Sabtu, 25 September 2010

HIMMATUL ULYA KLS 11 IPA 3

HIMMATUL ULYA KLS 11 IPA 3
Berlomba-lomba Dalam Berbuat Kebaikan

Berbuat kebaikan adalah mengerjakan segala sesuatu yang diperintahkan oleh agama, baik yang langsung berhubungan dengan Allah SWT, maupun yang berhubungan dengan manusia. Berbuat kebaikan juga  dapat membuat lingkungan disekitar kita menjadi lebih nyaman, aman, dan tentram. Oleh karena itu berbuat kebaikan diwajibkan bagi setiap umat manusia.
Allah SWT secara khusus memerintahkan kepada manusia untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan dalam surat Al Baqarah ayat 148 :
Ayah 148: Surah Al-Baqarah
2_148


Artinya :
 “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Abaqarah 148).
Allah SWT mengharuskan umat manusia untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan karena sebagai manusia hidup kita di dunia hanyalah sementara, oleh karena itu hendaklah kita berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan agar kita tidak menjadi orang yang merugi sebaai mana dijelaskan dalam surat Al Fatir ayat 32 dan karena pada setiap kebaikan ataupun keburukan yang dilakukan oleh seseorang akan dibalas oleh Allah SWT walaupun seberat biji zarrah. Maka merugilah bagi seseorang yang sedikit dalam berbuat kebaikan.
Perlu diingat pula, kita harus ikhlas dan ridho karena Allah SWT dalam berbuat kebaikan-kebaikan tersebut agar dirahmati oleh Allah SWT karena jika kita melakukannya dengan terpaksa maka Allah SWT akan mengetahuinya karena Allah itu Maha Mengetahui atas segala sesuatunya. Semangat juga dibutuhkan bagi setiap orang dalam melakukan kebaikan agar orang tersebut tidak merasa lelah dan akhirnya terpaksa dalam melakukan kebaikan-kebaikan tersebut,
Contoh dari berbuat kebaikan tersebut adalah dengan beribadah seperti sholat, puasa, zakat, haji, membaca Al-Qur’an. Dan untuk yang berhubungan dengan manusia adalah bersedekah, saling tolong menolong, tidak suka mencaci maki dan lain-lain. Oleh karena itu sebagai umat manusia hendaknya kita berlomba dalam berbuat kebaikan dengan ikhlas dan hal tersebut dapat dilakukan dari hal-hal kecil terlebih dahulu.
Menyantuni Kaum Duafa

Sebagai seorang muslim (manusia) diharuskan bagi kita untuk menyantuni kaum duafa. Kaum Duafa itu sendiri adalah kaum yang lemah secara ekonomi sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya. Hal tersebut juga diwajibkan untuk dilaksanakan oleh umat manusia karena dalam rezeki seorang manusia memang terdapat hak-hak kaum duafa yang dititipkan kepada kita seperti yang Allah SWT jelaskan dalam surat Al Isra’ ayat 26-27:
Al Isra’ Ayat 26-27 :
(٢٦) وَءَاتِ ذَا ٱلۡقُرۡبَىٰ حَقَّهُ ۥ وَٱلۡمِسۡكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرۡ تَبۡذِيرًا
إِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْ إِخۡوَٲنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ‌ۖ وَكَانَ ٱلشَّيۡطَـٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورً۬ا (
٢٧)

Artinya : (26) “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya ; kepada orang
miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menhamburkan (hartamu) secara boros. (27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada tuhannya. “ (QS Al Isra: 26-27)

Dalam surah tersebut Allah SWT juga memerintahkan kita agar tidak berperilaku boros. Perilaku boros tersebut adalah menggunakan sesuatu secara berlebihan dan tidak diridhai Allah SWT atau tidak bermanfaat. Agama islam juga membenci umatnya yang bersifat boros. Yang termasuk perilaku boros adalah menghambur-hamburkan uang untuk keperluan yang tidak terlalu penting atau malah tidak penting. Perilaku boros juga termasuk perbuatan syetan dimata islam.
Dari pada kita berkelakuan boros lebih baik kita berperilaku sederhana, sederhana disini bukan berarti kikir untuk diri sendiri dan orang lain, namun sederhana disini berarti hemat dan tidak menghambur-hamburkan sesuatu untuk sesuatu lain yang tidak perlu. Namun harus tetap memberikan hak-hak kaum duafa yang ada pada kita karena manfaat dari menyantuni kaum duafa selain mendapat pahala, mensejahterakan kaum duafa tersebut, mengurangi sifat boros dan lain lain. Contoh perilaku menyantuni kaum duafa adalh seperti bersedekah, menunaikan zakat fitrah dan zakat mal, dan juga menolong orang yang membutuhkan pertolongan kita dalam hal materi sesuai dengan kemampuan kita, bukannya menghardik mereka seperti yangbanyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan kita.
Oleh karena itu janganlah lupa tugas kita dalam memberikan hak-hak kaum duafa yang Allah SWT titipkan kepada kita dan kita juga tidak boleh berperilaku boros karena perilaku boros termasuk perbuatan setan.
anies labibah <anies1307@yahoo.com> 
kepada saya, muinma
perlihatkan selengkapnya
 19 Sep (5 hari yang lalu) 
Kegigihan sahabat Rasulullah dalam berbuat kebaikan
Contoh sikap berlomba-lomba dalam kebaikan yang berasal dari kisah sahabat Rasulullah
Alkisah terdapat orang-orang fakir dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang merasa tidak dapat untuk memperbanyak amal karena mereka tidak mempunyai kelebihan harta untuk disedekahkan seperti saudara-saudara mereka yang kaya raya. Padahal mereka seringkali mendengar ayat atau hadits tentang keutamaan beramal dan menjanjikan surga yang sangat luas untuk balasan dari beramal tersebut. Hal ini menimbulkan orang-orang fakir tersebut berharap mereka dapat seperti saudara-saudara mereka yang kaya raya, bukan karena dengki melainkan karena mereka juga ingin bersedekah dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya.
Karena besarnya keinginan mereka untuk bersedekah akhirnya mereka mendatangi Rasulullah SAW. Lalu mereka bertanya pada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, orang kaya telah mendapatkan pahala yang banyak, sedangkan kami tidak. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami puasa. Tidak ada kelebihan sama sekali dalam hal ini. Akan tetapi, mereka lebih dari kami karena mereka bisa berinfak dengan kelebihan hartanya, sedangkan kami tidak memiliki apapun untuk kami infakkan untuk menyusul mereka. Padahal, kami benar-benar ingin bisa mencapai kedudukan mereka. Apa yang perlu kami perbuat?”
Mendengar keinginan kaumnya yang sangat kuat itu, Rasulullah bersabda :
أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا
Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian apa-apa yang bisa kalian sedekahkan?; Sesungguhnya setiap tasbih (subhanallah) adalah sedekah, setiap takbir (Allahu akbar) adalah sedekah, setiap tahmid (Alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (Laa Ilaaha Illallah) adalah sedekah, menyeru kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah dari yang munkar adalah sedekah, dan bersetubuh dengan istri juga sedekah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah jika di antara kami menyalurkan hasrat biologisnya (kepada istrinya) juga mendapat pahala?” Beliau menjawab, “Bukankah jika ia menyalurkannya pada yang haram akan mendapat dosa? Maka demikian pula jika ia menyalurkannya pada tempat yang halal, ia akan mendapat pahala.” (HR. Muslim)
            Orang-orang kaya yang mendengar keutamaan dari berdzikir pun ikut mengamalkannya. Karenanya, orang-orang fakir datang kembali menemui Rasulullah SAW dan mengatakan bahwa orang-orang kaya telah melakukan apa yang di nasihati Rasulullah SAW. Subhanallah, begitu luar biasa keadaan para sahabat Rasulullah SAW, maka pantaslah jika Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya dan memberikan jaminan keridlaan dan kedudukan mulia di sisi-Nya. Mereka adalah orang sangat kuat semangatnya dan sangat besar keinginannya untuk beramal shalih dan mengerjakan kebaikan. Karenanya, jika ada kebaikan yang tidak bisa mereka kerjakan maka mereka bersedih. Terlebih bila saudara mereka yang lain mampu mengerjakannya. Sebagaimana kesedihan para fakir mereka yang tidak bisa bersedekah dengan harta dan tertinggal dari ikut jihad karena kemiskinan mereka.


Menyantuni Anak Yatim
Setiap 10 Muharam atau yang dikenal Asyura, Rasulullah SAW mengingatkan umatnya untuk berpuasa, karena hari tersebut merupakan salah satu hari yang dimuliakan oleh Allah SWT. Anjuran Rasulullah saw tersebut sering dipandang sebagai wujud penghormatan kepada hari kemerdekaan kaum lemah/dhuafa, khususnya anak yatim. Karena itu, dalam tradisi umat Islam Indonesia, Asyura sering pula disebut sebagai hari raya anak yatim. Karena ketidakmampuan mereka secara fisik dan sosial inilah maka umat Islam sangat dianjurkan untuk menyantuni dan memberdayakan mereka agar kelak mampu dalam menghadapi kehidupan dunia ini. Hal seperti ini adalah wajib bagi umat Islam secara keseluruhan, dan bukan terbatas pada hal-hal yang bersifat fisik saja tetapi juga yang menyangkut psikis
Anjuran membela dan menyantuni anak yatim tampak lewat berbagai hadis Rasulullah saw. ”Sering-seringlah mengusap kepala anak yatim,” kata Nabi yang dijadikan yatim oleh Allah SWT. ”Hiasilah rumahmu dengan (memelihara) anak yatim.” Dalam menyantuni anak yatim, terutama mereka yang memiliki harta haruslah dengan penuh tanggung jawab dan profesional. “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)” (QS An Nisaa’: 10). Juga, “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa” (QS Al An’aam: 152). Kendati demikian Alquran juga membolehkan wali miskin memakan harta anak yatim dan tidak membolehkan wali kaya memakannya. Adapun dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menjelaskan masalah ini. Pada suatu hari datang seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw: ”Ya, Rasulullah, aku ini orang miskin, tapi aku memelihara anak yatim dan hartanya, bolehkah aku makan dari harta anak yatim itu?” Rasulullah SAW menjawab, ”Makanlah dari harta anak yatim sekadar kewajaran, jangan berlebih-lebihan, jangan memubazirkan, jangan hartamu dicampurkan dengan harta anak yatim itu,” (HR Abu Dawud, an Nasa’i, Ahmad, dan Ibnu Majah dari Abdullah bin Umar bin Khattab). Berkaca dari pesan Alquran dan Sunah Rasul tersebut, dalam situasi krisis berkepanjang seperti ini, maka menyantuni anak yatim merupakan perbuatan sangat terpuji. Semua itu kita lakukan agar kita terhindar dari ancaman Alquran sebagai pendusta agama

1 komentar:

  1. ghina hidayat (11) XI Ipa 5:
    Artikel ini lebih memberi pengetahuan mendalam mengenai anjuran dalam menyantuni anak yatim,karena anak yatim jika dipelihara dengan baik sesuai dengan ajaran islam akan membukakan pintu surga bagi kita yang memeliharanya. Seperti yang dicantumkan dalam surat An-Nisa dan H.R.Abu Dawud,memelihara anak yatim itu ternyata ada ketentuan-ketentuannya, yakni bagi anak yatim yang mempunyai harta maka kita dalam memeliharanya diperbolehkan untuk menggunakan hartanya namun hanya sekedarnya dan tidak boleh berlebih-lebihan, karena memakan harta anak yatim itu haram hukumnya.

    BalasHapus