS 7: 179).

Oleh karena itu, kemuliaan manusia bisa kita pahami dari iman dan amal shaleh atau kebaikannya dalam bersikap dan bertingkah laku, di manapun dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun situasi dan kondisinya. Itu sebabnya, semakin banyak perbuatan baik yang dilakukannya, maka akan semakin mulia harkat dan martabatnya di hadapan Allah SWT. Di sinilah letak pentingnya bagi kita untuk berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana firman Allah:
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS 2: 148).

Jalan Menuju Amal Baik
Meskipun kebaikan kita sadari sebagai sesuatu yang harus kita laksanakan, ternyata hanya sedikit orang yang antusias untuk melakukan kebaikan itu. Karena itu, ada beberapa hal yang bisa dijadikan resep bagi seseorang agar bersemangat melakukan kebaikan.
Niat Yang Ikhlas
Niat yang ikhlas merupakan faktor penting dalam setiap amal. Karena di dalam Islam, niat yang ikhlas merupakan rukun amal yang pertama dan terpenting. Niat yang ikhlas karena Allah dalam melakukan kebaikan akan membuat seseorang memiliki perasaan yang ringan dalam mengerjakan amal-amal yang berat sekalipun, apalagi bila amal kebaikan itu tergolong amal yang ringan. Sedangkan tanpa keikhlasan, jangankan amal yang berat, amal yang ringan pun akan terasa berat. Di samping itu, keikhlasan akan membuat seseorang berkesinambungan (‘istimrar’) dalam melakukan amal kebaikan. Orang yang ikhlas tidak akan bertambah semangat hanya karena dipuji dan tidak akan melemah karena dicela. Adanya pujian atau celaan tidak akan mempengaruhi semangatnya dalam melakukan kebaikan.
Cinta Kebaikan Dan Orang Baik.
Seseorang akan antusias melaksanakan kebaikan manakala pada dirinya terdapat rasa cinta pada kebaikan. Karena mana mungkin seseorang melakukan suatu kebaikan apabila dia sendiri tidak suka pada kebaikan itu. Oleh karena itu, rasa cinta pada kebaikan harus kita tanamkan ke dalam jiwa kita masing-masing sehingga kita menjadikan setiap bentuk kebaikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita. Sehingga kebaikan akan selalu menyertai kehidupan ini.
Di samping cinta kepada kebaikan, agar kita suka melakukan kebaikan, harus tertanam juga di dalam jiwa kita rasa cinta kepada siapa saja yang berbuat baik. Hal ini akan membuat kita ingin selalu meneladani dan mengikuti segala bentuk kebaikan, siapa pun yang melakukannya. Allah SWT telah menyebutkan kecintaan-Nya kepada siapa saja yang berbuat baik, karenanya kita pun harus mencintai mereka yang berbuat baik, Allah berfirman:
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS 2: 195).

Merasa Beruntung Bila Melakukan
Berbuat baik merupakan sesuatu yang sangat mulia dan seseorang akan bersemangat melakukan kebaikan apabila dengan kebaikan itu dia merasa yakin memperoleh keberuntungan, baik di dunia maupun di akhirat. Ada banyak keuntungan yang akan diperoleh manusia bila ia berbuat baik.
Pertama, selalu disertai oleh Allah SWT, lihat QS 16: 128.
Kedua, menambah kenikmatan untuknya, lihat QS 2: 58, 7: 161, 33: 29.
Ketiga, dicintai Allah, lihat QS 7: 161, 5: 13, 2: 236, 3: 134, 3: 148, 5: 96.
Keempat, memperoleh rahmat Allah, lihat QS 7: 56.
Kelima, memperoleh pahala yang tidak disia-siakan Allah SWT, lihat QS 9: 120, 11: 115, 12: 56.
Keenam, dimasukkan ke dalam surga, lihat QS 5: 85, 39: 34, 6: 84, 12: 22, 28: 14, 37: 80.
Merasa Rugi Bila Meninggalkan
Apabila seseorang merasa beruntung dengan kebaikan yang dilakukannya karena sejumlah keutamaan yang disebutkan dalam Al-Qur’an, maka bila seseorang tidak berbuat baik dia akan merasa sangat rugi, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Bagi seorang mukmin, bagaimana mungkin dia tidak merasa rugi bila tidak melakukan kebaikan, karena kehidupan ini memang harus dijalani untuk mengabdi kepada Allah SWT yang merupakan puncak dari segala bentuk kebaikan yang harus dijalani.
Manakala di dunia ini seseorang sudah merasa rugi, maka di akhirat pun dia akan merasa rugi, karena apa yang dilakukan seseorang dalam kehidupannya di dunia akan sangat berpengaruh pada kehidupannya di akhirat, karena kehidupan akhirat pada hakikatnya adalah hasil dari kehidupan di dunia. Bila seseorang berlaku baik di dunia, dia akan memperoleh keberuntungan di akhirat di samping keberuntungan di dunia, sedangkan bila seseorang tidak melakukan kebaikan di dunia, maka dia akan memperoleh kerugian di dunia dan penyesalan yang sangat dalam di akhirat kelak sebagai akibat dari pengabaian nilai-nilai Islam, Allah SWT berfirman yang artinya, “Barang siapa mencari selain Islam sebagai agamanya, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”
Meneladani Generasi Yang Baik
Perbuatan baik dan yang lebih baik lagi akan dilakukan oleh seorang muslim apabila dia mau meneladani orang yang berbuat baik. Hal ini menjadi penting karena dengan demikian dia menyadari bahwa meskipun ia merasa sudah banyak perbuatan baik yang dilakukannya, tetap saja dia merasa masih sedikit dibanding orang lain yang jauh lebih baik dari dirinya. Sehingga akan memicu semangatnya untuk berbuat baik yang lebih banyak lagi. Karena itu, idealnya seorang mukmin bisa menjadi seperti cermin bagi mukmin lainnya sehingga manakala seseorang mengenal dan memperhatikan dirinya secara seksama akan terasa begitu banyak kekurangan, termasuk dalam hal berbuat baik.
Memahami Ilmu Kebaikan
Bagi seorang muslim, setiap amal yang dilakukannya tentu harus didasari pada ilmu, semakin banyak ilmu yang dimiliki, dipahami dan dikuasai, maka insya Allah akan makin banyak amal yang bisa dilakukannya. Sedangkan semakin sedikit pemahaman atau ilmu seseorang, akan semakin sedikit juga amal yang bisa dilakukannya. Apalagi orang yang mempunyai ilmu belum tentu secara otomatis bisa mengamalkannya. Ini berarti, seseorang akan semakin terangsang untuk melakukan kebaikan manakala dia memahami ilmu tentang kebaikan itu.
Kebaikan Yang Diterima
Setiap kebaikan yang dilakukan seseorang tentu harus menghasilkan penilaian yang positif dari Allah SWT. Paling tidak, ada dua kriteria tentang kebaikan yang diterima oleh Allah SWT.
Pertama, ikhlas dalam beramal, yakni melakukan suatu amal dengan niat semata-mata karena Allah SWT, atau tidak riya dalam arti mengharap pujian dari selain Allah SWT. Karena itu, dalam hadits yang terkenal, Rasulullah Saw bersabda yang artinya, “Sesungguhnya amal itu sangat tergantung pada niatnya.”
Kedua, melakukan kebaikan itu secara benar, karena meskipun niat seseorang sudah baik, bila ia melakukan amal dengan cara yang tidak benar, maka hal itu tetap tidak bisa diterima oleh Allah SWT. Sebab hal itu termasuk bagian dari mencari selain Islam sebagai agama, yang jelas-jelas akan ditolak Allah SWT sebagaimana yang sudah disebutkan pada QS 3: 85 di atas.
Akhirnya, menjadi jelas bagi kita bahwa hidup ini harus kita jalani semata-mata untuk mengabdi kepada Allah SWT (QS 51: 56) yang salah satunya terwujud dalam bentuk melakukan kebaikan. Dan masing-masing orang harus berusaha melakukan kebaikan sebanyak mungkin sebagai perwujudan kehidupan yang baik di dunia dan ini pula yang akan menjadi bekal bagi manusia dalam menjalani kehidupannya di akhirat kelak.




Di dalam Alquran baik atau kebaikan menggunakan kata ihsan birr dan ishlah. Kata ihsan bisa dilihat pada firman Allah yg artinya “Dan siapakah yg lbh baik agamanya daripada orang yg ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah sedang dia pun mengerjakan kebaikan dan ia mengikuti agama Ibrahim yg lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” . Bila dikaitkan dgn hadis tentang kedatangan Jibril kepada Nabi Muhammad saw ihsan adl perbuatan baik yg dilakukan oleh seseorang krn merasakan kehadiran Allah dalam dirinya atau dia merasa diawasi oleh Allah SWT yg membuatnya tidak berani menyimpang dari segala ketentuan-Nya. Adapun kata baik dalam arti birr bisa dilihat pada firman Allah yg artinya “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke timur maupun ke barat itu suatu kebaikan tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah hari akhir malaikat kitab dan nabi-nabi serta memberikan harta yg dicintainya kepada kerabatnya anak-anak yatim orang miskin musafir dan orang-orang yg meminta-minta; dan hamba sahaya mendirikan salat menunaikan zakat; dan orang-orang yg menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yg sabar dalam kesempitan penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yg benar ; dan mereka itulah orang-orang yg bertaqwa.” . Bila kita kaji ayat-ayat tentang kata al-birr termasuk ayat di atas maka akan didapat kesimpulan bahwa kebaikan itu menurut Mahmud Syaltut dalam tafsirnya membaginya menjadi tiga yakni birr dalam aqidah birr dalam amal dan birr dalam akhlak. Adapun kata baik dgn menggunakan kata ishlah terdapat dalam banyak ayat misalnya pada firman Allah yg artinya “Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim katakanlah ‘Mengurus urusan mereka secara patut adl baik’.” . Islah digunakan penggunaannya dalam kaitan hubungan yg baik antara sesama manusia di dalam Ensiklopedi Hukum Islam jilid 3 hal 740 dinyatakan “Islah merupakan kewajiban umat Islam baik secara personal maupun sosial. Penekanan islah ini lbh terfokus pada hubungan antara sesama umat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah SWT.” Di dalam Alquran Allah SWT menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yg sebaik-baiknya. Namun kemuliaan manusia ternyata tidak terletak pada keindahan fisiknya. Kalau manusia dianggap mulia dgn sebab badannya yg besar tentu akan lbh mulia binatang ternak seperti sapi kerbau unta gajah dan sebagainya yg memiliki berat badan yg jauh lbh berat. Karenanya bila manusia hanya mengandalkan kehebatan dan keagungan dirinya pada berat badan dia bisa lbh rendah kedudukannya daripada binatang ternak yg kemuliaannya terletak pada berat badannya. Allah SWT berfirman yg artinya “Dan sesungguhnya Kami jadikan utk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya utk memahami dan mereka mempunyai mata tidak dipergunakannya utk melihat dan mereka mempunyai telinga tidak dipergunakannya utk mendengar . Mereka itu seperti binatang ternak bahkan mereka lbh sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yg lalai.”. Oleh krn itu kemuliaan manusia bisa kita pahami dari iman dan amal saleh atau kebaikannya dalam bersikap dan bertingkah laku di mana pun dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun situasi dan kondisinya. Itu sebabnya semakin banyak perbuatan baik yg dilakukannya maka akan semakin mulia harkat dan martabatnya di hadapan Allah SWT. Di sinilah letak pentingnya bagi kita utk berloma-lomba dalam kebaikan sebagaimana firman Allah yg artinya “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya yg ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian . Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” . Jalan Menuju Amal Baik Meskipun kebaikan kita sadari sebagai sesuatu yg harus kita laksanakan ternyata tidak sedikit orang yg tidak antusias utk melakukan kebaikan itu. Karena itu ada beberapa hal yg bisa dijadikan resep bagi seseorang agar bersemangat melakukan kebaikan.
Niat yg Ikhlas Niat yg ikhlas merupakan faktor penting dalam tiap amal. Karena dalam banyak amal di dalam Islam niat yg ikhlas merupakan rukun terpenting dan pertama. Niat yg ikhlas krn Allah dalam melakukan kebaikan akan membuat seseorang memiliki perasaan yg ringan dalam mengerjakan amal-amal yg berat sekalipun apalagi bila amal kebaikan itu tergolong amal yg ringan. Sedangkan tanpa keikhlasan jangankan amal yg berat amal yg ringan pun akan terasa menjadi berat. Disamping itu keikhlasan akan membuat seseorang berkesinambungan dalam amal kebaikan. Orang yg ikhlas tidak akan bersemangat krn dipuji dan tidak akan lemah krn dicela. Ada pujian atau celaan tidak akan membuatnya terpengaruh dalam melakukan kebaikan.
Cinta Kebaikan dan Orang Baik Seseorang akan antusias melaksanakan kebaikan manakala pada dirinya terdapat rasa cinta pada kebaikan hal ini krn mana mungkin seseorang melakukan suatu kebaikan apabila dia sendiri tidak suka pada kebaikan itu. Oleh krn itu rasa cinta pada kebaikan harus kita tanamkan ke dalam jiwa kita masing-masing sehingga kita akan menjadikan tiap bentuk kebaikan sebagai bagian yg tidak akan terpisahkan dalam kehidupan kita ini akan membuat kebaikan selalu menyertai kehidupan ini. Disamping cinta kepada kebaikan akan kita suka melakukan kebaikan harus tertanam juga di dalam jiwa kita rasa cinta kepada siapa saja yg berbuat baik hal ini akan membuat kita ingin selalu meneladani dan mengikuti segala bentuk kebaikan siapa pun yg melakukannya. Allah SWT telah menyebutkan kecintaan-Nya kepada siapa saja yg berbuat baik karenanya kita pun harus mencintai mereka yg berbuat baik. Allah berfirman yg artinya “Dan belanjakanlah di jalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dan berbuat baiklah krn sesungguhnya Alllah mencintai orang-orang yg berbuat baik.” .
Merasa Beruntung bila Melakukan Kebakan Berbuat baik merupakan sesuatu yg sangat mulia krn itu seseorang akan melakukan kebaikan apabila dgn kebaikan itu dia merasa memperoleh keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat. Ada banyak keuntungan yg akan diperoleh manusia bila ia berbuat baik. Pertama selalu disertai oleh Allah SWT lihat QS 16 128. Kedua menambah keni’matan untuknya lihat QS 2 58; 7 161; 33 29. Ketiga dicintai Allah lihat QS 7 161; 5 13; 2 236; 3 134; 3 148; 5 96. Keempat memperoleh rahmat Allah lihat QS 7 56. Kelima memperoleh pahala yg tidak disia-siakan Allah SWT lihat QS 9 120; 11 115; 12 56. Keenam dimasukkan ke dalam surga lihat QS 5 85; 39 34; 6 84; 12 22; 28 14; 37 80.
Merasa Rugi ila Meninggalkan Kebaikan Apabila seseorang merasa beruntung dgn kebaikan yg dilakukannya dgn sejumlah keutamaan yg disebutkan dalam Alquran maka bila seseorang tidak berbuat baik dia akan merasa sangat rugi baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Bagi seorang mukmin bagaimana mungkin dia tidak merasa rugi bila tidak melakukan kebaikan krn kehidupan ini memang harus dijalani utk mengabdi kepada Allah SWT yg merupakan puncak dari segala bentuk kebaikan yg harus dijalani. Manakala di dunia ini seseorang sudah merasa rugi maka di akhirat pun dia akan merasa rugi krn apa yg dilakukan seseorang dalam kehidupannya di dunia akan sangat berpengaruh di akhirat krn kehidupan akhirat pada hakikatnya adl hasil dari kehidupan di dunia bila seseorang berlaku baik di dunia dia akan memperoleh keberuntungan di akhirat disamping keberuntungan di dunia sedangkan bila seseorang tidak melakukan kebaikan di dunia maka dia akan memperoleh kerugian di dunia dan penyesalan yg sangat dalam di akhirat kelak sebagai bentuk dari mengabaikan nilai-nilai Islam. Allah SWT berfirman yg artinya “Barangsiapa mencari selain Islam sebagai agamanya maka sekali-kali tidaklah akan diterima daripadanya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yg rugi.” .
Meneladani Generasi yg Baik Perbuatan baik dan yg lbh baik lagi akan dilakukan oleh seorang muslim apabila dia mau meneladani orang yg berbuat baik hal ini menjadi penting krn dgn demikian dia menyadari bahwa meskipun perasaannya sudah banyak perbuatan baik yg dilakukannya tetap saja dia merasa masih sedikit dibanding orang lain yg jauh lbh baik dari dirinya hal ini akan memicu semangatnya utk berbuat baik yg lbh banyak lagi. Karena itu idealnya seorang mukmin bisa menjadi seperti cermin bagi mukmin lainnya sehingga manakala seseorang mengenal dan memperhatikann dirinya akan merasakan begitu banyak kekurangan termasuk dalam hal berbuat baik.
Memahami Ilmu Kebaikan Bagi seorang muslim tiap amal yg dilakukannya tentu harus didasari pada ilmu semakin banyak ilmu yg dimiliki dipahami dan dikuasai insya Allah akan makin banyak amal yg bisa dilakukannya sedangkan makin sedikit pemahaman atau ilmu seseorang akan semakin sedikit juga amal yg bisa dilakukannya apalagi belum tentu orang yg mempunyai ilmu secara otomatis bisa mengamalkannya. Ini berarti seseorang akan semakin terangsang utk melakukan kebaikan manakala dia memahami ilmu tentang kebaikan itu. Kebaikan yg Diterima Setiap kebaikan yg dilakukan seseorang tentu harus menghasilkan penilaian yg positif dari Allah SWT. Paling tidak ada dua kriteria tentang kebaikan yg diterima oleh Allah SWT. Pertama ikhlas dalam beramal yakni melakukan suatu amal dgn niat semata-mata ikhlas krn Allah SWT atau tidak riya dalam arti mengharap pujian dari selain Allah SWT. Karena itu dalam hadis yg terkenal Rasulullah saw bersabda yg artinya “Sesungguhnya amal itu sangat tergantung pada niatnya.” Kedua melakukan kebaikan itu secara benar hal ini krn meskipun niat seseorang sudah baik bila dalam melakukan amal dgn cara yg tidak baik maka hal itu tetap tidak bisa diterima oleh Allah SWT krn ini termasuk bagian dari mencari selain Islam sebagai agama hidupnya yg jelas-jelas akan ditolak Allah SWT sebagaimana yg sudah disebutkan pada QS 3 85 di atas. Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa hidup ini harus kita jalani utk mengabdi kepada Allah SWT yg terwujud salah satunya dalam bentuk melakukan kebaikan dan masing-masing orang harus berusaha melakukan kebaikan sebanyak mungkin sebagai bentuk kongkret dari perwujudan kehidupan yg baik di dunia dan ini pula yg akan menjadi bekal bagi manusia dalam menjalani kehidupannya di akhirat kelak.

Denade Mawlidya Putri <denademawlidyaputri@yahoo.com> 
kepada saya, saya
perlihatkan selengkapnya
 18 Sep (6 hari yang lalu) https://mail.google.com/mail/images/paperclip.gif
Berlomba-lomba dalam Kebaikan
Kebaikan, adalah salah satu sifat terpuji dan Allah sangat menyukai hamba-Nya yang berperilaku terpuji.Sesungguhnya bersaing dan berlomba-lomba untuk mendapatkan kebaikan dan melakukan amal shalih adalah diperintahkan. Karena itu, hendaknya setiap muslim di zaman ini meniru para pendahulu mereka untuk selalu berlomba-lomba guna mendapatkan kebaikan dan untuk beramal shalih. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آَتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
Tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS. Al-Maidah: 48)
Ayat serupa yang memerintahkan agar bersegera dan berlomba-lomba dalam kebaikan dan beramal shalih sangat banyak. Dan siapa, di dunianya, lebih dahulu dalam kebaikan maka di akhriatpun akan menjadi orang yang lebih dahulu masuk surga. Dan orang-orang yang lebih dahulu dalam amal ketaatan akan memiliki kedudukan yang lebih tinggi.Pada ringkasnya bahwa dalam amal ketaatan, kebaikan dan ibadah harus saling berlomba untuk menjadi terbaik dan mendapatkan pahala terbesar. Tidak ada itsar (mendahulukan yang lain) dalam hal itu. Itsar hanya berlaku dalam urusan duniawi. Wallahu a’lam bil-shawab . .
Di dalam al-Qur’an, Allah Swt. telah berjanji untuk menggandakan nilai perbuatan setiap hamba yang berbuat baik. Di antara ayat-ayat Allah yang menjelaskan hal ini adalah, “Siapa yang melakukan amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan siapa yang melakukan amal yang jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedangkan mereka sediktpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-an’am [6]: 160)
Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam kebaikan dan amal saleh. Di samping sebagi bekal kita kelak di akhirat, juga menjadi media untuk mewujudkan keharmonisan antar kita dan membendung ‘teritorial’ akidah dari goncangan-goncangan yang berbahaya. Allah Swt. berfirman, “...Maka berlomba-lombalah kamu (dalam) kebaiakan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 148).



MENYANTUNI KAUM DHUAFA.


Sebagai, umat muslim kita harus saling berbagi dengan saudara kita yang kurang beruntung karena, itu adalah salah satu perintah Allah. Banyak hadist-hadist yang memperjelas tentang sedekah terhadap kaum duafa dan manfaatnya.

Menyantuni kaum dhuafa bisa membuka pintu rezeki kita yang terhalang. Salah satu sebab ialah doa kaum dhuafa sangatlah manjur. Tindakan baik yang kita tujukan kepada mereka akan berbalas doa yang terijabahi.
Diriwayatkan dari Abu Darda’ ra. Ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Carilah aku melalui orang-orang lemah kalian, karena sesunguhnya kalian akan diberi rezeki dan ditolong sebab (berkat) orang-orang dhuafa.” (HR. Turmudzi, Nasai dan Abu Daud).

“Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai. Pada setiap tangkai terdapat seratus biji, Allah akan melipatgandakan ganjaran bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui.”QS Al-Baqarah Ayat 261.

Islam telah mendorong pemeluknya agar memiliki akhlak mulia. Salah satu akhlak mulia itu adalah menyantuni anak yatim. Sesungguhnya, anak yatim adalah manusia yang paling membutuhkan pertolongan dan kasih sayang. Karena ia adalah anak yang kehilangan ayahnya pada saat ia sangat membutuhkannya. Ia membutuhkan pertolongan dan kasih sayang kita, karena ia tidak mungkin mendapatkan kasih sayang ayahnya yang telah tiada. Jika anda melihat seseorang yang penyayang kepada anak-anak yatim dan menyantuni mereka, maka ketahuilah bahwa ia adalah seorang yang berbudi dan berakhlak mulia. Suatu ketika Saib bin Abdulloh rodhiyallohu ‘anhu datang kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya :

“Wahai Saib, perhatikanlah akhlak yang biasa kamu lakukan ketika kamu masih dalam “Wahai Saib, perhatikanlah akhlak yang biasa kamu lakukan ketika kamu masih dalam kejahiliyahan, laksanakan pula ia dalam masa keislaman. Jamulah tamu, muliakanlah anak yatim, dan berbuat baiklah kepada tetangga.” [HR.Ahmad dan Abu Dawud, Shohih Abu Dawud, Al-Albani : 4836]

“Sedekah itu tidak akan menyebabkan sesuatu pada harta, kecuali hanya akan memperbanyaknya. Karena itu, bersedekahlah kamu sekalian, pasti Allah akan mencurahkan rahmat-Nya” HR.Ibnu Majah . Oleh karena itu banyak-banyaklah bersedekah terhadap kaum dhuafa.

Created  by :
Denade Mawlidya Putri (07)
XI.IPA 2

Dea Rizky Indiardono XI IPS 2   Surat Masuk



https://mail.google.com/mail/images/reply.gif Balas 

https://mail.google.com/mail/images/card_button_d.gif
Balas ke semuanya Balas ke semuanyaTeruskan Teruskanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Cetakhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tambahkan Arief ke daftar Kenalanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Hapus pesan inihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Laporkan Phishinghttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tunjukkan yang aslihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Teks pesan kacau?
https://mail.google.com/mail/images/star_off_sm_2.gif
https://mail.google.com/mail/im/smlnopresence.gifArief Febianto <masterbluezz_23@yahoo.com> 
kepada saya
perlihatkan selengkapnya
 18 Sep 
Menyantuni Kaum Dhuafa
Maksud dari menyantuni kaum duafa ialah memberikan harta atau barang yang bermanfaat untuk duafa, kaum duafa sendiri ialah orang yang lemah dari bahasa Arab (duafa) atau orang yang tidak punya apa-apa, dan mereka harus disantuni bagi kewajiban muslim untuk saling memberi, itu sebagai bentuk ibadah kepada Allah Swt perlu digaris bawahi, bahwa “memberi” tidak harus uang malah kita berikan makanan bisa tapi nanti ibadahnya akan mengalir terus seperti halnya infak dan kalau sudah diberi akan jadi tanggung jawab orang miskin itu, misal saja barang yang diberikan digunakan untuk beribadah kepada Allah atau hal positif lainnya akan terkena pahala yang sama, ketika Dia gunakan tadi, sebaliknya degan digunakan mencopet atau judi kita tidak akan mendapat pahala buruk dari orang miskin itu insya Allah pahalanya tidak akan berkurang setelah memberi kepada orang miskin itu gunakan.
Dan menurut para ulama menyantuni kaum duafa akan menyelamatkan diri kita dari api neraka, tapi sekarang banyak manusia yang segan megeluarkan hartanya untuk berinfak pada kaum duafa, tapi ada juga yang selalu membantu kaum dufa itu, bukan saja yang berarti duafa pada orang miskin juga bisa pada misalnya ; panti asuahan, membangun masjid, kepada diri sendiri, anak yang putus sekolah biayai pendidikannya sampai tingkat SMA , dan keluarga dekat serta orang yang sedang perjalanan, ini sama dijelaskan pada surat Al-isra’ ayat 26-27.
Untuk anak yatim, Islam memerintahkan untuk memeliharanya (1). Memuliakannya (2). Tidak boleh berlaku sewenang-wenang (3). Menjaga hartanya ( kalau ada), sampai anak yatim tersebut dewasa, mandiri dan bisa mengurus hartanya (4).
Seperti dijelaskan dalam hadist bukhari dibawah ini bila seseorang memelihara anak yatim :
(1) Dari Sahl bin Sa’ad r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Saya dan orang yang memelihara anak yatim itu dalam syurga seperti ini." Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya dan merenggangkan antara keduanya itu." (Riwayat Bukhari)
(2) Surat Al Fajr ayat 17 “Sekali-kali tidak (demikian). Sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim”
(3) Surat Adh Dhuhaa ayat 9 “Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenag-wenang ”
(4) Al-Isra’ : 34, Al-Baqarah : 220, An-Nisa : 2, An-Nisa : 6
Untuk fakir miskin, kita harus menganjurkan orang untuk memberi makan. Kalau tidak, bahaya, cap kita adalah pendusta agama (5). Fakir miskin juga termasuk kedalam golongan yang berhak menerima zakat pun harta rampasan perang dari umat muslim (6).
Ada Dalam Al-Qur’an ayat berikut :
(5) Al Maun : 3
(6) Al Anam : 141, Al Baqarah : 177, Al Anfaal : 41, Al Hasyr : 7
Perlu ditekankan, bahwa defenisi Islam untuk orang yang miskin adalah orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya, dan tidak pernah berfikir untuk diberi sedekah dan tidak mau pergi untuk meminta-minta kepada orang lain (7) . Jadi orang seperti inilah, yang menyebabkan anda menjadi pendusta agama saat tidak menganjurkan untuk memberinya makan. Dan orang seperti inilah yang berhak terhadap zakat dan bagian dalam harta fa’i. dalam hadist buhari dan muslim dijelaskan :
(7) Dari abu hurairah ra. ia berkata rasulullah saw bersabda; "bukan dinamakan orang miskin, orang yang meminta-minta kemudian ia tidak memperoleh sesuap dan dua suap makanan atau tidak memperoleh satu dan dua buah butir kurma tapi yang dinamakan orang miskin adalah orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya dan tidak pernah berpikir untuk diberi sedekah dan ia juga tidak mau pergi untuk meminta-minta kepada orang lain (HR Bukhari dan Muslim )
Meminta-minta didalam Islam sangatlah tidak dianjurkan. Ia hanya pilihan untuk kondisi sangat genting. Kepepet kata orang kita. Karena banyaknya keburukan yang didapat dari meminta. Ketika meminta-minta, orang akan otomatis kehilangan keberkahan harta (8). Dan sesuai konteks, meminta itu untuk menyelamatkan diri dari kondisi kepepet,maka harus sedikit saja. Secukupnya untuk menutupi kekurangan yang ada, tidak boleh untuk memperkaya diri, karena sama dengan meminta bara api (9). Untuk itu, dalam kondisi yang melaratpun, umat Islam harus tetap berusaha mandiri dengan jalan halal. Keringanan dengan jalan meminta-minta ini hanya diperbolehkan karena tiga sebab, yaitu : Seperti Hadist No. (10)
- pertama seseorang yang menanggung beban yang amat berat, maka ia diperbolehkan meminta-minta sampai dapat memperingan bebannya; kemudia ia mengekang dirinya untuk tidak meminta-minta lagi;
- kedua seseorang yang tertimpa kecelakaan dan hartanya habis, maka ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan kehidupan yang layak,
- yang ketiga seorang yang sangat miskin sehingga ada tiga orang yang bijaksana diantara kaumnya mengatakan" si fulan benar-benar miskin" maka ia diperbolehkan meminta-minta, sampai dapat hidup dengan layak.
Dalam hadist riwayat bukhari & muslim Dijelaskan ialah :
(8) Dari hakim bin hizam ra. ia berkata; saya meminta kepada rasulullah saw, maka beliau memberi saya ; kemudian saya meminta lagi kepada beliau dan beliau memberi saya lagi. kemudia beliau bersabda; " Hai hakim, sesungguhnya harta itu memang manis dan mempesonakan. siapa saja mendapatkannya dengan kemurahan jiwa, maka ia mendapatkan berkah, tetapi siapa saja mendapatkannya dengan meminta-minta, maka ia tidak akan mendapatkan berkah, ia bagaikan orang yang sedang makan tetapi tidak pernah merasa kenyang. Tangan di atas (yang memberi , lebih baik daripada tangan dibawah ; hakim berkata; wahai rasulullah , demi zat yang mengutus engkau dengan kebenaran, saya tidak akan menerima sesatu pun dari seseorang seduah pemberianmu ini sampai saya meninggal dunia (HR Bukhari dan Muslim )
(9) Dari abu hurairah ra ia berkata; rasulullah saw bersabda; "siapa saja yang meminta- minta kepada sesama manusia dengan maksud untuk memperbanyak harta kekayaan, maka sesusungguhnya ia meminta bara api; sehingga terserah kepadanya apakah cukup dengan sedikit saja atau akan memperbanyaknya (HR Muslim )
Selain tiga hal diatas, Rasul menyatakan usaha meminta-minta adalah haram.
Dari pemaparan jalan yang ditawarkan Islam diatas jelas bahwa menurunkan Perda Pelarangan Memberi Uang Kepada Pengemis, tidak bijak. Apalagi dengan tujuan utama, kebersihan dan ketertiban. Si Penguasa sama dengan menzalimi pengemis-pengemis dan gelandangan. Tapi terlebih dahulu, dia menzalimi diri sendiri dengan menimbun gunugan dosa kezhaliman.
(10) Dari abu bisyr Qabishah bin al Mukhariq ra, ia berkata; saya adalah orang yang menanggung beban amat berat, maka saya mendatangi rasulullah saw untuk meminta bantuannya meringankan beban itu, kemudia beliau bersabda " tunggulah sampai ada zakat yang datang ke sini, nanti akan aku suruh si amil (pengumpul dan pembagi zakat) untuk memberi bagian kepadamu , kemudia beliau bersabda; Wahai Qabishah , meminta-minta itu tidak diperbolehkan kecuali ada salah satu dari 3 sebab;
- pertama seseorang yang menanggung beban yang amat berat, maka ia diperbolehkan meminta-minta sampai dapat memperingan bebannya; kemudian ia mengekang dirinya untuk tidak meminta-minta lagi;
- kedua seseorang yang tertimpa kecelakaan dan hartanya habis, maka ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan kehidupan yang layak,
- yang ketiga seorang yang sangat miskin sehingga ada tiga orang yang bijaksana diantara kaumnya mengatakan" si fulan benar-benar miskin" maka ia diperbolehkan meminta-minta, sampai dapat hidup dengan layak,
wahai Qabishah meminta-minta selain disebabkan tiga hal tadi adalah usaha yang haram dan orang yang memakannya berarti ia makan barang haram











https://mail.google.com/mail/images/reply.gifBalas
https://mail.google.com/mail/images/forward.gifTeruskan
Undang Arief ke Gmail








https://mail.google.com/mail/images/reply.gif Balas 

https://mail.google.com/mail/images/card_button_d.gif
Balas ke semuanya Balas ke semuanyaTeruskan Teruskanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Cetakhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tambahkan Arief ke daftar Kenalanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Hapus pesan inihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Laporkan Phishinghttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tunjukkan yang aslihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Teks pesan kacau?

https://mail.google.com/mail/images/star_off_sm_2.gif
https://mail.google.com/mail/im/smlnopresence.gifArief Febianto <masterbluezz_23@yahoo.com> 
kepada saya
perlihatkan selengkapnya
 18 Sep 











Berlomba Berbuat Kebaikan
Di dalam Alquran baik atau kebaikan menggunakan kata ihsan birr dan ishlah. Kata ihsan bisa dilihat pada firman Allah yg artinya “Dan siapakah yg lbh baik agamanya daripada orang yg ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah sedang dia pun mengerjakan kebaikan dan ia mengikuti agama Ibrahim yg lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” . Bila dikaitkan dgn hadis tentang kedatangan Jibril kepada Nabi Muhammad saw ihsan adl perbuatan baik yg dilakukan oleh seseorang krn merasakan kehadiran Allah dalam dirinya atau dia merasa diawasi oleh Allah SWT yg membuatnya tidak berani menyimpang dari segala ketentuan-Nya. Adapun kata baik dalam arti birr bisa dilihat pada firman Allah yg artinya “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke timur maupun ke barat itu suatu kebaikan tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah hari akhir malaikat kitab dan nabi-nabi serta memberikan harta yg dicintainya kepada kerabatnya anak-anak yatim orang miskin musafir dan orang-orang yg meminta-minta; dan hamba sahaya mendirikan salat menunaikan zakat; dan orang-orang yg menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yg sabar dalam kesempitan penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yg benar ; dan mereka itulah orang-orang yg bertaqwa.” . Bila kita kaji ayat-ayat tentang kata al-birr termasuk ayat di atas maka akan didapat kesimpulan bahwa kebaikan itu menurut Mahmud Syaltut dalam tafsirnya membaginya menjadi tiga yakni birr dalam aqidah birr dalam amal dan birr dalam akhlak. Adapun kata baik dgn menggunakan kata ishlah terdapat dalam banyak ayat misalnya pada firman Allah yg artinya “Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim katakanlah ‘Mengurus urusan mereka secara patut adl baik’.” . Islah digunakan penggunaannya dalam kaitan hubungan yg baik antara sesama manusia di dalam Ensiklopedi Hukum Islam jilid 3 hal 740 dinyatakan “Islah merupakan kewajiban umat Islam baik secara personal maupun sosial. Penekanan islah ini lbh terfokus pada hubungan antara sesama umat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah SWT.” Di dalam Alquran Allah SWT menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yg sebaik-baiknya. Namun kemuliaan manusia ternyata tidak terletak pada keindahan fisiknya. Kalau manusia dianggap mulia dgn sebab badannya yg besar tentu akan lbh mulia binatang ternak seperti sapi kerbau unta gajah dan sebagainya yg memiliki berat badan yg jauh lbh berat. Karenanya bila manusia hanya mengandalkan kehebatan dan keagungan dirinya pada berat badan dia bisa lbh rendah kedudukannya daripada binatang ternak yg kemuliaannya terletak pada berat badannya. Allah SWT berfirman yg artinya “Dan sesungguhnya Kami jadikan utk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya utk memahami dan mereka mempunyai mata tidak dipergunakannya utk melihat dan mereka mempunyai telinga tidak dipergunakannya utk mendengar . Mereka itu seperti binatang ternak bahkan mereka lbh sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yg lalai.”. Oleh krn itu kemuliaan manusia bisa kita pahami dari iman dan amal saleh atau kebaikannya dalam bersikap dan bertingkah laku di mana pun dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun situasi dan kondisinya. Itu sebabnya semakin banyak perbuatan baik yg dilakukannya maka akan semakin mulia harkat dan martabatnya di hadapan Allah SWT. Di sinilah letak pentingnya bagi kita utk berloma-lomba dalam kebaikan sebagaimana firman Allah yg artinya “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya yg ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian . Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” . Jalan Menuju Amal Baik Meskipun kebaikan kita sadari sebagai sesuatu yg harus kita laksanakan ternyata tidak sedikit orang yg tidak antusias utk melakukan kebaikan itu. Karena itu ada beberapa hal yg bisa dijadikan resep bagi seseorang agar bersemangat melakukan kebaikan.
Niat yg Ikhlas Niat yg ikhlas merupakan faktor penting dalam tiap amal. Karena dalam banyak amal di dalam Islam niat yg ikhlas merupakan rukun terpenting dan pertama. Niat yg ikhlas krn Allah dalam melakukan kebaikan akan membuat seseorang memiliki perasaan yg ringan dalam mengerjakan amal-amal yg berat sekalipun apalagi bila amal kebaikan itu tergolong amal yg ringan. Sedangkan tanpa keikhlasan jangankan amal yg berat amal yg ringan pun akan terasa menjadi berat. Disamping itu keikhlasan akan membuat seseorang berkesinambungan dalam amal kebaikan. Orang yg ikhlas tidak akan bersemangat krn dipuji dan tidak akan lemah krn dicela. Ada pujian atau celaan tidak akan membuatnya terpengaruh dalam melakukan kebaikan.
Cinta Kebaikan dan Orang Baik Seseorang akan antusias melaksanakan kebaikan manakala pada dirinya terdapat rasa cinta pada kebaikan hal ini krn mana mungkin seseorang melakukan suatu kebaikan apabila dia sendiri tidak suka pada kebaikan itu. Oleh krn itu rasa cinta pada kebaikan harus kita tanamkan ke dalam jiwa kita masing-masing sehingga kita akan menjadikan tiap bentuk kebaikan sebagai bagian yg tidak akan terpisahkan dalam kehidupan kita ini akan membuat kebaikan selalu menyertai kehidupan ini. Disamping cinta kepada kebaikan akan kita suka melakukan kebaikan harus tertanam juga di dalam jiwa kita rasa cinta kepada siapa saja yg berbuat baik hal ini akan membuat kita ingin selalu meneladani dan mengikuti segala bentuk kebaikan siapa pun yg melakukannya. Allah SWT telah menyebutkan kecintaan-Nya kepada siapa saja yg berbuat baik karenanya kita pun harus mencintai mereka yg berbuat baik. Allah berfirman yg artinya “Dan belanjakanlah di jalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dan berbuat baiklah krn sesungguhnya Alllah mencintai orang-orang yg berbuat baik.” .
Merasa Beruntung bila Melakukan Kebakan Berbuat baik merupakan sesuatu yg sangat mulia krn itu seseorang akan melakukan kebaikan apabila dgn kebaikan itu dia merasa memperoleh keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat. Ada banyak keuntungan yg akan diperoleh manusia bila ia berbuat baik. Pertama selalu disertai oleh Allah SWT lihat QS 16 128. Kedua menambah keni’matan untuknya lihat QS 2 58; 7 161; 33 29. Ketiga dicintai Allah lihat QS 7 161; 5 13; 2 236; 3 134; 3 148; 5 96. Keempat memperoleh rahmat Allah lihat QS 7 56. Kelima memperoleh pahala yg tidak disia-siakan Allah SWT lihat QS 9 120; 11 115; 12 56. Keenam dimasukkan ke dalam surga lihat QS 5 85; 39 34; 6 84; 12 22; 28 14; 37 80.
Merasa Rugi ila Meninggalkan Kebaikan Apabila seseorang merasa beruntung dgn kebaikan yg dilakukannya dgn sejumlah keutamaan yg disebutkan dalam Alquran maka bila seseorang tidak berbuat baik dia akan merasa sangat rugi baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Bagi seorang mukmin bagaimana mungkin dia tidak merasa rugi bila tidak melakukan kebaikan krn kehidupan ini memang harus dijalani utk mengabdi kepada Allah SWT yg merupakan puncak dari segala bentuk kebaikan yg harus dijalani. Manakala di dunia ini seseorang sudah merasa rugi maka di akhirat pun dia akan merasa rugi krn apa yg dilakukan seseorang dalam kehidupannya di dunia akan sangat berpengaruh di akhirat krn kehidupan akhirat pada hakikatnya adl hasil dari kehidupan di dunia bila seseorang berlaku baik di dunia dia akan memperoleh keberuntungan di akhirat disamping keberuntungan di dunia sedangkan bila seseorang tidak melakukan kebaikan di dunia maka dia akan memperoleh kerugian di dunia dan penyesalan yg sangat dalam di akhirat kelak sebagai bentuk dari mengabaikan nilai-nilai Islam. Allah SWT berfirman yg artinya “Barangsiapa mencari selain Islam sebagai agamanya maka sekali-kali tidaklah akan diterima daripadanya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yg rugi.” .
Meneladani Generasi yg Baik Perbuatan baik dan yg lbh baik lagi akan dilakukan oleh seorang muslim apabila dia mau meneladani orang yg berbuat baik hal ini menjadi penting krn dgn demikian dia menyadari bahwa meskipun perasaannya sudah banyak perbuatan baik yg dilakukannya tetap saja dia merasa masih sedikit dibanding orang lain yg jauh lbh baik dari dirinya hal ini akan memicu semangatnya utk berbuat baik yg lbh banyak lagi. Karena itu idealnya seorang mukmin bisa menjadi seperti cermin bagi mukmin lainnya sehingga manakala seseorang mengenal dan memperhatikann dirinya akan merasakan begitu banyak kekurangan termasuk dalam hal berbuat baik.
Memahami Ilmu Kebaikan Bagi seorang muslim tiap amal yg dilakukannya tentu harus didasari pada ilmu semakin banyak ilmu yg dimiliki dipahami dan dikuasai insya Allah akan makin banyak amal yg bisa dilakukannya sedangkan makin sedikit pemahaman atau ilmu seseorang akan semakin sedikit juga amal yg bisa dilakukannya apalagi belum tentu orang yg mempunyai ilmu secara otomatis bisa mengamalkannya. Ini berarti seseorang akan semakin terangsang utk melakukan kebaikan manakala dia memahami ilmu tentang kebaikan itu. Kebaikan yg Diterima Setiap kebaikan yg dilakukan seseorang tentu harus menghasilkan penilaian yg positif dari Allah SWT. Paling tidak ada dua kriteria tentang kebaikan yg diterima oleh Allah SWT. Pertama ikhlas dalam beramal yakni melakukan suatu amal dgn niat semata-mata ikhlas krn Allah SWT atau tidak riya dalam arti mengharap pujian dari selain Allah SWT. Karena itu dalam hadis yg terkenal Rasulullah saw bersabda yg artinya “Sesungguhnya amal itu sangat tergantung pada niatnya.” Kedua melakukan kebaikan itu secara benar hal ini krn meskipun niat seseorang sudah baik bila dalam melakukan amal dgn cara yg tidak baik maka hal itu tetap tidak bisa diterima oleh Allah SWT krn ini termasuk bagian dari mencari selain Islam sebagai agama hidupnya yg jelas-jelas akan ditolak Allah SWT sebagaimana yg sudah disebutkan pada QS 3 85 di atas. Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa hidup ini harus kita jalani utk mengabdi kepada Allah SWT yg terwujud salah satunya dalam bentuk melakukan kebaikan dan masing-masing orang harus berusaha melakukan kebaikan sebanyak mungkin sebagai bentuk kongkret dari perwujudan kehidupan yg baik di dunia dan ini pula yg akan menjadi bekal bagi manusia dalam menjalani kehidupannya di akhirat kelak.

Mohammad Arief Febianto (23) XI IPS 1   Surat Masuk



https://mail.google.com/mail/images/reply.gif Balas 

https://mail.google.com/mail/images/card_button_d.gif
Balas ke semuanya Balas ke semuanyaTeruskan Teruskanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Cetakhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tambahkan Arief ke daftar Kenalanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Hapus pesan inihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Laporkan Phishinghttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tunjukkan yang aslihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Teks pesan kacau?
https://mail.google.com/mail/images/star_off_sm_2.gif
https://mail.google.com/mail/im/smlnopresence.gifArief Febianto <masterbluezz_23@yahoo.com> 
kepada saya
perlihatkan selengkapnya
 18 Sep 
Berlomba Dalam Berbuat Kebaikan
Di dalam Alquran baik atau kebaikan menggunakan kata ihsan birr dan ishlah. Kata ihsan bisa dilihat pada firman Allah yg artinya “Dan siapakah yg lbh baik agamanya daripada orang yg ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah sedang dia pun mengerjakan kebaikan dan ia mengikuti agama Ibrahim yg lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” . Bila dikaitkan dgn hadis tentang kedatangan Jibril kepada Nabi Muhammad saw ihsan adl perbuatan baik yg dilakukan oleh seseorang krn merasakan kehadiran Allah dalam dirinya atau dia merasa diawasi oleh Allah SWT yg membuatnya tidak berani menyimpang dari segala ketentuan-Nya. Adapun kata baik dalam arti birr bisa dilihat pada firman Allah yg artinya “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke timur maupun ke barat itu suatu kebaikan tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah hari akhir malaikat kitab dan nabi-nabi serta memberikan harta yg dicintainya kepada kerabatnya anak-anak yatim orang miskin musafir dan orang-orang yg meminta-minta; dan hamba sahaya mendirikan salat menunaikan zakat; dan orang-orang yg menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yg sabar dalam kesempitan penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yg benar ; dan mereka itulah orang-orang yg bertaqwa.” . Bila kita kaji ayat-ayat tentang kata al-birr termasuk ayat di atas maka akan didapat kesimpulan bahwa kebaikan itu menurut Mahmud Syaltut dalam tafsirnya membaginya menjadi tiga yakni birr dalam aqidah birr dalam amal dan birr dalam akhlak. Adapun kata baik dgn menggunakan kata ishlah terdapat dalam banyak ayat misalnya pada firman Allah yg artinya “Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim katakanlah ‘Mengurus urusan mereka secara patut adl baik’.” . Islah digunakan penggunaannya dalam kaitan hubungan yg baik antara sesama manusia di dalam Ensiklopedi Hukum Islam jilid 3 hal 740 dinyatakan “Islah merupakan kewajiban umat Islam baik secara personal maupun sosial. Penekanan islah ini lbh terfokus pada hubungan antara sesama umat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah SWT.” Di dalam Alquran Allah SWT menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yg sebaik-baiknya. Namun kemuliaan manusia ternyata tidak terletak pada keindahan fisiknya. Kalau manusia dianggap mulia dgn sebab badannya yg besar tentu akan lbh mulia binatang ternak seperti sapi kerbau unta gajah dan sebagainya yg memiliki berat badan yg jauh lbh berat. Karenanya bila manusia hanya mengandalkan kehebatan dan keagungan dirinya pada berat badan dia bisa lbh rendah kedudukannya daripada binatang ternak yg kemuliaannya terletak pada berat badannya. Allah SWT berfirman yg artinya “Dan sesungguhnya Kami jadikan utk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya utk memahami dan mereka mempunyai mata tidak dipergunakannya utk melihat dan mereka mempunyai telinga tidak dipergunakannya utk mendengar . Mereka itu seperti binatang ternak bahkan mereka lbh sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yg lalai.”. Oleh krn itu kemuliaan manusia bisa kita pahami dari iman dan amal saleh atau kebaikannya dalam bersikap dan bertingkah laku di mana pun dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun situasi dan kondisinya. Itu sebabnya semakin banyak perbuatan baik yg dilakukannya maka akan semakin mulia harkat dan martabatnya di hadapan Allah SWT. Di sinilah letak pentingnya bagi kita utk berloma-lomba dalam kebaikan sebagaimana firman Allah yg artinya “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya yg ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian . Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” . Jalan Menuju Amal Baik Meskipun kebaikan kita sadari sebagai sesuatu yg harus kita laksanakan ternyata tidak sedikit orang yg tidak antusias utk melakukan kebaikan itu. Karena itu ada beberapa hal yg bisa dijadikan resep bagi seseorang agar bersemangat melakukan kebaikan.
Niat yg Ikhlas Niat yg ikhlas merupakan faktor penting dalam tiap amal. Karena dalam banyak amal di dalam Islam niat yg ikhlas merupakan rukun terpenting dan pertama. Niat yg ikhlas krn Allah dalam melakukan kebaikan akan membuat seseorang memiliki perasaan yg ringan dalam mengerjakan amal-amal yg berat sekalipun apalagi bila amal kebaikan itu tergolong amal yg ringan. Sedangkan tanpa keikhlasan jangankan amal yg berat amal yg ringan pun akan terasa menjadi berat. Disamping itu keikhlasan akan membuat seseorang berkesinambungan dalam amal kebaikan. Orang yg ikhlas tidak akan bersemangat krn dipuji dan tidak akan lemah krn dicela. Ada pujian atau celaan tidak akan membuatnya terpengaruh dalam melakukan kebaikan.
Cinta Kebaikan dan Orang Baik Seseorang akan antusias melaksanakan kebaikan manakala pada dirinya terdapat rasa cinta pada kebaikan hal ini krn mana mungkin seseorang melakukan suatu kebaikan apabila dia sendiri tidak suka pada kebaikan itu. Oleh krn itu rasa cinta pada kebaikan harus kita tanamkan ke dalam jiwa kita masing-masing sehingga kita akan menjadikan tiap bentuk kebaikan sebagai bagian yg tidak akan terpisahkan dalam kehidupan kita ini akan membuat kebaikan selalu menyertai kehidupan ini. Disamping cinta kepada kebaikan akan kita suka melakukan kebaikan harus tertanam juga di dalam jiwa kita rasa cinta kepada siapa saja yg berbuat baik hal ini akan membuat kita ingin selalu meneladani dan mengikuti segala bentuk kebaikan siapa pun yg melakukannya. Allah SWT telah menyebutkan kecintaan-Nya kepada siapa saja yg berbuat baik karenanya kita pun harus mencintai mereka yg berbuat baik. Allah berfirman yg artinya “Dan belanjakanlah di jalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dan berbuat baiklah krn sesungguhnya Alllah mencintai orang-orang yg berbuat baik.” .
Merasa Beruntung bila Melakukan Kebakan Berbuat baik merupakan sesuatu yg sangat mulia krn itu seseorang akan melakukan kebaikan apabila dgn kebaikan itu dia merasa memperoleh keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat. Ada banyak keuntungan yg akan diperoleh manusia bila ia berbuat baik. Pertama selalu disertai oleh Allah SWT lihat QS 16 128. Kedua menambah keni’matan untuknya lihat QS 2 58; 7 161; 33 29. Ketiga dicintai Allah lihat QS 7 161; 5 13; 2 236; 3 134; 3 148; 5 96. Keempat memperoleh rahmat Allah lihat QS 7 56. Kelima memperoleh pahala yg tidak disia-siakan Allah SWT lihat QS 9 120; 11 115; 12 56. Keenam dimasukkan ke dalam surga lihat QS 5 85; 39 34; 6 84; 12 22; 28 14; 37 80.
Merasa Rugi ila Meninggalkan Kebaikan Apabila seseorang merasa beruntung dgn kebaikan yg dilakukannya dgn sejumlah keutamaan yg disebutkan dalam Alquran maka bila seseorang tidak berbuat baik dia akan merasa sangat rugi baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Bagi seorang mukmin bagaimana mungkin dia tidak merasa rugi bila tidak melakukan kebaikan krn kehidupan ini memang harus dijalani utk mengabdi kepada Allah SWT yg merupakan puncak dari segala bentuk kebaikan yg harus dijalani. Manakala di dunia ini seseorang sudah merasa rugi maka di akhirat pun dia akan merasa rugi krn apa yg dilakukan seseorang dalam kehidupannya di dunia akan sangat berpengaruh di akhirat krn kehidupan akhirat pada hakikatnya adl hasil dari kehidupan di dunia bila seseorang berlaku baik di dunia dia akan memperoleh keberuntungan di akhirat disamping keberuntungan di dunia sedangkan bila seseorang tidak melakukan kebaikan di dunia maka dia akan memperoleh kerugian di dunia dan penyesalan yg sangat dalam di akhirat kelak sebagai bentuk dari mengabaikan nilai-nilai Islam. Allah SWT berfirman yg artinya “Barangsiapa mencari selain Islam sebagai agamanya maka sekali-kali tidaklah akan diterima daripadanya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yg rugi.” .
Meneladani Generasi yg Baik Perbuatan baik dan yg lbh baik lagi akan dilakukan oleh seorang muslim apabila dia mau meneladani orang yg berbuat baik hal ini menjadi penting krn dgn demikian dia menyadari bahwa meskipun perasaannya sudah banyak perbuatan baik yg dilakukannya tetap saja dia merasa masih sedikit dibanding orang lain yg jauh lbh baik dari dirinya hal ini akan memicu semangatnya utk berbuat baik yg lbh banyak lagi. Karena itu idealnya seorang mukmin bisa menjadi seperti cermin bagi mukmin lainnya sehingga manakala seseorang mengenal dan memperhatikann dirinya akan merasakan begitu banyak kekurangan termasuk dalam hal berbuat baik.
Memahami Ilmu Kebaikan Bagi seorang muslim tiap amal yg dilakukannya tentu harus didasari pada ilmu semakin banyak ilmu yg dimiliki dipahami dan dikuasai insya Allah akan makin banyak amal yg bisa dilakukannya sedangkan makin sedikit pemahaman atau ilmu seseorang akan semakin sedikit juga amal yg bisa dilakukannya apalagi belum tentu orang yg mempunyai ilmu secara otomatis bisa mengamalkannya. Ini berarti seseorang akan semakin terangsang utk melakukan kebaikan manakala dia memahami ilmu tentang kebaikan itu. Kebaikan yg Diterima Setiap kebaikan yg dilakukan seseorang tentu harus menghasilkan penilaian yg positif dari Allah SWT. Paling tidak ada dua kriteria tentang kebaikan yg diterima oleh Allah SWT. Pertama ikhlas dalam beramal yakni melakukan suatu amal dgn niat semata-mata ikhlas krn Allah SWT atau tidak riya dalam arti mengharap pujian dari selain Allah SWT. Karena itu dalam hadis yg terkenal Rasulullah saw bersabda yg artinya “Sesungguhnya amal itu sangat tergantung pada niatnya.” Kedua melakukan kebaikan itu secara benar hal ini krn meskipun niat seseorang sudah baik bila dalam melakukan amal dgn cara yg tidak baik maka hal itu tetap tidak bisa diterima oleh Allah SWT krn ini termasuk bagian dari mencari selain Islam sebagai agama hidupnya yg jelas-jelas akan ditolak Allah SWT sebagaimana yg sudah disebutkan pada QS 3 85 di atas. Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa hidup ini harus kita jalani utk mengabdi kepada Allah SWT yg terwujud salah satunya dalam bentuk melakukan kebaikan dan masing-masing orang harus berusaha melakukan kebaikan sebanyak mungkin sebagai bentuk kongkret dari perwujudan kehidupan yg baik di dunia dan ini pula yg akan menjadi bekal bagi manusia dalam menjalani kehidupannya di akhirat kelak.








Tugas PAI Irvan Ibrahim, XI IPA 9 Absen 20   Surat Masuk



https://mail.google.com/mail/images/reply.gif Balas 

https://mail.google.com/mail/images/card_button_d.gif
Balas ke semuanya Balas ke semuanyaTeruskan Teruskanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Cetakhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tambahkan Irvan ke daftar Kenalanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Hapus pesan inihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Laporkan Phishinghttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tunjukkan yang aslihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Teks pesan kacau?
https://mail.google.com/mail/images/star_off_sm_2.gif
https://mail.google.com/mail/im/smlnopresence.gifIrvan Ibrahim <ibrahim.irvan@rocketmail.com> 
kepada saya
perlihatkan selengkapnya
 18 Sep 
BERLOMBA-LOMBA DALAM KEBAIKAN

Di dalam Al-Qur’an, baik atau kebaikan menggunakan kata ihsan, birr, dan ishlah. Kata ihsan (ahsan dan muhsin) bisa dilihat pada firman Allah:

"Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya." (QS 4: 125)

Bila dikaitkan dengan definisi ihsan dalam hadits kedatangan Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, maka ihsan adalah perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang karena merasakan kehadiran Allah dalam dirinya atau dia merasa diawasi oleh Allah SWT yang membuatnya tidak berani menyimpang dari segala ketentuan-Nya.

Sedangkan kata baik dalam arti birr bisa dilihat pada firman Allah:

"Bukanlah sekedar menghadapkan wajahmu ke timur maupun ke barat yang disebut suatu kebaikan, tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab dan nabi-nabi serta memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (QS 2: 177).

Bila kita kaji ayat-ayat tentang kata al birr, termasuk ayat di atas, maka akan didapat kesimpulan bahwa kebaikan itu - menurut Mahmud Syaltut dalam tafsirnya - dibagi menjadi tiga, yakni birr dalam aqidah, birr dalam amal dan birr dalam akhlak.

Adapun kata baik dengan menggunakan kata ishlah terdapat dalam banyak ayat, misalnya pada firman Allah:

"Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: mengurus urusan mereka secara patut adalah baik." (QS 2: 220)

Istilah ishlah (berlaku baik) digunakan dalam kaitan hubungan antara sesama manusia. Dalam Ensiklopedia Hukum Islam, jilid 3 hal 740 dinyatakan, "Ishlah merupakan kewajiban umat Islam, baik secara personal maupun sosial. Penekanan ishlah ini lebih terfokus pada hubungan antara sesama umat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah SWT."

Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Namun, kemuliaan manusia ternyata tidak terletak pada keindahan fisiknya. Kalau manusia dianggap mulia dengan sebab badannya yang besar, tentu akan lebih mulia binatang ternak seperti sapi, kerbau, unta, gajah dan sebagainya yang memiliki berat badan jauh lebih berat. Karenanya bila manusia hanya mengandalkan kehebatan dan keagungan dirinya pada berat badan, maka dia bisa lebih rendah kedudukannya daripada binatang ternak yang kemuliaannya terletak pada berat badannya. Allah SWT berfirman:

"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS 7: 179).

Oleh karena itu, kemuliaan manusia bisa kita pahami dari iman dan amal shaleh atau kebaikannya dalam bersikap dan bertingkah laku, di manapun dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun situasi dan kondisinya. Itu sebabnya, semakin banyak perbuatan baik yang dilakukannya, maka akan semakin mulia harkat dan martabatnya di hadapan Allah SWT. Di sinilah letak pentingnya bagi kita untuk berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana firman Allah:

"Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS 2: 148).

Jalan Menuju Amal Baik

Meskipun kebaikan kita sadari sebagai sesuatu yang harus kita laksanakan, ternyata hanya sedikit orang yang antusias untuk melakukan kebaikan itu. Karena itu, ada beberapa hal yang bisa dijadikan resep bagi seseorang agar bersemangat melakukan kebaikan.











https://mail.google.com/mail/images/reply.gifBalas
https://mail.google.com/mail/images/forward.gifTeruskan
Undang Irvan ke Gmail








https://mail.google.com/mail/images/reply.gif Balas 

https://mail.google.com/mail/images/card_button_d.gif
Balas ke semuanya Balas ke semuanyaTeruskan Teruskanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Cetakhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tambahkan Irvan ke daftar Kenalanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Hapus pesan inihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Laporkan Phishinghttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tunjukkan yang aslihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Teks pesan kacau?

https://mail.google.com/mail/images/star_off_sm_2.gif
https://mail.google.com/mail/im/smlnopresence.gifIrvan Ibrahim <ibrahim.irvan@rocketmail.com> 
kepada saya
perlihatkan selengkapnya
 18 Sep 











Menyantuni Dhuafa


Surah Al Isra Ayat 26-27
Artinya : “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros (Q.S. Al Isra 26).
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.(Q.S. Al-Isra 27)
Surah Al Isra dikenal juga dengan nama Surah Bani Israil yang termasuk golongan surat Makiyah. Pada ayat 26-27 ini mempunyai asbanun nuzul yang diriwayatkan oleh At Thabrani yang bersumber dari Abu Sa`id Al Khudri dan dalam riwayat lain oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa ketika turun ayat ini, Rasulullah saw, memberikan tanah di Fadak ( tanah yang diperoleh Rasulullah dari pembagian ganimah atau rampasan perang ) kepada Fatimah.
Kandungan Ayat
  • Secara umum ayat tersebut berhubungan dengan hubungan antara manusia dalam hal memanfaatkan dan menggunakan harta yang dimiliki
  • Orang yang diberi nafkah atau harta hendaklah memperhatikan dari oarng yang paling dekat seperti; keluarga atau kaum kerabat, orang-orang miskin, orang yang dalam perjalanan.
  • Larangan untuk tidak berlaku boros dalam membelanjakan hartanya atau menghambur-hamburkan harta
  • Perbuatan boros adalah sifat syaitaniyah yang harus ditinggalkan, dan syaitan itu adalah makhluk yang selalu ingkar kepada Allah.
Penjelasan
Pada ayat 26 menjelaskan kepada manusia bahwa orang yang mempunyai kelebihan harta punya kewajiban untu menyantuni atau menolong. Ditegaskan dalam ayat tersebut bahwa orang yang paling berhak untuk segera mendapat santunan adalah dari oang yang paling dekat dalam sebuah keluarga, yaitu;
  • Keluarga dekat atau kaum kerabatnya
  • Orang-orang miskin
  • Orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan
Dalam ayat 26 tersebut dengan tegas melarang manusia untuk bersifat boros dan menghambur hamburkan harta untuk keperluan yang kurang bermanfaat. Sedangkan dalam ayat 27 Allah mengingatkan kepada manusia dengan memberikan tekanan bahwa perilaku boros adalah termasuk saudara syaitan. Dan syaitan itu selalu ingkar kepada Allah swt. Daripada untuk menghaburkan harta masih banyak saudara kita yang memerlukan bantuan kita semua yang memiliki harta lebih.
Pemberian infak dari harta yang diperoleh haruslah dengan cara yang baik dan sesuai dengan kadar ketentuan yang layak. Allah swt berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 267 sebagai berikut :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.( Q.S. 2:267)
Allah SWT memerintahkan umat Islam yang beriman agar memberikan infak atau nafkah sebagai hak bagi keluarga-keluarga yang dekat. Kemudian diberikan kepada orang-orang yang kekurangan atau orang-orang miskin, perlu juga diberikan kepada orang-orang yang dalam perjalanan atau ibnu sabil,
Harta yang diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima hendaklah harta yang baik-baik dan masih disukai, dan jangan memberikan harta atau sesuatu yang kita sendiri sudah tidak menyukainya. Dalam memberikan bantuan kepada fakir mikin sesungguhnya yang dibutuhkan tidak sekedar materi saja, tetapi juga perhatian dan hubungan persaudaraan sesama muslim.
Dalam membelanjakan harta seorang muslim harus sesuai dengan kemampuan dan tidak boleh bersifat boros. Boros dalam pandangan islam sangat dilarang yang dianjurkan adalah pada posisi yang pas yaitu ditengah-tengah antara tidak boros juga tidak bakhil. Allah berfirman dalam surat Al Furqan ayat 67 :
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”.( Q.S Al Furqan :67)
Ayat di atas memberikan suatu pemahaman bahwa Allah menyukai orang-orang yang tepat dalam mengelola harta kekayaan dan sesuai dengan peruntukannya. Allah SWT memberikan penghargaan dan balasan pahala yang jauh lebih banyak dengan apa yang kita berikan untuk menyantuni kaum duafa. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 261 :
Artinya : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Q.S Al Baqarah:261)
Dalam surat Al Baqarah ayat 261 dengan jelas Allah akan membalas kepada siapapun yang menafkahkan hartanya di jalan Allah termasuk menyantuni kaum duafa, dengan balasan yang berlipat ganda.
Surah Al Baqarah Ayat 177
Dalam sebuah riwayat oleh Abdurrazaq dari Ma`mar dan dari Qatadah serta riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abul Aliyah menerangkan tentang kaum Yahudi yang menganggap bahwa yang baik itu salat menghada ke barat, sedangkan kaum Nasrani mengarah ke timur sehingga turunlah Al Baqarah ayat 177.
Dalam sebuah riwayat lain Ibnu Jarir dan Ibnu Munzir yang bersumber dari Qatadah bahwa turunya ayat tersebut sehubungan dengan pertanyaan seorang laki-laki yang ditujukan kepada Rasulullah SAW, tentang al birr atau kebajikan. Setelah ayat tersebut, Rasulullah memanggil kembali orang tersebut dan dibacakanya ayat itu kepada orang tadi. Peristiwa itu terjadi sebelum diwajibkan salat fardhu. Pada waktu itu, apabila seseorang telah mengucapkan syahadat, kemudian meninggal di saat beriman, maka harapan besar ia mendapatkan kebaikan. Akan tetapi kaum Yahudi menganggap yang baik itu apabila salat menghadap ke barat, sedangkan kaum Nasrani mengarah ke timur.
Artinya : “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.( Q.S Al Baqarah; 177
Kandungan Ayat
Kebaikan yang dimaksud dalam surat Al Baqarah ayat 177 adalah beriman kepada Allah SWT, hari akhir, beriman kepada malaikat-malaikta, kitab-kitab, para nabi dan selalu melaksanakan keimananya itu dalam hidupnya. Diantara kebaikan yang perlu dilakukan dalam keseharian misalnya :
  • Memberikan harta yang kita sukai atau yang masih bagus kepada kerabat atau saudara kita, dan hendaknya kerabat itu yang paling dekat hubungan keluarganya.
  • Menyantuni kepada orang yang tidak mampu atau orang miskin, anak yatim piatu, karena mereka masih sangat membutuhkan pertolongan dan bantua.
  • Menolong kepada musafir yang berniat baik dalam perjalanan dan pengembaraanya.
  • Membantu kepada orang yang terpaksa harus meminta-minta, seperti gelandangan dan pengemis.
  • Memberikan sebagian harta kepada orang yang lemah, sakit, kekurangan
  • Melaksanakan ibadah yang menjadi kewajiban manusia kepada Allah SWT
  • Melaksanakan kewajiban untuk membayar zakat
  • Menepati janji bagi orang yang mengadakan perjanjian.
  • Sabar dalam penderitaan
Penjelasan
Pada waktu kiblat umat Islam berpindah ke arah Ka`bah atau baitullah di Masjidil Haram Makah, terjadilah perselisihan antara orang Islam dengan orang-orang ahli kitab. Para ahli Kitab berpendapat orang yang melakukan ibadah ( salat ) tidak menghadap kearah baitul maqdis atau Masjidil Aqsha, tidak sah. Mereka dianggap bukan pengikut nabi-nabi. Umat islam sebaliknya berpendapat bahwa ibadah yang di terima itu kalau menghadap ke arah Ka`bah yang ada di Masjidil Haram Makah.
Sebenarnya ayat ini diperuntukkan kepada seluruh umat manusia yang menganut agama yang berasal dari langit atau dikenal dengan istilah agama samawi, bahwa yang namanya ibadah itu bukan hanya persoalan menghadap kearah barat, atau kearah timur, tetapi ibadah dan kebajikan itu ialah beriman kepada Allah SWT, beriman kepada malaikat, dan beriman kepada nabi, kitab-kitab, hari akhir dan beramal saleh.
Nilai amal saleh sangat erat kaitanya dengan iman. Sebaliknya, amal saleh bila tidak didasari oleh iman, maka dosa itu tidak dapat ditebus dengan amal saleh sebesar apapun sehingga perbuatan-perbutan baik yang dilakukan itu didasari dengan iman. Dalam Al Quran didapati hubungan iman dan amal sebagaimana berikut ini;
  1. Orang yang mati dalam keadaan kafir dan belum bertobat tidak akan diterima amalanya.
  2. Orang-orang yang musyrik akan dihapus amalanya
  3. Amal pebuatan orang-orang kafir sia-sia
  4. Orang kafir akan ditimpakan siksa di dunia dan di akhirat
  5. Orang yang tidak beriman kepada akhirat hanya mendapatkan kehidupan dunia saja.
Sebagai bentuk perwujudan dan pengamalan surat Al-Baqarah ayat 177 diantaranya dapat dilakukan dengan cara :
  1. Beriman kepada Allah SWT
  2. Beriman kepada malaikat, kitab-kitab,dan para nabi
  3. Mendirikan salat
  4. Menirikan Zakat
  5. Berakhlak mulia
  6. Menepati Janji
  7. Menyantuni anak yatim , ibnu sabil
  8. Sabar dalam penderitaan.
  9. Bekerja dengan tekun untuk menafkahi keluarga
  10. Suka menabung dan tidak berlaku boros
  11. Menjauhi segala hal yang sia-sia
  12. Mempelajari ilmu agama dan mengamalkanya
  13. Bersedekah dengan harta yang paling baik
  14. Bersikap amanah
  15. Berpikir kritis
  16. Selalu melatih untuk beribadah kepada Allah SWT

artikel berlomba-lomba dalam kebaikan (bab 1) dan perintah menyantuni kaum duafa (bab 2)   Surat Masuk



https://mail.google.com/mail/images/reply.gif Balas 

https://mail.google.com/mail/images/card_button_d.gif
Balas ke semuanya Balas ke semuanyaTeruskan Teruskanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Cetakhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tambahkan Anindia ke daftar Kenalanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Hapus pesan inihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Laporkan Phishinghttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tunjukkan yang aslihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Teks pesan kacau?
https://mail.google.com/mail/images/star_off_sm_2.gif
https://mail.google.com/mail/im/smlnopresence.gifAnindia Medinah <anindiamedinah@ymail.com> 
kepada saya
perlihatkan selengkapnya
 18 Sep 
BAB 1
Berlomba-lomba Dalam Berbuat Kebaikan

Merasa Beruntung Bila Melakukan Kebaikan
Berbuat baik merupakan sesuatu yang sangat mulia dan seseorang akan bersemangat melakukan kebaikan apabila dengan kebaikan itu dia merasa yakin memperoleh keberuntungan, baik di dunia maupun di akhirat. Ada banyak keuntungan yang akan diperoleh manusia bila ia berbuat baik.

Pertama, selalu disertai oleh Allah SWT

Kedua, menambah kenikmatan untuknya

Ketiga, dicintai Allah

Keempat, memperoleh rahmat Allah

Kelima, memperoleh pahala yang tidak disia-siakan Allah SWT

Keenam, dimasukkan ke dalam surge

Merasa Rugi Bila Meninggalkan Kebaikan
Apabila seseorang merasa beruntung dengan kebaikan yang dilakukannya karena sejumlah keutamaan yang disebutkan dalam Al-Qur’an, maka bila seseorang tidak berbuat baik dia akan merasa sangat rugi, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Bagi seorang mukmin, bagaimana mungkin dia tidak merasa rugi bila tidak melakukan kebaikan, karena kehidupan ini memang harus dijalani untuk mengabdi kepada Allah SWT yang merupakan puncak dari segala bentuk kebaikan yang harus dijalani.
Manakala di dunia ini seseorang sudah merasa rugi, maka di akhirat pun dia akan merasa rugi, karena apa yang dilakukan seseorang dalam kehidupannya di dunia akan sangat berpengaruh pada kehidupannya di akhirat, karena kehidupan akhirat pada hakikatnya adalah hasil dari kehidupan di dunia. Bila seseorang berlaku baik di dunia, dia akan memperoleh keberuntungan di akhirat di samping keberuntungan di dunia, sedangkan bila seseorang tidak melakukan kebaikan di dunia, maka dia akan memperoleh kerugian di dunia dan penyesalan yang sangat dalam di akhirat kelak sebagai akibat dari pengabaian nilai-nilai Islam, Allah SWT berfirman yang artinya, "Barang siapa mencari selain Islam sebagai agamanya, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi."

Kebaikan Yang Diterima Dalam melakukan Kebaikan

Setiap kebaikan yang dilakukan seseorang tentu harus menghasilkan penilaian yang positif dari Allah SWT. Paling tidak, ada dua kriteria tentang kebaikan yang diterima oleh Allah SWT.
Pertama, ikhlas dalam beramal, yakni melakukan suatu amal dengan niat semata-mata karena Allah SWT, atau tidak riya dalam arti mengharap pujian dari selain Allah SWT. Karena itu, dalam hadits yang terkenal, Rasulullah Saw bersabda yang artinya, "Sesungguhnya amal itu sangat tergantung pada niatnya."
Kedua, melakukan kebaikan itu secara benar, karena meskipun niat seseorang sudah baik, bila ia melakukan amal dengan cara yang tidak benar, maka hal itu tetap tidak bisa diterima oleh Allah SWT. Sebab hal itu termasuk bagian dari mencari selain Islam sebagai agama, yang jelas-jelas akan ditolak Allah SWT sebagaimana yang sudah disebutkan pada QS 3: 85 di atas.
Akhirnya, menjadi jelas bagi kita bahwa hidup ini harus kita jalani semata-mata untuk mengabdi kepada Allah SWT (QS 51: 56) yang salah satunya terwujud dalam bentuk melakukan kebaikan. Dan masing-masing orang harus berusaha melakukan kebaikan sebanyak mungkin sebagai perwujudan kehidupan yang baik di dunia dan ini pula yang akan menjadi bekal bagi manusia dalam menjalani kehidupannya di akhirat kelak. Wallahu a’lam



BAB 2
Menyantuni Kaum Duafa

Bacaan Surah Al Isra Ayat 26-27

(٢٦) وَءَاتِ ذَا ٱلۡقُرۡبَىٰ حَقَّهُ ۥ وَٱلۡمِسۡكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرۡ تَبۡذِيرًا
إِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْ إِخۡوَٲنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ‌ۖ وَكَانَ ٱلشَّيۡطَـٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورً۬ا (٢٧)

Artinya : (26) “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya ; kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menhamburkan (hartamu) secara boros. (27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada tuhannya. “ (QS Al Isra: 26-27)

Isi Kandungan

Pada ayat 26, dijelaskan bahwa selain berbakti, berkhidmat, dan menanamkan kasih saying, cinta, dan rahmat kepada orang tua, ita pun hendaknya memberi bantuan kepada kaum keluarga yang dekat karena mereka paling utama dan berhak untuk ditolong.

Allah memrintahkan manusia untuk berbakti dan berbuat baik tidah hanya kepada orang tua saja, namun masih harus berbuat baik kepada tiga golongan lain,yaitu:
a. Kepada kaum kerabat
b. Kepada orang miskin
c. Kepada orang terlantar
Pada ayat 27, Allah mengingatkan bahwa betapa buruknya sifat orang yang boros. Mereka dikatakan sebagai saudara setan karena suka mengikuti dan sanagt penurut kepadanya. Orang yang boros bermakna orang yang membelanjakan hartanya dalam perkara yang tidak mengandung ketaatan.

Arti dari Menyantuni Kaum Duafa Beserta Orang Yang Pantas Diberi Santunan
Maksud dari menyantuni kaum duafa ialah memberikan harta atau barang yang bermanfaat untuk duafa, kaum duafa sendiri ialah orang yang lemah dari bahasa Arab (duafa) atau orang yang tidak punya apa-apa, dan mereka harus disantuni bagi kewajiban muslim untuk saling memberi, itu sebagai bentuk ibadah kepada Allah Swt perlu digaris bawahi, bahwa “memberi” tidak harus uang malah kita berikan makanan bisa tapi nanti ibadahnya akan mengalir terus seperti halnya infak dan kalau sudah diberi akan jadi tanggung jawab orang miskin itu, misal saja barang yang diberikan digunakan untuk beribadah kepada Allah atau hal positif lainnya akan terkena pahala yang sama, ketika Dia gunakan tadi, sebaliknya degan digunakan mencopet atau judi kita tidak akan mendapat pahala buruk dari orang miskin itu insya Allah pahalanya tidak akan berkurang setelah memberi kepada orang miskin itu gunakan.
Dan menurut para ulama menyantuni kaum duafa akan menyelamatkan diri kita dari api neraka, tapi sekarang banyak manusia yang segan megeluarkan hartanya untuk berinfak pada kaum duafa, tapi ada juga yang selalu membantu kaum dufa itu, bukan saja yang berarti duafa pada orang miskin juga bisa pada misalnya ; panti asuahan, membangun masjid, kepada diri sendiri, anak yang putus sekolah biayai pendidikannya sampai tingkat SMA , dan keluarga dekat serta orang yang sedang perjalanan, ini sama dijelaskan pada surat Al-isra’ ayat 26-27.
Untuk anak yatim, Islam memerintahkan untuk memeliharanya (1). Memuliakannya (2). Tidak boleh berlaku sewenang-wenang (3). Menjaga hartanya ( kalau ada), sampai anak yatim tersebut dewasa, mandiri dan bisa mengurus hartanya (4).
Nama : Anindia Medinah (02)








tugas agama   Surat Masuk



https://mail.google.com/mail/images/reply.gif Balas 

https://mail.google.com/mail/images/card_button_d.gif

https://mail.google.com/mail/images/star_off_sm_2.gif
https://mail.google.com/mail/im/smlnopresence.giffye jade <formyjade85@gmail.com> 
kepada saya
perlihatkan selengkapnya
 18 Sep 
KEUTAMAAN MENYANTUNI KAUM DUAFA
“Dalam do’a Dhuafa ada Riha Allah untuk Penyayangnya”
“Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai. Pada setiap tangkai terdapat seratus biji, Allah akan melipatgandakan ganjaran bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui.”QS Al-Baqarah Ayat 261.
Islam telah mendorong pemeluknya agar memiliki akhlak mulia. Salah satu akhlak mulia itu adalah menyantuni anak yatim. Sesungguhnya, anak yatim adalah manusia yang paling membutuhkan pertolongan dan kasih sayang. Karena ia adalah anak yang kehilangan ayahnya pada saat ia sangat membutuhkannya. Ia membutuhkan pertolongan dan kasih sayang kita, karena ia tidak mungkin mendapatkan kasih sayang ayahnya yang telah tiada. Jika anda melihat seseorang yang penyayang kepada anak-anak yatim dan menyantuni mereka, maka ketahuilah bahwa ia adalah seorang yang berbudi dan berakhlak mulia. Suatu ketika Saib bin Abdulloh rodhiyallohu ‘anhu datang kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya :

“Wahai Saib, perhatikanlah akhlak yang biasa kamu lakukan ketika kamu masih dalam “Wahai Saib, perhatikanlah akhlak yang biasa kamu lakukan ketika kamu masih dalam kejahiliyahan, laksanakan pula ia dalam masa keislaman. Jamulah tamu, muliakanlah anak yatim, dan berbuat baiklah kepada tetangga.” [HR.Ahmad dan Abu Dawud, Shohih Abu Dawud, Al-Albani : 4836]

Rasulullah bersabda :
“Pemurah itu dekat dengan Allah, dekat dengan sesama manusia, dengan surga, dan jauh dari neraka. Sebaliknya, orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga, tetapi dekat dengan neraka.”
Dalam sebuah atsar disebutkan riwayat dari Daud ‘alaihissalam, yang berkata :
“Bersikaplah kepada anak yatim, seperti seorang bapak yang penyayang.” [HR. Bukhori]

Alangkah banyaknya duka dan derita yang mengisi kehidupan ini. Ia memang tidak belas kasihan kepada siapapun. Dan tidak ada seorang pun yang bisa meneguk air yang benar-benar jernih dari gelas kehidupan ini. Dalam kehidupan ini, manusia beralih dari keadaan-keadaan bahagia kepada keadaan-keadaan menderita. Tidak ada bedanya, yang masih kecil maupun yang sudah dewasa. Penjara-penjara kehidupan dan beban-beban beratnya berbeda-beda tingkatan. Ada yang kecil dan berlangsung beberapa saat saja, ada pula yang besar, dan berlangsung dalam masa yang panjang.

Ini adalah gambaran dari sebagian derita kehidupan itu, yang dialami oleh Saudaraku Muslim, Ini adalah gambaran dari sebagian derita kehidupan itu, yang dialami oleh sebagian orang diantara kita, yang kepahitannya mereka rasakan dalam masa yang panjang, Kepahitan yang dirasakan oleh orang-orang papa dan lemah itu, yang lebih dulu merasakan pahitnya kehidupan sebelum manisnya. Mereka adalah anak-anak yatim, Mereka adalah anak-anak, yang kehilangan sosok yang mencarikan nafkah bagi mereka sebelum mengerti apa itu nafkah, apa itu pekerjaan. Bahkan mereka nafkah bagi mereka sebelum mengerti apa itu nafkah, apa itu pekerjaan. Bahkan mereka adalah anak-anak yang kehilangan sosok yang membimbing mereka, sebelum mengenal apa-apa. Merekalah anak yatim, Anak yang dikejutkan oleh kematian ayahnya, sebelum merasakan manisnya kasih sayang ayah, sebelum mereka merasakan perlindungan tangan yang perkasa itu , anda yang memiliki hati yang penyayang Tahukah Anda, apa kewajiban kita terhadapnya ?

“Sedekah itu tidak akan menyebabkan sesuatu pada harta, kecuali hanya akan memperbanyaknya. Karena itu, bersedekahlah kamu sekalian, pasti Allah akan mencurahkan rahmat-Nya” HR.Ibnu Majah



BERLOMBA-LOMBA DALAM KEBAIKAN
Berlomba-lombalah dalam Kebaikan (Bag. 1)

Berlomba-lombalah dalam Kebaikan
Rasulullah Saw bersabda, “Bersegeralah kamu beramal saleh, karena akan datang (terjadi) fitnah-fitnah seperti serpihan malam gulita, di mana seseorang pada pagi hari beriman, namun sore harinya kafir, sore hari beriman pada pagi harinya kafir. Ia rela menjual agamanya dengan harta benda dunianya.”
Adalah menjadi perhatian penting bagi kita untuk merenungkan dan menangkap pesan Rasulullah Saw. yang termaktub dalam hadits di atas, tentang fitnah besar yang akan terjadi dan bakal menggoncang kehidupan manusia. Karena begitu dahsyatnya goncangan fitnah itu, sampai menyentuh “teritorial” keimanan. Bahkan divisualisasikan seorang mukmin akan dapat berubah ideologi agamanya dalam sehari, pagi beriman sore hari kafir, sore hari beriman pagi hari menjadi kafir. Agaknya goncangan-goncangan itu mulai tampak tanda-tandanya dalam kehidupan kita dewasa ini, walaupun belum begitu menyentuh substansi yang dimaksud, atau bahkan mungkin sudah.
Betapa telah kita baca di media masa tentang kondisi pada sementara masyarakat Indonesia saat ini yang tiba-tiba berubah menjadi brutal dan ganas, dikarenakan hanya isu yang tak jelas sumbernya. Atau kita baca berita menyedihkan tentang saudara-saudara kita di Sidoarjo yang hampir genap setahun terkena bencana lumpur Lapindo, yang sampai saat ini belum mendapatkan ganti rugi atas hilangnya tempat tinggal dan juga mata pencaharian mereka. Ironis sekali kehidupan mereka hingga datang ke Jakarta menemui Presiden SBY dengan harapan dapat membantu mereka untuk mendapatkan hak-hak yang semestinya mereka terima.
Memperhatikan pesan Rasulullah Saw. melalui hadits di atas, langkah yang patut dilakukan pada saat kondisi seperti itu adalah berlomba-lomba dalam beramal saleh dan kebaikan. Dengan cara mengingatkan masyarakat akan pentingnya mencegah terjadinya kerusakan-kerusakan dalam kehidupan, yaitu dengan tidak melakukan tindakan-tindakan anarkis yang dapat menghilangkan nyawa. Langkah ini penting untuk kita tindaklanjuti sebagai upaya antisipasi agar kondisi yang semakin carut-marut itu tidak menjadi lebih parah, apalagi sampai menjadi fitnah agama yang sangat membahayakan.
Bertindak secara bijaksana dan memperbanyak amal saleh sebagai salah satu antisipasi yang dapat dilakukan dengan kemampuan dan kedudukan masing-masing. Yang terpenting adalah, adanya wujud kesadaran dan kepedulian yang setara antar sesama muslim sehingga tidak terjadi ketimpangan dan keganjalan.

Agar terciptanya kondisi yang kondusif, maka yang terpenting saat ini adalah mensosialisasikan pesan moral yang termaktub dalam surat Al-‘Ashr. Allah Swt. berfirman, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman da mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati agar mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati agar selalu bersabar.“
Berdasarkan ayat di atas, ada tiga hal penting dan tak pelak lagi harus dilakukan oleh manusia, yaitu berpegang teguh pada keimanan, memperbanyak amal saleh, nasehat-menasehati agar tetap selalu dalam kebenaran dan kesabaran. Sebagai orang muslim, kita sangat dituntut untuk mampu melaksanakan pesan yang termaktub dalam Kalam Allah di atas, bahkan kita harus menjadi pelopor untuk mengajak manusia kembali kepada ajaran agama, agar kita tidak termasuk orang-orang yang merugi. Sungguh tepat apa yang ditulis ‘Aid bin Abdullah al-Qorny dalam bukunya “Hatta Takuna As’ad an-Nas”, bahwa kebahagian itu adalah ketika kita mampu melerai perpecahan, menghilangkan sikap saling memusuhi, aktif beramal saleh, dan menjauhkan diri dari keinginan syahwat yang menggebu-gebu.
Sebagaimana dikatakan di atas, bahwa berbuat kebaikan dan melakukan amal saleh dapat dilakukan dengan berbagai media dan kesempatan menurut kemampuan masing-masing. Jika kita hanya mampu menyumbangkan pikiran, maka kemampuan ini harus dapat dioptimalkan untuk kebaikan dan amal saleh, dengan cara memberikan solusi terbaik atas setiap permasalahan yang dapat merusak keharmonisan antar kita. Jika kita mampu denga harta, maka marilah kita “belanjakan” untuk segala hal-hal yang menyangkut kebaikan, minimal mampu membantu saudara-saudara kita yang lemah dan mudah ‘goyah’ imannya. Yang penting, kita dapat berbuat baik dan bermanfaat bagi agama kita, dan amal baik itu akan dapat kita petik hasilnya kelak di akhirat.
Dengan berlomba-lomba melakukan amal saleh berarti kita telah ikut mencegah fitnah besar yang merongrongi umat Islam, bahkan mengancam akidah mereka. Dan ini merupakan gaung yang memiliki andil yang sangat besar dalam kehidupan dan kebahagian umat Islam.









hero birawan ( X.11 IPA 9)   Surat Masuk



https://mail.google.com/mail/images/reply.gif Balas 

https://mail.google.com/mail/images/card_button_d.gif
Balas ke semuanya Balas ke semuanyaTeruskan Teruskanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Cetakhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tambahkan Hero ke daftar Kenalanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Hapus pesan inihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Laporkan Phishinghttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tunjukkan yang aslihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Teks pesan kacau?
https://mail.google.com/mail/images/star_off_sm_2.gif
https://mail.google.com/mail/im/smlnopresence.gifHero Rees <herorees@yahoo.com> 
kepada saya
perlihatkan selengkapnya
 18 Sep 
                                    Berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan

Di dalam Alquran baik atau kebaikan menggunakan kata ihsan birr dan ishlah. Kata ihsan bisa dilihat pada firman Allah yg artinya “Dan siapakah yg lbh baik agamanya daripada orang yg ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah sedang dia pun mengerjakan kebaikan dan ia mengikuti agama Ibrahim yg lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” . Bila dikaitkan dgn hadis tentang kedatangan Jibril kepada Nabi Muhammad saw ihsan adl perbuatan baik yg dilakukan oleh seseorang krn merasakan kehadiran Allah dalam dirinya atau dia merasa diawasi oleh Allah SWT yg membuatnya tidak berani menyimpang dari segala ketentuan-Nya. Adapun kata baik dalam arti birr bisa dilihat pada firman Allah yg artinya “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke timur maupun ke barat itu suatu kebaikan tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah hari akhir malaikat kitab dan nabi-nabi serta memberikan harta yg dicintainya kepada kerabatnya anak-anak yatim orang miskin musafir dan orang-orang yg meminta-minta; dan hamba sahaya mendirikan salat menunaikan zakat; dan orang-orang yg menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yg sabar dalam kesempitan penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yg benar ; dan mereka itulah orang-orang yg bertaqwa.” . Bila kita kaji ayat-ayat tentang kata al-birr termasuk ayat di atas maka akan didapat kesimpulan bahwa kebaikan itu menurut Mahmud Syaltut dalam tafsirnya membaginya menjadi tiga yakni birr dalam aqidah birr dalam amal dan birr dalam akhlak. Adapun kata baik dgn menggunakan kata ishlah terdapat dalam banyak ayat misalnya pada firman Allah yg artinya “Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim katakanlah ‘Mengurus urusan mereka secara patut adl baik’.” . Islah digunakan penggunaannya dalam kaitan hubungan yg baik antara sesama manusia di dalam Ensiklopedi Hukum Islam jilid 3 hal 740 dinyatakan “Islah merupakan kewajiban umat Islam baik secara personal maupun sosial. Penekanan islah ini lbh terfokus pada hubungan antara sesama umat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah SWT.” Di dalam Alquran Allah SWT menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yg sebaik-baiknya. Namun kemuliaan manusia ternyata tidak terletak pada keindahan fisiknya. Kalau manusia dianggap mulia dgn sebab badannya yg besar tentu akan lbh mulia binatang ternak seperti sapi kerbau unta gajah dan sebagainya yg memiliki berat badan yg jauh lbh berat. Karenanya bila manusia hanya mengandalkan kehebatan dan keagungan dirinya pada berat badan dia bisa lbh rendah kedudukannya daripada binatang ternak yg kemuliaannya terletak pada berat badannya. Allah SWT berfirman yg artinya “Dan sesungguhnya Kami jadikan utk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya utk memahami dan mereka mempunyai mata tidak dipergunakannya utk melihat dan mereka mempunyai telinga tidak dipergunakannya utk mendengar . Mereka itu seperti binatang ternak bahkan mereka lbh sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yg lalai.”. Oleh krn itu kemuliaan manusia bisa kita pahami dari iman dan amal saleh atau kebaikannya dalam bersikap dan bertingkah laku di mana pun dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun situasi dan kondisinya. Itu sebabnya semakin banyak perbuatan baik yg dilakukannya maka akan semakin mulia harkat dan martabatnya di hadapan Allah SWT. Di sinilah letak pentingnya bagi kita utk berloma-lomba dalam kebaikan sebagaimana firman Allah yg artinya “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya yg ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian . Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” . Jalan Menuju Amal Baik Meskipun kebaikan kita sadari sebagai sesuatu yg harus kita laksanakan ternyata tidak sedikit orang yg tidak antusias utk melakukan kebaikan itu. Karena itu ada beberapa hal yg bisa dijadikan resep bagi seseorang agar bersemangat melakukan kebaikan.
Niat yg Ikhlas Niat yg ikhlas merupakan faktor penting dalam tiap amal. Karena dalam banyak amal di dalam Islam niat yg ikhlas merupakan rukun terpenting dan pertama. Niat yg ikhlas krn Allah dalam melakukan kebaikan akan membuat seseorang memiliki perasaan yg ringan dalam mengerjakan amal-amal yg berat sekalipun apalagi bila amal kebaikan itu tergolong amal yg ringan. Sedangkan tanpa keikhlasan jangankan amal yg berat amal yg ringan pun akan terasa menjadi berat. Disamping itu keikhlasan akan membuat seseorang berkesinambungan dalam amal kebaikan. Orang yg ikhlas tidak akan bersemangat krn dipuji dan tidak akan lemah krn dicela. Ada pujian atau celaan tidak akan membuatnya terpengaruh dalam melakukan kebaikan.
Cinta Kebaikan dan Orang Baik Seseorang akan antusias melaksanakan kebaikan manakala pada dirinya terdapat rasa cinta pada kebaikan hal ini krn mana mungkin seseorang melakukan suatu kebaikan apabila dia sendiri tidak suka pada kebaikan itu. Oleh krn itu rasa cinta pada kebaikan harus kita tanamkan ke dalam jiwa kita masing-masing sehingga kita akan menjadikan tiap bentuk kebaikan sebagai bagian yg tidak akan terpisahkan dalam kehidupan kita ini akan membuat kebaikan selalu menyertai kehidupan ini. Disamping cinta kepada kebaikan akan kita suka melakukan kebaikan harus tertanam juga di dalam jiwa kita rasa cinta kepada siapa saja yg berbuat baik hal ini akan membuat kita ingin selalu meneladani dan mengikuti segala bentuk kebaikan siapa pun yg melakukannya. Allah SWT telah menyebutkan kecintaan-Nya kepada siapa saja yg berbuat baik karenanya kita pun harus mencintai mereka yg berbuat baik. Allah berfirman yg artinya “Dan belanjakanlah di jalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dan berbuat baiklah krn sesungguhnya Alllah mencintai orang-orang yg berbuat baik.” .
Merasa Beruntung bila Melakukan Kebakan Berbuat baik merupakan sesuatu yg sangat mulia krn itu seseorang akan melakukan kebaikan apabila dgn kebaikan itu dia merasa memperoleh keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat. Ada banyak keuntungan yg akan diperoleh manusia bila ia berbuat baik. Pertama selalu disertai oleh Allah SWT lihat QS 16 128. Kedua menambah keni’matan untuknya lihat QS 2 58; 7 161; 33 29. Ketiga dicintai Allah lihat QS 7 161; 5 13; 2 236; 3 134; 3 148; 5 96. Keempat memperoleh rahmat Allah lihat QS 7 56. Kelima memperoleh pahala yg tidak disia-siakan Allah SWT lihat QS 9 120; 11 115; 12 56. Keenam dimasukkan ke dalam surga lihat QS 5 85; 39 34; 6 84; 12 22; 28 14; 37 80.
Merasa Rugi ila Meninggalkan Kebaikan Apabila seseorang merasa beruntung dgn kebaikan yg dilakukannya dgn sejumlah keutamaan yg disebutkan dalam Alquran maka bila seseorang tidak berbuat baik dia akan merasa sangat rugi baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Bagi seorang mukmin bagaimana mungkin dia tidak merasa rugi bila tidak melakukan kebaikan krn kehidupan ini memang harus dijalani utk mengabdi kepada Allah SWT yg merupakan puncak dari segala bentuk kebaikan yg harus dijalani. Manakala di dunia ini seseorang sudah merasa rugi maka di akhirat pun dia akan merasa rugi krn apa yg dilakukan seseorang dalam kehidupannya di dunia akan sangat berpengaruh di akhirat krn kehidupan akhirat pada hakikatnya adl hasil dari kehidupan di dunia bila seseorang berlaku baik di dunia dia akan memperoleh keberuntungan di akhirat disamping keberuntungan di dunia sedangkan bila seseorang tidak melakukan kebaikan di dunia maka dia akan memperoleh kerugian di dunia dan penyesalan yg sangat dalam di akhirat kelak sebagai bentuk dari mengabaikan nilai-nilai Islam. Allah SWT berfirman yg artinya “Barangsiapa mencari selain Islam sebagai agamanya maka sekali-kali tidaklah akan diterima daripadanya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yg rugi.” .
Meneladani Generasi yg Baik Perbuatan baik dan yg lbh baik lagi akan dilakukan oleh seorang muslim apabila dia mau meneladani orang yg berbuat baik hal ini menjadi penting krn dgn demikian dia menyadari bahwa meskipun perasaannya sudah banyak perbuatan baik yg dilakukannya tetap saja dia merasa masih sedikit dibanding orang lain yg jauh lbh baik dari dirinya hal ini akan memicu semangatnya utk berbuat baik yg lbh banyak lagi. Karena itu idealnya seorang mukmin bisa menjadi seperti cermin bagi mukmin lainnya sehingga manakala seseorang mengenal dan memperhatikann dirinya akan merasakan begitu banyak kekurangan termasuk dalam hal berbuat baik.
Memahami Ilmu Kebaikan Bagi seorang muslim tiap amal yg dilakukannya tentu harus didasari pada ilmu semakin banyak ilmu yg dimiliki dipahami dan dikuasai insya Allah akan makin banyak amal yg bisa dilakukannya sedangkan makin sedikit pemahaman atau ilmu seseorang akan semakin sedikit juga amal yg bisa dilakukannya apalagi belum tentu orang yg mempunyai ilmu secara otomatis bisa mengamalkannya. Ini berarti seseorang akan semakin terangsang utk melakukan kebaikan manakala dia memahami ilmu tentang kebaikan itu. Kebaikan yg Diterima Setiap kebaikan yg dilakukan seseorang tentu harus menghasilkan penilaian yg positif dari Allah SWT. Paling tidak ada dua kriteria tentang kebaikan yg diterima oleh Allah SWT. Pertama ikhlas dalam beramal yakni melakukan suatu amal dgn niat semata-mata ikhlas krn Allah SWT atau tidak riya dalam arti mengharap pujian dari selain Allah SWT. Karena itu dalam hadis yg terkenal Rasulullah saw bersabda yg artinya “Sesungguhnya amal itu sangat tergantung pada niatnya.” Kedua melakukan kebaikan itu secara benar hal ini krn meskipun niat seseorang sudah baik bila dalam melakukan amal dgn cara yg tidak baik maka hal itu tetap tidak bisa diterima oleh Allah SWT krn ini termasuk bagian dari mencari selain Islam sebagai agama hidupnya yg jelas-jelas akan ditolak Allah SWT sebagaimana yg sudah disebutkan pada QS 3 85 di atas. Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa hidup ini harus kita jalani utk mengabdi kepada Allah SWT yg terwujud salah satunya dalam bentuk melakukan kebaikan dan masing-masing orang harus berusaha melakukan kebaikan sebanyak mungkin sebagai bentuk kongkret dari perwujudan kehidupan yg baik di dunia dan ini pula yg akan menjadi bekal bagi manusia dalam menjalani kehidupannya di akhirat kelak.


              
                  
                                    Menyantuni kaum dhuafa


“Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai. Pada setiap tangkai terdapat seratus biji, Allah akan melipatgandakan ganjaran bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui.”QS Al-Baqarah Ayat 261.

Islam telah mendorong pemeluknya agar memiliki akhlak mulia. Salah satu akhlak mulia itu adalah menyantuni anak yatim. Sesungguhnya, anak yatim adalah manusia yang paling membutuhkan pertolongan dan kasih sayang. Karena ia adalah anak yang kehilangan ayahnya pada saat ia sangat membutuhkannya. Ia membutuhkan pertolongan dan kasih sayang kita, karena ia tidak mungkin mendapatkan kasih sayang ayahnya yang telah tiada. Jika anda melihat seseorang yang penyayang kepada anak-anak yatim dan menyantuni mereka, maka ketahuilah bahwa ia adalah seorang yang berbudi dan berakhlak mulia. Suatu ketika Saib bin Abdulloh rodhiyallohu ‘anhu datang kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya :

“Wahai Saib, perhatikanlah akhlak yang biasa kamu lakukan ketika kamu masih dalam “Wahai Saib, perhatikanlah akhlak yang biasa kamu lakukan ketika kamu masih dalam kejahiliyahan, laksanakan pula ia dalam masa keislaman. Jamulah tamu, muliakanlah anak yatim, dan berbuat baiklah kepada tetangga.” [HR.Ahmad dan Abu Dawud, Shohih Abu Dawud, Al-Albani : 4836]

Rasulullah bersabda :

“Pemurah itu dekat dengan Allah, dekat dengan sesama manusia, dengan surga, dan jauh dari neraka. Sebaliknya, orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga, tetapi dekat dengan neraka.”

Dalam sebuah atsar disebutkan riwayat dari Daud ‘alaihissalam, yang berkata :

“Bersikaplah kepada anak yatim, seperti seorang bapak yang penyayang.” [HR. Bukhori]

Alangkah banyaknya duka dan derita yang mengisi kehidupan ini. Ia memang tidak belas kasihan kepada siapapun. Dan tidak ada seorang pun yang bisa meneguk air yang benar-benar jernih dari gelas kehidupan ini. Dalam kehidupan ini, manusia beralih dari keadaan-keadaan bahagia kepada keadaan-keadaan menderita. Tidak ada bedanya, yang masih kecil maupun yang sudah dewasa. Penjara-penjara kehidupan dan beban-beban beratnya berbeda-beda tingkatan. Ada yang kecil dan berlangsung beberapa saat saja, ada pula yang besar, dan berlangsung dalam masa yang panjang.

Ini adalah gambaran dari sebagian derita kehidupan itu, yang dialami oleh Saudaraku Muslim, Ini adalah gambaran dari sebagian derita kehidupan itu, yang dialami oleh sebagian orang diantara kita, yang kepahitannya mereka rasakan dalam masa yang panjang, Kepahitan yang dirasakan oleh orang-orang papa dan lemah itu, yang lebih dulu merasakan pahitnya kehidupan sebelum manisnya. Mereka adalah anak-anak yatim, Mereka adalah anak-anak, yang kehilangan sosok yang mencarikan nafkah bagi mereka sebelum mengerti apa itu nafkah, apa itu pekerjaan. Bahkan mereka nafkah bagi mereka sebelum mengerti apa itu nafkah, apa itu pekerjaan. Bahkan mereka adalah anak-anak yang kehilangan sosok yang membimbing mereka, sebelum mengenal apa-apa. Merekalah anak yatim, Anak yang dikejutkan oleh kematian ayahnya, sebelum merasakan manisnya kasih sayang ayah, sebelum mereka merasakan perlindungan tangan yang perkasa itu , anda yang memiliki hati yang penyayang Tahukah Anda, apa kewajiban kita terhadapnya ?

“Sedekah itu tidak akan menyebabkan sesuatu pada harta, kecuali hanya akan memperbanyaknya. Karena itu, bersedekahlah kamu sekalian, pasti Allah akan mencurahkan rahmat-Nya” HR.Ibnu Majah







Kemuliaan Menyantuni Anak yatim   Surat Masuk



https://mail.google.com/mail/images/reply.gif Balas 

https://mail.google.com/mail/images/card_button_d.gif
Balas ke semuanya Balas ke semuanyaTeruskan Teruskanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Cetakhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tambahkan Arief ke daftar Kenalanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Hapus pesan inihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Laporkan Phishinghttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tunjukkan yang aslihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Teks pesan kacau?
https://mail.google.com/mail/images/star_off_sm_2.gif
https://mail.google.com/mail/im/smlnopresence.gifArief Rahman <arief_rahmantz@yahoo.co.id> 
kepada saya
perlihatkan selengkapnya
 18 Sep 
Islam memberikan kemuliaan yang besar jika kita senang mengasuh dan menyantuni anak yatim. Dan rumah yang disukai oleh Allah SWT adalah rumah yang ditegaskan oleh Rosulullah SAW dalam salah hadis yang diriwayatkan Baihaqi:”Rumah yang paling disukai Allah adalah rumah yang didalamnya ada anak yatim yang dimuliakan
Dalam hadis yang lain, Abu Hurairah RA berkata bahwa Rosulullah SAW bersabda :“Orang yang menanggung anak yatim, baik anak yatim itu masih ada hubungan famili atau tidak,maka aku akan menanggungnya seperti dua jari ini dalam Surga” (HR Bukhari)
Apabila kondisi rumah tidak memungkinkan untuk mengasuh mereka, cukuplah dengan cara menyantuni kehidupan mereka. Dalam satu riwayat Nabi SAW menegaskan : “Barang siapa diantara kaum muslimin yang menanggung makan dan minum anak yatim, maka Allah akan memberikan kecukupan penghidupan baginya, serta mengharuskan dia masuk surga kecuali bila dia melakukan dosa yang tidak terampuni”. (HR. Turmudzi)
Harus diakui bahwa mengasuh dan menyantuni anak-anak yatim memiliki tantangan tersendiri. Ada banyak pelajaran hati yang dapat kita petik di dalamnya. Berbagai pengalaman menunjukkan bagaimana beratnya mengasuh mereka. Namun disinilah kemuliaan yang sedang ditunjukkan oleh Islam. Kendati berat, kita dituntut untuk senatiasa berbuat baik kepada mereka,bahkan dituntut untuk menunjukkan kasih sayang.
Nabi SAW sering mengusap kepala mereka, seraya menegaskan,”” Barang siapa mengusap anak yatim, kelak Allah SAW akan mencatatkan baginya atassetiap helai rambut yang diusap tangannya dengan sepuluh kebajikan”. Diriwayatkan bahwa Allah SWT pernah berfirman kepada Nabi Daud AS : ”Wahai Daud,terhadap anak yatim bersikaplah seperti bapak yang pengasih, terhadap para janda, bersikaplahseperti suami yang penyayang. Ketauhilah engkau akan menuai apa yang telah engkau tanam.Sebab, engkau pasti mati, serta meninggalkan anak istrimu.
Berkaitan dengan firman tersebut, maka diharamkan bagi kita memakan hak anak yatimpada saat kita menerima amanah itu. Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nisa (4) : 10 :”Sesungguhnya orang yang memakan harta anak-anak yatim dengan cara yang tidak lurus,mereka akan memakan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk kedalam api yangmenyala-nyala” Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan Nabi SAW bersabda : ”Tiba-tiba aku melihat orang-orang yang dilaknati. Sementara yang lain membawa batu dari api,menelannya, lalu api itu keluar dari dubur mereka. Aku lantas bertanya kepada Jibril : ”YaJibril,siapakah mereka?”. Jibril menjawab,” mereka adalah orang-orang yang memakan harta anakyatim secara zhalim. Sesungguhnya mereka benar-benar memakan api ke dalam mulut mereka”.








tugas agama (nissa chusnia faidah-11ipa3-18)   Surat Masuk



https://mail.google.com/mail/images/reply.gif Balas 

https://mail.google.com/mail/images/card_button_d.gif
Balas ke semuanya Balas ke semuanyaTeruskan Teruskanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Cetakhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tambahkan Nissa ke daftar Kenalanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Hapus pesan inihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Laporkan Phishinghttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tunjukkan yang aslihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Teks pesan kacau?
https://mail.google.com/mail/images/star_off_sm_2.gif
https://mail.google.com/mail/im/smlnopresence.gif"Nissa C.F" <sii_pemberontakk@yahoo.com> 
kepada saya
perlihatkan selengkapnya
 18 Sep 
Berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan

Di dalam Alquran baik atau kebaikan menggunakan kata ihsan birr dan ishlah. Kata ihsan bisa dilihat pada firman Allah yg artinya “Dan siapakah yg lbh baik agamanya daripada orang yg ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah sedang dia pun mengerjakan kebaikan dan ia mengikuti agama Ibrahim yg lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” . Bila dikaitkan dgn hadis tentang kedatangan Jibril kepada Nabi Muhammad saw ihsan adl perbuatan baik yg dilakukan oleh seseorang krn merasakan kehadiran Allah dalam dirinya atau dia merasa diawasi oleh Allah SWT yg membuatnya tidak berani menyimpang dari segala ketentuan-Nya. Adapun kata baik dalam arti birr bisa dilihat pada firman Allah yg artinya “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke timur maupun ke barat itu suatu kebaikan tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah hari akhir malaikat kitab dan nabi-nabi serta memberikan harta yg dicintainya kepada kerabatnya anak-anak yatim orang miskin musafir dan orang-orang yg meminta-minta; dan hamba sahaya mendirikan salat menunaikan zakat; dan orang-orang yg menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yg sabar dalam kesempitan penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yg benar ; dan mereka itulah orang-orang yg bertaqwa.” . Bila kita kaji ayat-ayat tentang kata al-birr termasuk ayat di atas maka akan didapat kesimpulan bahwa kebaikan itu menurut Mahmud Syaltut dalam tafsirnya membaginya menjadi tiga yakni birr dalam aqidah birr dalam amal dan birr dalam akhlak. Adapun kata baik dgn menggunakan kata ishlah terdapat dalam banyak ayat misalnya pada firman Allah yg artinya “Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim katakanlah ‘Mengurus urusan mereka secara patut adl baik’.” . Islah digunakan penggunaannya dalam kaitan hubungan yg baik antara sesama manusia di dalam Ensiklopedi Hukum Islam jilid 3 hal 740 dinyatakan “Islah merupakan kewajiban umat Islam baik secara personal maupun sosial. Penekanan islah ini lbh terfokus pada hubungan antara sesama umat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah SWT.” Di dalam Alquran Allah SWT menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yg sebaik-baiknya. Namun kemuliaan manusia ternyata tidak terletak pada keindahan fisiknya. Kalau manusia dianggap mulia dgn sebab badannya yg besar tentu akan lbh mulia binatang ternak seperti sapi kerbau unta gajah dan sebagainya yg memiliki berat badan yg jauh lbh berat. Karenanya bila manusia hanya mengandalkan kehebatan dan keagungan dirinya pada berat badan dia bisa lbh rendah kedudukannya daripada binatang ternak yg kemuliaannya terletak pada berat badannya. Allah SWT berfirman yg artinya “Dan sesungguhnya Kami jadikan utk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya utk memahami dan mereka mempunyai mata tidak dipergunakannya utk melihat dan mereka mempunyai telinga tidak dipergunakannya utk mendengar . Mereka itu seperti binatang ternak bahkan mereka lbh sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yg lalai.”. Oleh krn itu kemuliaan manusia bisa kita pahami dari iman dan amal saleh atau kebaikannya dalam bersikap dan bertingkah laku di mana pun dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun situasi dan kondisinya. Itu sebabnya semakin banyak perbuatan baik yg dilakukannya maka akan semakin mulia harkat dan martabatnya di hadapan Allah SWT. Di sinilah letak pentingnya bagi kita utk berloma-lomba dalam kebaikan sebagaimana firman Allah yg artinya “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya yg ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian . Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” . Jalan Menuju Amal Baik Meskipun kebaikan kita sadari sebagai sesuatu yg harus kita laksanakan ternyata tidak sedikit orang yg tidak antusias utk melakukan kebaikan itu. Karena itu ada beberapa hal yg bisa dijadikan resep bagi seseorang agar bersemangat melakukan kebaikan.
Niat yg Ikhlas Niat yg ikhlas merupakan faktor penting dalam tiap amal. Karena dalam banyak amal di dalam Islam niat yg ikhlas merupakan rukun terpenting dan pertama. Niat yg ikhlas krn Allah dalam melakukan kebaikan akan membuat seseorang memiliki perasaan yg ringan dalam mengerjakan amal-amal yg berat sekalipun apalagi bila amal kebaikan itu tergolong amal yg ringan. Sedangkan tanpa keikhlasan jangankan amal yg berat amal yg ringan pun akan terasa menjadi berat. Disamping itu keikhlasan akan membuat seseorang berkesinambungan dalam amal kebaikan. Orang yg ikhlas tidak akan bersemangat krn dipuji dan tidak akan lemah krn dicela. Ada pujian atau celaan tidak akan membuatnya terpengaruh dalam melakukan kebaikan.
Cinta Kebaikan dan Orang Baik Seseorang akan antusias melaksanakan kebaikan manakala pada dirinya terdapat rasa cinta pada kebaikan hal ini krn mana mungkin seseorang melakukan suatu kebaikan apabila dia sendiri tidak suka pada kebaikan itu. Oleh krn itu rasa cinta pada kebaikan harus kita tanamkan ke dalam jiwa kita masing-masing sehingga kita akan menjadikan tiap bentuk kebaikan sebagai bagian yg tidak akan terpisahkan dalam kehidupan kita ini akan membuat kebaikan selalu menyertai kehidupan ini. Disamping cinta kepada kebaikan akan kita suka melakukan kebaikan harus tertanam juga di dalam jiwa kita rasa cinta kepada siapa saja yg berbuat baik hal ini akan membuat kita ingin selalu meneladani dan mengikuti segala bentuk kebaikan siapa pun yg melakukannya. Allah SWT telah menyebutkan kecintaan-Nya kepada siapa saja yg berbuat baik karenanya kita pun harus mencintai mereka yg berbuat baik. Allah berfirman yg artinya “Dan belanjakanlah di jalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dan berbuat baiklah krn sesungguhnya Alllah mencintai orang-orang yg berbuat baik.” .
Merasa Beruntung bila Melakukan Kebakan Berbuat baik merupakan sesuatu yg sangat mulia krn itu seseorang akan melakukan kebaikan apabila dgn kebaikan itu dia merasa memperoleh keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat. Ada banyak keuntungan yg akan diperoleh manusia bila ia berbuat baik. Pertama selalu disertai oleh Allah SWT lihat QS 16 128. Kedua menambah keni’matan untuknya lihat QS 2 58; 7 161; 33 29. Ketiga dicintai Allah lihat QS 7 161; 5 13; 2 236; 3 134; 3 148; 5 96. Keempat memperoleh rahmat Allah lihat QS 7 56. Kelima memperoleh pahala yg tidak disia-siakan Allah SWT lihat QS 9 120; 11 115; 12 56. Keenam dimasukkan ke dalam surga lihat QS 5 85; 39 34; 6 84; 12 22; 28 14; 37 80.
Merasa Rugi ila Meninggalkan Kebaikan Apabila seseorang merasa beruntung dgn kebaikan yg dilakukannya dgn sejumlah keutamaan yg disebutkan dalam Alquran maka bila seseorang tidak berbuat baik dia akan merasa sangat rugi baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Bagi seorang mukmin bagaimana mungkin dia tidak merasa rugi bila tidak melakukan kebaikan krn kehidupan ini memang harus dijalani utk mengabdi kepada Allah SWT yg merupakan puncak dari segala bentuk kebaikan yg harus dijalani. Manakala di dunia ini seseorang sudah merasa rugi maka di akhirat pun dia akan merasa rugi krn apa yg dilakukan seseorang dalam kehidupannya di dunia akan sangat berpengaruh di akhirat krn kehidupan akhirat pada hakikatnya adl hasil dari kehidupan di dunia bila seseorang berlaku baik di dunia dia akan memperoleh keberuntungan di akhirat disamping keberuntungan di dunia sedangkan bila seseorang tidak melakukan kebaikan di dunia maka dia akan memperoleh kerugian di dunia dan penyesalan yg sangat dalam di akhirat kelak sebagai bentuk dari mengabaikan nilai-nilai Islam. Allah SWT berfirman yg artinya “Barangsiapa mencari selain Islam sebagai agamanya maka sekali-kali tidaklah akan diterima daripadanya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yg rugi.” .
Meneladani Generasi yg Baik Perbuatan baik dan yg lbh baik lagi akan dilakukan oleh seorang muslim apabila dia mau meneladani orang yg berbuat baik hal ini menjadi penting krn dgn demikian dia menyadari bahwa meskipun perasaannya sudah banyak perbuatan baik yg dilakukannya tetap saja dia merasa masih sedikit dibanding orang lain yg jauh lbh baik dari dirinya hal ini akan memicu semangatnya utk berbuat baik yg lbh banyak lagi. Karena itu idealnya seorang mukmin bisa menjadi seperti cermin bagi mukmin lainnya sehingga manakala seseorang mengenal dan memperhatikann dirinya akan merasakan begitu banyak kekurangan termasuk dalam hal berbuat baik.
Memahami Ilmu Kebaikan Bagi seorang muslim tiap amal yg dilakukannya tentu harus didasari pada ilmu semakin banyak ilmu yg dimiliki dipahami dan dikuasai insya Allah akan makin banyak amal yg bisa dilakukannya sedangkan makin sedikit pemahaman atau ilmu seseorang akan semakin sedikit juga amal yg bisa dilakukannya apalagi belum tentu orang yg mempunyai ilmu secara otomatis bisa mengamalkannya. Ini berarti seseorang akan semakin terangsang utk melakukan kebaikan manakala dia memahami ilmu tentang kebaikan itu. Kebaikan yg Diterima Setiap kebaikan yg dilakukan seseorang tentu harus menghasilkan penilaian yg positif dari Allah SWT. Paling tidak ada dua kriteria tentang kebaikan yg diterima oleh Allah SWT. Pertama ikhlas dalam beramal yakni melakukan suatu amal dgn niat semata-mata ikhlas krn Allah SWT atau tidak riya dalam arti mengharap pujian dari selain Allah SWT. Karena itu dalam hadis yg terkenal Rasulullah saw bersabda yg artinya “Sesungguhnya amal itu sangat tergantung pada niatnya.” Kedua melakukan kebaikan itu secara benar hal ini krn meskipun niat seseorang sudah baik bila dalam melakukan amal dgn cara yg tidak baik maka hal itu tetap tidak bisa diterima oleh Allah SWT krn ini termasuk bagian dari mencari selain Islam sebagai agama hidupnya yg jelas-jelas akan ditolak Allah SWT sebagaimana yg sudah disebutkan pada QS 3 85 di atas. Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa hidup ini harus kita jalani utk mengabdi kepada Allah SWT yg terwujud salah satunya dalam bentuk melakukan kebaikan dan masing-masing orang harus berusaha melakukan kebaikan sebanyak mungkin sebagai bentuk kongkret dari perwujudan kehidupan yg baik di dunia dan ini pula yg akan menjadi bekal bagi manusia dalam menjalani kehidupannya di akhirat kelak. Oleh Drs. Ahmad Yani Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

MENYANTUNI KAUM DHU’AFA

Manusia diciptakan dalam dunia ini dengan kondisi social yang berbeda-beda, ada yang kaya, sedang, dan ada yang kekurangan. Keadaan ini merupakan sunnatullah yang tidak dapat dihindari. Adanya orang kayak arena adanya orang yang miskin oleh karena itu kita sebagai makhluk social diharapkan saling membantu.

A. Surat Al Isra 26-27

Dalam upaya menanamkan kepekaan untuk saling tolong-menolong tersebut, kita dapat membiasakan diri dengan menginfakkan atau memberikan sebagian rezeki yang kita peroleh meskipun sedikit.
1. Asbabun Nuzul

Khusus pada ayat 26-27 pada surah Al Isra ini memiliki asbabun nuzul yang diriwayatkan oleh At Tabrani yang bersumber dari Abu Sa’id Al Khudri dan dalam riwayat ini oleh Ibnu Marduwin yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa ketika turun ayat ini, Rasululah SAW memberikan tanah di Fadak (tanah yang diperoleh Rasulullah dari pembagian ganimah atau rampasan perang) kepada Fatimah

2. Bacaan Surah Al Isra Ayat 26-27

(
٢٦) وَءَاتِ ذَا ٱلۡقُرۡبَىٰ حَقَّهُ ۥ وَٱلۡمِسۡكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرۡ تَبۡذِيرًا
إِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْ إِخۡوَٲنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ‌ۖ وَكَانَ ٱلشَّيۡطَـٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورً۬ا (٢٧)

Artinya : (26) “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya ; kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menhamburkan (hartamu) secara boros. (27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada tuhannya. “ (QS Al Isra: 26-27)

3. Isi Kandungan
Pada ayat 26, dijelaskan bahwa selain berbakti, berkhidmat, dan menanamkan kasih saying, cinta, dan rahmat kepada orang tua, ita pun hendaknya memberi bantuan kepada kaum keluarga yang dekat karena mereka paling utama dan berhak untuk ditolong.
Allah memrintahkan manusia untuk berbakti dan berbuat baik tidah hanya kepada orang tua saja, namun masih harus berbuat baik kepada tiga golongan lain,yaitu:
a. Kepada kaum kerabat
b. Kepada orang miskin
c. Kepada orang terlantar
Pada ayat 27, Allah mengingatkan bahwa betapa buruknya sifat orang yang boros. Mereka dikatakan sebagai saudara setan karena suka mengikuti dan sanagt penurut kepadanya. Orang yang boros bermakna orang yang membelanjakan hartanya dalam perkara yang tidak mengandung ketaatan.

B. Surat Al Baqarah Ayat 177

1. Asbabun Nuzul

Dalam suatu riwayat oleh Abdurrazaq dari Ma’mar dan dari Qatadah serta riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abul aliyah menerangkan tentang kaum Yahudi yang menganggap bahwa yang baik itu salat menghadap ke barat, sedangkan kaum Nasrani mengarah ke timur sehingga turuklah Al Baqarah Ayat ini

2. Bacaan Surah Al Baqarah Ayat 177
Artinya: “Bukanlah kebaikan-kebaikan itu menghadapkan ke wajah kamu kea rah timur dan barat, tetapi kebaikan itu adalah barang siapa yang beriman kepada Allah, hari akhirat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada para kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang membutuhkan pertolongan), orang-orang yang meminta-minta, dan membebaskan perbudakan, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan orang-orang yanmg memenuhi janjinya bila mereka berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam menghadapi kesempitan, penderitaan,dan pada waktu peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa. “ (QS. Al Baqarah: 177)
3. Isi Kandungan

Yang dimaksud denagn kebaikan pada surah Al Baqarah Ayat 177 ini adalah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan senantiasa mewujudkan keimanannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh-contoh dari perbuatan baik tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Memberi harta yang dicintainya kepada karib kerabat yang membutuhkannya.
b. Memberikan bantuan kepada anak yatim.
c. Memberikan harta kepada musafir yang membutuhkan.
d. Memberi harta kepada orang-orang yang terpaksa meminta-minta.
e. Memberikan harta untuk memerdekakan hamba sahaya.
f. Memjalankan ibadah yang telah diperintahkan Allah denagn penuh keikhlasan.
g. Menunaikan zakat kepada orang yang berhak menerimanya sebagaimana yang tersebut dalam surah At Taubah Ayat 60.
h. Menepati janji bagi mereka yang mengadakan perjanjian.
Akan tetapi, terhadap janji yang bertentangan dengan hokum Allah
(syariat islam) seperti janji dalam perbuatan maksiat, maka janji itu tidak boleh (haram) dilakukan.

Nilai amal shaleh sangat erat kaitannya denagn iman. Sebaliknya, amal saleh bila tidak didasari dengan iman (bukan karena Allah), maka dosa itu tidak bias ditebus dengan amal saleh sebesar apapun sehingga perbuatan-perbuatan baik yang telah dilakukan tidaka akan bernilai (pahala) dan sia-sia. Al Quran dalam hal ini menyatakan sebagai berikut.
a. Orang yang mati dalam kekafiran akan dihapus amalannya.
b. Orang-orang yang musyrik akan dihapus amalannya.
c. Amal perbuatan orang0orang kafir akan sia-sia.
d. Orang kafir akan ditimpakan siksa di dunia dan di akhirat.
e. Orang kafir dan musyrik akan dimasukkan ke dalam neraka.
f. Orang yang tidak beriman kepada akhirat hanya mendapatkan kehidupan dunia saja.
C. Penerapan Sikap dan Perilaku

Pencerminan terhadap Surah Al Isra ayat 26-27 dan Al Baqarah Ayat 177 dapat melahirkan perilaku,antara lain sebagai berikut.
1. Bekerja dengan tekun untuk mencari nafkah demi keluarga.
2. Suka menabung dan tidak pernah berlaku boros meskipun memiliki banyak harta.
3. Menjauhi segala macam kegiatan yang sia-sia dan menghabiskan waktu percuma.
4. Suka bersedekah, khusunya terhadap orang yang kekurangan dimulai dari keluarga dan tetangga terdekat.
5. Mempelajari ilmu agama dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.









sayyidht saeviana XI IPA 9 (29)   Surat Masuk



https://mail.google.com/mail/images/reply.gif Balas 

https://mail.google.com/mail/images/card_button_d.gif
Balas ke semuanya Balas ke semuanyaTeruskan Teruskanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Cetakhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tambahkan Sayyidht ke daftar Kenalanhttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Hapus pesan inihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Laporkan Phishinghttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Tunjukkan yang aslihttps://mail.google.com/mail/images/reply.gif Teks pesan kacau?
https://mail.google.com/mail/images/star_off_sm_2.gif
https://mail.google.com/mail/im/smlnopresence.gifSayyidht Saeviana <sayyidhtsaeviana2010@rocketmail.com> 
kepada saya
perlihatkan selengkapnya
 18 Sep 
A.      Ayat Al Quran tentang Perintah Berkompetisi dalam kebaikan

Surah Al Baqarah ayat 148 memiliki arti: “dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya maha kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S.Al Baqarah/2:148)
Surah Al Baqarah ayat 148 tergolong surah Makkiyah, artinya surah-surah yang turun sebelum Nabi Muhamad hijrah ke Madinah. Surah Al baqarah secara spesifik menjelaskan beberapa hal yang berhubuungan dengan manusia. Di antara isi kandungannya adalah:
1.   Penjelasan Allah tentang adanya kiblat masing-masing umat
Kiblat masing-masing umat berbeda-beda. Selain kiblat, masing-masing umat juga memiliki syariat dan aturan yang berbeda-beda sesuai deengan zamannya. Syariat Nabi Muhammad merupakan penyempurna dan pelengkap dari syariat rasul-rasul terdahulu.
2.      Perintah Allah swt. Kepada manuusia untuk berlomba-lomba dalam kebajikan
Berbuat kebajikan artinya mengerjakan sesuatu yang telah diperintahkan agama baik perintah yang berhubungan dengan allah maupun perintah yang berhubungan dengan manusia. Manusia harus berlomba-lomba berbuat kebaikan sebab allah akan membalasnya meskipun amal tersebut seberat biji zarrah.
3.      Penjelasan tentang akan dikumpulkannya manusia di alam akhirat
Setelah hari kiamat, seluruh manusia akan mengalami fase-fase sebelum diputuskan apakah masuk surga atau neraka. Fase-fase tersebut antara lain dibangkitkannya dari alam kubur (yaumul hasyr), dikumpulkan dalam Padang Maksyar (yaumul maksyar), dan perhitungan serta penimbangan amal baik dan amal buruk (yaumul mizam dan hisab).
4.      Penegasan bahwa Allah adalah Zat Yang Mahakuasa
Kekuasaan Allah kepada Makhluknya bersifat mutlak. Allah berkuasa mencitakan, menghidupkan, dan mematikan makhluk-Nya.

    Surah Fatir ayat 32 memiliki arti: “kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan diantara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin allah. Yang demekian itu adalah karunia yang sangat besar.”(Q.S.Fatir/35:32)

      Surah Fatir ayat 32 termasuk golongan surah Madaniyah, artinya turun setelah Nabi Muhammad saw. Melakuan hijrah ke Madinah.
Secara umum kandungan Surah Fatir ayat 32 yaitu:
1.   Allah mewariskan kitab suci Al Quran kepada hamba-hamba yang terpilih, yaitu umat islam
2.                  2.   Penjelasan tentang sikap umat Islam terhadap Al Quran

 Surah Fatir ayat 32 membagi tiga sikap kelompok umat Islam terhadap Al Quran:
a.   Kelompok yang menganiaya diri mereka sendiri (zaliu linafsih)
b.                  b.   Kelompok yang berada di pertengahan (muqtasidun)
c.                   c.   Kelompok yang lebih dahulu berbuat kebikan (sabiqulkhairat)


 Ayat Al Quran tentang Perintah Menyantuni Kaum Duafa

            Dalam upaya menanamkan kepekaan untuk saling tolong-menolong tersebut, kita dapat membiasakan diri dengan menginfakkan atau memberikan sebagian rezeki yang kita peroleh meskipun sedikit
 Surah Al Isra ayat 26-27

(٢٦) وَءَاتِ ذَا ٱلۡقُرۡبَىٰ حَقَّهُ ۥ وَٱلۡمِسۡكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرۡ تَبۡذِيرًا
إِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْ إِخۡوَٲنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ‌ۖ وَكَانَ ٱلشَّيۡطَـٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورً۬ا (٢٧)
 artinya: “dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orag yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudar setan dan setan itu adlah sangat ingkar kepada Tuhannya.”(Q.S.Al Isra’/17:26-27)

           Surah Al Isra ayat 26-27termasuk golongan surah Makiyah. Kedua ayat ini secara umum menjelaskan dua hal:
   1.  Menunaikan hak saudara muslim lainnya
       Diantara hak yang harus dipenuhi oleh umat Islam adalah hak kaum kerabat, fakir miskin (duafa), dan ibnu sabil.
2.           2.  Perintah untuk tidak berlaku boros
       Boros artinya menggunakan sesuatu secara berlebihan yang tidak diridai Allah atau tidak bermanfaat. Kebalikan dari                 sikap boros adalah berlaku sederhana atau hemat.

     Surah Al Baqarah ayat 177 memiliki arti: “bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang membutuhkan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”
                     Diantara ciri-ciri iman yang benar berdasarkan Surah Al Baqarah ayat 177:
a.                           1. Beriman kepada Allah, hari akhir, para malaikat, kitab-kitab, dan para nabi
b.                           2.  Menolong manusia yang kesusahan dengan jalan mendermakan sebagian harta yang dicintainya kepada kaum kerabat, anak-anak yatim , orang miskin, musyafir, orang yang meminta-minta, dan memerdekakan budak.
c.                            3.  Mendirikan salat tepat waktu dan menunaikan zakat kepada orag-orang yang berhak menerimanya.
d.                           4. Menepati janji bila telah berjanji dan selalu bersabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan.









Nama    : Harta Dwi Asmana
Kelas    : XI IPA 8
Absen   : 11

BERLOMBA DALAM KEBAIKAN

Dikisahkan, bahwa orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin (sebagian kecil dari Anshar) merasa tidak bisa memperbanyak amal kebaikan, karena mereka tidak memiliki harta untuk diinfakkan. Padahal mereka selalu mendengar berbagai ayat dan hadits yang mendorong untuk berinfak, memuji orang-orang yang berinfak dan menjanjikannya surga yang luanya seluas langit dan bumi.
Di satu sisi, mereka melihat saudara-saudara mereka yang kaya berlomba-lomba untuk berinfak. Ada yang menginfakkan seluruh hartanya dan ada yang menginfakkan separuhnya. Ada yang memberikan beribu-ribu dinar dan ada juga yang membawa tumpukan hartanya kepada Rasulullah lalu beliau mendoakannya, memintakan ampunan dan keridlaan dari Allah untuk mereka.
Fenomena tersebut menggugah jiwa para sahabat yang miskin. Mereka berharap bisa mendapatkan kelebihan dan keutamaan sebagaimana yang diperoleh saudara-saudara mereka. Bukan karena dengki dengan kekayaan yang dimiliki saudaranya, dan bukan semata-mata menginginkan kekayaan. Tetapi didorong oleh rasa ingin berlomba-lomba dalam kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah.
Mereka lalu berkumpul dan datang menemui Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Dengan air mata berlinang, mereka mengadukan kondisi yang dialami lantaran tidak ada sesuatu yang bisa diinfakkan. Mereka berkata, “Ya Rasulullah, orang kaya telah mendapatkan pahala yang banyak, sedangkan kami tidak. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami puasa. Tidak ada kelebihan sama sekali dalam hal ini. Akan tetapi, mereka lebih dari kami karena mereka bisa berinfak dengan kelebihan hartanya, sedangkan kami tidak memiliki apapun untuk kami infakkan untuk menyusul mereka. Padahal, kami benar-benar ingin bisa mencapai kedudukan mereka. Apa yang perlu kami perbuat?”
Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang memahami keinginan mereka yang begitu kuat untuk mencapai derajat yang tertinggi di sisi Rabb-nya, dengan sangat bijak memberikan jawaban yang menenangkan. Yaitu dengan memberitahukan bahwa pintu kebaikan sangat luas. Ada beberapa amalan yang menyamai pahala orang yang berinfak, bahkan bisa melebihnya. Beliau bersabda,

أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا

“Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian apa-apa yang bisa kalian sedekahkan?; Sesungguhnya setiap tasbih (subhanallah) adalah sedekah, setiap takbir (Allahu akbar) adalah sedekah, setiap tahmid (Alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (Laa Ilaaha Illallah) adalah sedekah, menyeru kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah dari yang munkar adalah sedekah, dan bersetubuh dengan istri juga sedekah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah jika di antara kami menyalurkan hasrat biologisnya (kepada istrinya) juga mendapat pahala?” Beliau menjawab, “Bukankah jika ia menyalurkannya pada yang haram akan mendapat dosa? Maka demikian pula jika ia menyalurkannya pada tempat yang halal, ia akan mendapat pahala.” (HR. Muslim)

Ketika orang-orang kaya dari sahabat Nabi mendengar keutamaan dzikir di atas lantas mereka ikut pula mengamalkannya. Karenanya, orang-orang fakir di atas datang kembali menemui Rasulullah untuk kedua kalinya. Mereka berkata, “Ya Rasulullah, teman-teman kami yang kaya mendengar nasihatmu. Lalu mereka melakukan seperti yang kami lakukan.” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab,

ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ

“Itulah karunia Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya . . “ (QS. Al-Maidah: 54)

Subhanallah, begitu luar biasa keadaan para sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, maka pantaslah jika Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya dan memberikan jaminan keridlaan dan kedudukan mulia di sisi-Nya. Mereka adalah orang sangat kuat semangatnya dan sangat besar keinginannya untuk beramal shalih dan mengerjakan kebaikan. Karenanya, jika ada kebaikan yang tidak bisa mereka kerjakan maka mereka bersedih. Terlebih bila saudara mereka yang lain mampu mengerjakannya. Sebagaimana kesedihan para fakir mereka yang tidak bisa bersedekah dengan harta dan tertinggal dari ikut jihad karena kemiskinan mereka.

وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ

“Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu”, lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” (QS. Al-Taubah: 92)

Sesungguhnya bersaing dan berlomba-lomba untuk mendapatkan kebaikan dan melakukan amal shalih adalah diperintahkan. Karena itu, hendaknya setiap muslim di zaman ini meniru para pendahulu mereka untuk selalu berlomba-lomba guna mendapatkan kebaikan dan untuk beramal shalih. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آَتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ

“Tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS. Al-Maidah: 48)

Ayat serupa yang memerintahkan agar bersegera dan berlomba-lomba dalam kebaikan dan beramal shalih sangat banyak. Dan siapa, di dunianya, lebih dahulu dalam kebaikan maka di akhriatpun akan menjadi orang yang lebih dahulu masuk surga. Dan orang-orang yang lebih dahulu dalam amal ketaatan akan memiliki kedudukan yang lebih tinggi.
Pada ringkasnya bahwa dalam amal ketaatan, kebaikan dan ibadah harus saling berlomba untuk menjadi terbaik dan mendapatkan pahala terbesar. Tidak ada itsar (mendahulukan yang lain) dalam hal itu. Itsar hanya berlaku dalam urusan duniawi.





MENYANTUNI KAUM DHUAFA

Surah Al Isra Ayat 26-27
Artinya : “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros (Q.S. Al Isra 26).
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.(Q.S. Al-Isra 27)
Surah Al Isra dikenal juga dengan nama Surah Bani Israil yang termasuk golongan surat Makiyah. Pada ayat 26-27 ini mempunyai asbanun nuzul yang diriwayatkan oleh At Thabrani yang bersumber dari Abu Sa`id Al Khudri dan dalam riwayat lain oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa ketika turun ayat ini, Rasulullah saw, memberikan tanah di Fadak ( tanah yang diperoleh Rasulullah dari pembagian ganimah atau rampasan perang ) kepada Fatimah.
Kandungan Ayat
·         Secara umum ayat tersebut berhubungan dengan hubungan antara manusia dalam hal memanfaatkan dan menggunakan harta yang dimiliki
·         Orang yang diberi nafkah atau harta hendaklah memperhatikan dari oarng yang paling dekat seperti; keluarga atau kaum kerabat, orang-orang miskin, orang yang dalam perjalanan.
·         Larangan untuk tidak berlaku boros dalam membelanjakan hartanya atau menghambur-hamburkan harta
·         Perbuatan boros adalah sifat syaitaniyah yang harus ditinggalkan, dan syaitan itu adalah makhluk yang selalu ingkar kepada Allah.
Penjelasan
Pada ayat 26 menjelaskan kepada manusia bahwa orang yang mempunyai kelebihan harta punya kewajiban untu menyantuni atau menolong. Ditegaskan dalam ayat tersebut bahwa orang yang paling berhak untuk segera mendapat santunan adalah dari oang yang paling dekat dalam sebuah keluarga, yaitu;
·         Keluarga dekat atau kaum kerabatnya
·         Orang-orang miskin
·         Orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan
Dalam ayat 26 tersebut dengan tegas melarang manusia untuk bersifat boros dan menghambur hamburkan harta untuk keperluan yang kurang bermanfaat. Sedangkan dalam ayat 27 Allah mengingatkan kepada manusia dengan memberikan tekanan bahwa perilaku boros adalah termasuk saudara syaitan. Dan syaitan itu selalu ingkar kepada Allah swt. Daripada untuk menghaburkan harta masih banyak saudara kita yang memerlukan bantuan kita semua yang memiliki harta lebih.
Pemberian infak dari harta yang diperoleh haruslah dengan cara yang baik dan sesuai dengan kadar ketentuan yang layak. Allah swt berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 267 sebagai berikut :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.( Q.S. 2:267)
Allah SWT memerintahkan umat Islam yang beriman agar memberikan infak atau nafkah sebagai hak bagi keluarga-keluarga yang dekat. Kemudian diberikan kepada orang-orang yang kekurangan atau orang-orang miskin, perlu juga diberikan kepada orang-orang yang dalam perjalanan atau ibnu sabil,
Harta yang diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima hendaklah harta yang baik-baik dan masih disukai, dan jangan memberikan harta atau sesuatu yang kita sendiri sudah tidak menyukainya. Dalam memberikan bantuan kepada fakir mikin sesungguhnya yang dibutuhkan tidak sekedar materi saja, tetapi juga perhatian dan hubungan persaudaraan sesama muslim.
Dalam membelanjakan harta seorang muslim harus sesuai dengan kemampuan dan tidak boleh bersifat boros. Boros dalam pandangan islam sangat dilarang yang dianjurkan adalah pada posisi yang pas yaitu ditengah-tengah antara tidak boros juga tidak bakhil. Allah berfirman dalam surat Al Furqan ayat 67 :
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”.( Q.S Al Furqan :67)
Ayat di atas memberikan suatu pemahaman bahwa Allah menyukai orang-orang yang tepat dalam mengelola harta kekayaan dan sesuai dengan peruntukannya. Allah SWT memberikan penghargaan dan balasan pahala yang jauh lebih banyak dengan apa yang kita berikan untuk menyantuni kaum duafa. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 261 :
Artinya : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (Q.S Al Baqarah:261)
Dalam surat Al Baqarah ayat 261 dengan jelas Allah akan membalas kepada siapapun yang menafkahkan hartanya di jalan Allah termasuk menyantuni kaum duafa, dengan balasan yang berlipat ganda.
Surah Al Baqarah Ayat 177
Dalam sebuah riwayat oleh Abdurrazaq dari Ma`mar dan dari Qatadah serta riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abul Aliyah menerangkan tentang kaum Yahudi yang menganggap bahwa yang baik itu salat menghada ke barat, sedangkan kaum Nasrani mengarah ke timur sehingga turunlah Al Baqarah ayat 177.
Dalam sebuah riwayat lain Ibnu Jarir dan Ibnu Munzir yang bersumber dari Qatadah bahwa turunya ayat tersebut sehubungan dengan pertanyaan seorang laki-laki yang ditujukan kepada Rasulullah SAW, tentang al birr atau kebajikan. Setelah ayat tersebut, Rasulullah memanggil kembali orang tersebut dan dibacakanya ayat itu kepada orang tadi. Peristiwa itu terjadi sebelum diwajibkan salat fardhu. Pada waktu itu, apabila seseorang telah mengucapkan syahadat, kemudian meninggal di saat beriman, maka harapan besar ia mendapatkan kebaikan. Akan tetapi kaum Yahudi menganggap yang baik itu apabila salat menghadap ke barat, sedangkan kaum Nasrani mengarah ke timur.
Artinya : “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.( Q.S Al Baqarah; 177
Kandungan Ayat
Kebaikan yang dimaksud dalam surat Al Baqarah ayat 177 adalah beriman kepada Allah SWT, hari akhir, beriman kepada malaikat-malaikta, kitab-kitab, para nabi dan selalu melaksanakan keimananya itu dalam hidupnya. Diantara kebaikan yang perlu dilakukan dalam keseharian misalnya :
·         Memberikan harta yang kita sukai atau yang masih bagus kepada kerabat atau saudara kita, dan hendaknya kerabat itu yang paling dekat hubungan keluarganya.
·         Menyantuni kepada orang yang tidak mampu atau orang miskin, anak yatim piatu, karena mereka masih sangat membutuhkan pertolongan dan bantua.
·         Menolong kepada musafir yang berniat baik dalam perjalanan dan pengembaraanya.
·         Membantu kepada orang yang terpaksa harus meminta-minta, seperti gelandangan dan pengemis.
·         Memberikan sebagian harta kepada orang yang lemah, sakit, kekurangan
·         Melaksanakan ibadah yang menjadi kewajiban manusia kepada Allah SWT
·         Melaksanakan kewajiban untuk membayar zakat
·         Menepati janji bagi orang yang mengadakan perjanjian.
·         Sabar dalam penderitaan
Penjelasan
Pada waktu kiblat umat Islam berpindah ke arah Ka`bah atau baitullah di Masjidil Haram Makah, terjadilah perselisihan antara orang Islam dengan orang-orang ahli kitab. Para ahli Kitab berpendapat orang yang melakukan ibadah ( salat ) tidak menghadap kearah baitul maqdis atau Masjidil Aqsha, tidak sah. Mereka dianggap bukan pengikut nabi-nabi. Umat islam sebaliknya berpendapat bahwa ibadah yang di terima itu kalau menghadap ke arah Ka`bah yang ada di Masjidil Haram Makah.
Sebenarnya ayat ini diperuntukkan kepada seluruh umat manusia yang menganut agama yang berasal dari langit atau dikenal dengan istilah agama samawi, bahwa yang namanya ibadah itu bukan hanya persoalan menghadap kearah barat, atau kearah timur, tetapi ibadah dan kebajikan itu ialah beriman kepada Allah SWT, beriman kepada malaikat, dan beriman kepada nabi, kitab-kitab, hari akhir dan beramal saleh.
Nilai amal saleh sangat erat kaitanya dengan iman. Sebaliknya, amal saleh bila tidak didasari oleh iman, maka dosa itu tidak dapat ditebus dengan amal saleh sebesar apapun sehingga perbuatan-perbutan baik yang dilakukan itu didasari dengan iman. Dalam Al Quran didapati hubungan iman dan amal sebagaimana berikut ini;
1.      Orang yang mati dalam keadaan kafir dan belum bertobat tidak akan diterima amalanya.
2.      Orang-orang yang musyrik akan dihapus amalanya
3.      Amal pebuatan orang-orang kafir sia-sia
4.      Orang kafir akan ditimpakan siksa di dunia dan di akhirat
5.      Orang yang tidak beriman kepada akhirat hanya mendapatkan kehidupan dunia saja.
Sebagai bentuk perwujudan dan pengamalan surat Al-Baqarah ayat 177 diantaranya dapat dilakukan dengan cara :
1.      Beriman kepada Allah SWT
2.      Beriman kepada malaikat, kitab-kitab,dan para nabi
3.      Mendirikan salat
4.      Menirikan Zakat
5.      Berakhlak mulia
6.      Menepati Janji
7.      Menyantuni anak yatim , ibnu sabil
8.      Sabar dalam penderitaan.
9.      Bekerja dengan tekun untuk menafkahi keluarga
10.  Suka menabung dan tidak berlaku boros
11.  Menjauhi segala hal yang sia-sia
12.  Mempelajari ilmu agama dan mengamalkanya
13.  Bersedekah dengan harta yang paling baik
14.  Bersikap amanah
15.  Berpikir kritis
16.  Selalu melatih untuk beribadah kepada Allah SWT,
17.  Dll.


Nama : Habil Alroiyan

Kelas : XI.IPA 8

No. Absen : 10

SMA Negeri 2 Cirebon

 

Bab 1 Berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan.

Judul : Berfokus Kepada Amal Kebaikan

Ada satu peristiwa berkesan yang mencerminkan tipikal utama dari masyarakat Madinah, yaitu selalu antusias untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.
Suatu ketika orang-orang miskin Madinah mengadu kepada Rasulullah Saw,
Ya Rasulullah, kami merasa iri dengan saudara-saudara kami yang diberi kelapangan harta. Kami sholat, mereka juga sholat. Kami berpuasa, mereka juga berpuasa. Kami bertilawah Quran, mereka juga bertilawah Quran. Tetapi begitu mereka bersedekah karena kelapangan harta mereka, kami tidak bisa seperti mereka.

Kemudian Rasulullah Saw menghibur orang-orang miskin itu dan memberikan sebuah tips kepada mereka,
Maukah aku tunjukkan amalan yang bisa menyamai mereka sebagai ganti karena engkau tidak mampu bersedekah?. Bacalah setelah sholat: subhanallah 33 kali, alhamdulillah 33 kali, Allahu Akbar 33 kali, dan tutuplah dengan laa ilaaha illa allahu wahdahu laa syarilahu lahul mulku walahulhamdu wahua ‘ala kulli syaiin qodir.

Orang-orang miskin Madinah pun menerima “tips” dari Rasulullah Saw itu dengan suka cita. Kini mereka merasa terhibur dan merasa bangga karena akan segera mampu menyamai amal orang-orang kaya Madinah. Kemudian mereka pun mempraktekkannya.
Namun “tips” dari Rasulullah Saw itu pada akhirnya sampai juga di telingga orang-orang kaya Madinah, sehingga mereka pun mempraktekkan amalan yang serupa dilakukan oleh orang-orang miskin itu. Kembali orang-orang miskin Madinah itu mengadu ke hadapan Rasulullah Saw,
Ya Rasulullah, mereka (orang-orang kaya Madinah) mempraktekkan serupa amalan-amalan yang kami lakukan itu.” Rasulullah Saw menjawab bahwa itulah kelebihan mereka yang diberikan harta sementara mereka banyak bersedekah dengan harta yang dimilikinya itu.
Saat ini, seringkali kita memiliki persepsi yang kurang proporsional tentang kaya dan miskin. Orang kaya merasa bangga dengan kekayaannya dan menilai bahwa mereka yang miskin adalah mereka yang malas dan bodoh. Sementara orang miskin kadang merasa suci dan mencurigai bahwa orang-orang kaya telah merampas hak harta-harta mereka secara culas, dengan korupsi dan cara-cara yang melanggar rambu syari'ah. Semua itu bisa jadi disebabkan karena masing-masing tidak melihat amal kebaikan satu sama lainnya, yakni kebaikan yang tulus, tanpa motif atau tendensi apapun selain mengharapkan ridha dari Allah SWT. Orang miskin tidak pernah melihat bahwa orang kaya itu bersedekah atau beramal kebaikan, sementara orang kaya juga tidak pernah melihat orang miskin itu telah bekerja keras dan menunjukkan keseriusan dalam bekerja.
Rasulullah Saw mencontohkan dan memberi pelajaran bahwa dalam hidup ini yang seharusnya menjadi motif dan fokus adalah bagaimana agar selalu bisa berbuat baik dan berlomba-lomba dalam kebaikan dan memproduksi amal sholeh. Andaipun mengejar harta, maka hasil perolehannya pun diniatkan dan diarahkan ke sana. Bukan karena prestise, status, dan motif-motif duniawi lainnya. Jika amal sholeh ini menjadi tolok ukur dari kemuliaan yang disepakati maka kaya dan miskin menjadi hal yang kurang relevan dalam kehidupan.
Alangkah indahnya jika semua elemen bangsa memiliki persepsi yang demikian. Saudara yang miskin akan mensyukuri saudaranya yang kaya karena yakin saudaranya itu akan menggunakan kekayaannya semata-semata untuk kebaikan dan menunaikan kewajiban hartanya itu dengan sempurna. Demikian juga saudara yang kaya akan selalu membantu mengentaskan saudaranya dari kemiskinan karena yakin bahwa jika ia menjadi kaya kelak, ia pun pasti akan mendayagunakan kekayaannya untuk kebaikan dan membantu saudara yang lainnya. Semua itu dibingkai oleh rasa persaudaraan (ukhuwwah) yang indah dimana masing-masing saling membantu dan bekerjasama untuk mencapai derajat yang mulia di sisi-Nya.
Kondisi real sering menampilkan hal yang sebaliknya. Yang kaya menampilkan aura bangga dan ujub, sedangkan yang miskin menampilkan aura iri dan dengki. Sebagai akibatnya, makna ukhuwwah dan persaudaraan yang hakiki makin jauh panggang dari api. Yang rugi adalah ummat ini, yang tidak pernah beranjak untuk perbaikan diri karena tidak berfokus pada inti masalah yang sejati. Yakni berlomba-lomba berbuat kebaikan demi mengangkat izzah dan harga diri.
Semoga Allah SWT mengaruniai kita dengan amal kebaikan atas dasar pemahaman yang benar dan ikhlas dalam melaksanakannya. Amin.
Wallahua’lam bishshawaab.


Bab 2 Menyantuni Kaum Dhuafa.

Judul: Zakat Memotong Rantai Kemiskinan



WAKIL Ketua I Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri) Prof Dr H Haryono suyono banyak menulis di berbagai media massa, berbagai karya itu dikumpulkan dalam bentuk buku bertajuk Memotong Rantai Kemiskinan. Buku induk yang didampingi lima seri berisi berbagai tema berkaitan dengan usaha mengatasi permasalahan akut berupa kemiskinan.

Peluncuran bertepatan dengan ulang tahun ke delapan Yayasan Damandiri tepatnya pada 15 Januari ini, dimaksudkan untuk menyemangati segenap warga bangsa khususnya kaum muda, bagaimana memajukan masyarakat dalam rangka membangun bangsa. Banyak saluran yang dapat ditempuh baik melalui bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi keluarga bahkan panggung politik.

Babon buku setebal 354 halaman yang didampingi lima seri, pertama bertajuk Visi Kependudukan Berwawasan Kemanusiaan setebal 272 halaman, kedua Pendidikan Perempuan Aset Bangsa setebal 254 halaman, ketiga Ekonomi Keluarga Pilar Keluarga Sejahtera setebal 276 halaman, keeampat Langkah Tepat Selamatkan Nyawa setebal270 halaman dan kelima Mewujudkan Kemandirian Keluarga Kurang Mampu setebal 210 halaman.

Enam buku yang terdiri satu induk dan lima seri pendukung menandai ulang hari jadi ke 65 tahun, sebuah perjalanan yang panjang dari seorang anak Pacitan, Jawa Timur dalam berperan serta membangun masyarakat dan bangsanya. Tahun 2004, tepatnya pada 6 Mei mendatang beliau genap berusia 66 tahun, banyak karya yang dapat dibukukan dalam upaya memajukan masyarakat, bangsa dan negaranya.

Haryono Suyono dalam rentang waktu yang panjang memiliki perhatian yang sangat besar terhadap pemberdayaan manusia, khususnya kaum perempuan dan keluarga. Titik sentral pembangunan pada manusia akan menjadi kunci dari keberhasilan pembangunan secara keseluruhan. Dengan peningkatan kualitas kehidupan manusia, tentunya bersama-sama dengan kualitas keimanan, akan mampu menjadikan kehidupan yang sejahtera.

Dari sekian banyak gagasan yang dilontarkan, perhatian yang cukup besar juga diberikan kepada masalah-masalah keagamaan, khususnya dari sudut pandangan ajaran Islam. Bagaimana secara konsepsional Islam mengajarkan kepada masyarakat muslim untuk menjalani kehidupan yang selamat dan sejahtera. Bukan saja dari sisi aqidah yang sudah baku, melainkan dari sudut pandang sosial kemasyarakatan yang berkembang seiring dengan dinamika masyarakat dan zamannya.

Zakat sebagai konsep kesejahteraan di masyarakat muslim, menjadi perhatian cukup bersar. Secara idiologi zakat bermakna sebagai implementasi serang terhadap ajaran Islam, namun dalam kehidupan sehari-hari dijabarkan secara faktual dalam bermasyarakat dan berbangsa. Puasa dan Zakat Pengentasan Kemiskinan demikian judul yang dipilihnya.

"Sesuai dengan ajaran Islam, amal ibadah yang dapat kita lakukan ialah menyantuni anak yatim, anak piatu dan membantu keluarga miskin, kaum dhuafa. Karena itu kita harus menumbuhkan semangat beribadah di bulan Ramadhan yang penuh berkah dan mengajak semua pihak menyambut dengan kegembiraan datangnya Hari Raya Idul Fitri. Amal ibadah itu akan mendapatkan pahala berlipat ganda bila kita lakukan melalui pembayaran zakat, infak dan sadakah yang kita berikan kepada mereka yang berhak menerimanya," demikian Haryono Suyono dalam salah satu tulisannya. (Buku Induk: halaman 86).

Zakat dan rukun Islam lainnya seperti shahadat, shalat, puasa dan haji adalah merupakan paket yang tidak terpisahkan satu sama lain. Dengan demikian semua rukun Islam harus dilakukan secara serempak sesuai dengan kemampuan masing-masing. Namun dalam pelaksanaannya tampak umat Islam lebih mendahulukan ibadah yang sifatnya vertikal, yaitu shahadat, shalat, puasa dan haji.

Ibadah yang sifatnya horizontal seperti zakat, infak dan sadakah sebagian umat Islam masih enggan melaksanakannya. Padahal yang disebut terakhir ini sebenarnya yang dituntut dari umat Islam guna membantu fakir miskin yang jumlahnya terus meningkat. Zakat infak dan sadakah, selain bersifat sosial juga bermakna vertikal.

Berkenaan dengan zakat, infak dan sadakah ini pada tahun 1998, Kantor Menko Kesra dan Taskin, Departemen Agama, Majelis Ulama Indonesia, banyak organisasi Islam serta Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta, mengembangkan kesempatan bersama untuk meningkatkan pengentasan kemiskinan. Kesepakatan itu ditindaklanjuti dengan berbagai pertemuan dan upaya-upaya konkrit lain yang bergulir dengan sangat menarik.

"Kemudian Pemerintah DKI Jakarta membentuk suatu lembaga BAZIS, Badan Amil Zakat, Infak dan Sadakah yang ditugasi untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang terkait," paparnya. Salah satu upaya yang dilakukan BAZIS menyantuni kaum dhuafa seperti anak jalanan, penjaga pintu rel kereta api, petugas kebersihan, anak yatim piatu dan sebagainya.

Bukan saja konsep zakat yang memberikan jalan keluar bagi masyarakat muslim dalam mengatasi masalah kemiskinan, melainkan melalui berbagai instrumen yang sudah disiapkan menurut ajaran Islam. Qurban misalnya secara tegas memberikan solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat, khususnya mereka yang tergolong kurang mampu. Secara substansial qurban sebagai ibadah namun makna yang dikandungnya sangat luas, sosial kemasyarakatan dan bentuk solidaritas sesama warga masyarakat.

"Setiap memperingati Hari Raya Idul Adha, Hari Raya Qurban kita menyegarkan keimanan dan keikhlasan berkurban untuk saudara-saudara yang miskin dan atau sedang dirundung cobaan," ( halaman: 101). Di kota dan desa rakyat biasa tanpa dikomando baik yang kaya atau pas-pasan dengan tulus ikhlas mengulurkan tangan membantu apa adanya. Sebaliknya dengan rasa terima kasih yang mendalam, saudara kita yang terkena musibah baik banjir, tanah longsor atau cobaan lain menerima bantuan itu dengan rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar